Kata Mamluk berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja agar manjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal dari ibu-bapak yang merdeka (bukan budak atau hamba). Ini berbeda dengan ‘abd yang berarti hamba sahaya yang dilahirkan oleh ibu-bapak yang juga berstatus sebagai hamba dan kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk berkulit putih, sedangkan ‘abd berkulit hitam. Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, dari golongan hamba yang dimiliki oleh para sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayub. Mamluk Dinasti Ayubi’yah berasaldari Asia kecil, Persia (Iran), Turkistan, dan Asia Tengah (Transoksiana). Mereka terdiri atas suku-suku Bangsa Turki, Syracuse, Sum, Rusia, kurdi, dan bagian kecil dari bangsa Eropa. Mamluk sultan yang berkuasa merupakan gabungan para Mamluk sultan-sultan sebelumnya, yakni Mamluk para amir yang disingkirkan atau meninggal dunia.
Dinasti mamluk atau mamalik adalah sebuah dinasti atau pemerintahan yang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti ayubiyah sebagai budak, yang kemudian di didik dan dijadikan tentara, dan mereka ditempatkan di tempat yang tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa ayubiyah yang terakhir, al Malik al Saleh, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa itu mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam ketentaraan maupun dalam imbalan-imbaan meteriil.
Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri al-Malik al-Salih, Syajarah al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajaruh al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan "syar'i" (formal) disamping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.
B. PEMERINTAHAN PADA MASA DINASTI MAMALIK BAHRI
Nama Mamluk Bahriyah dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik Al-Saleh Najmudin Ayyub kepada para Mamluk. Tempat ini berada di pulau Raudhah di tepi sungai Nil yang dilaengkapi dengan senjata, pusat pendidikan, dan latihan materi-materi sipil dan militer. Sejak itu, para Mamluk dikenal dengan Al-Mamalik Al-Bahriyyah (para budak lautan). Dinasti mamalik bahri dirintis oleh Aybak yang sekaligus menjadi sultan pertama di dinasti tersebut.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta,Baybars yang mengasingkan diri ke Syria karena tidak senang dengan kepemimpinanAybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongolyang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz,Baybars dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan sumpah setia kepada penguasa Mamalik.
Pusat kekhalifahan Islam akhirnya berada di kairo setelah Baghdad hancur total oleh tentara Mongol. Setelah Qutuz digulingkan oleh Baybars, kerajaan Mamluk bertambah kuat. Bahkan, Baybars, mampu berkuasa selama tujuh belas tahun (657 H./1260 M.-676 H./1277 M.) karena mendapat dukungan militer dan tidak ada Mamluk yang senior lagi, selain Baybars9). Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.Kejayaan yang diraih pada masa Baybars adalah memporak-porandakan tentara salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di Pegunungan Siria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia dan kapal-kapal Mongol di Anatolia10). Terlebih lagi prestasi Baybars adalah menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258.
Pemerintah Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiah. Diawali oleh Azh-Zhahir Bibaris mengundang Ahmad, anak Khalifah Bani Abbasiyah Al-Zhahir ke Kairo. Sebelumnya, Ahmad melarikan diri dari Baghdad setelah dihancur leburkan oleh orang-orang Mongolia, kemudian dia dibaiat sebagai khalifah dan diberi gelar Al-Mustanshir pada tahun 659 H./1260 M.Tujuan dilakukannya hal itu oleh Babiris adalah untuk menguatkan pusat kekuasaan di Kairo dan menarik dukungan negeri-negeri Islam yang lain serta melindungi kursi kekuasaan Mamluk dengan legalitas syariah. Setelah itu, Bani Abbasiyah secara berturut-turut berkuasa dengan jumlah khalifah sebanyak 18 orang antara tahun 659-92Bani Abbasiyah secara berturut-turut berkuasa dengan jumlah khalifah sebanyak 18 orang antara tahun 659-923 H./1260-1517 M.
Tidak begitu banyak yang berarti Kerajaan Mamluk di bawah pimpinan Bani Babiris. Sultan Al-Mansur Qalawun (678 H./1280 M.-689H./1290 M.) yang telah menyumbangkan jasanya dalam pengembangan administrasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri untuk memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional. Sultan Qalawun berhasil mewariskan tahtanya kepada keturunannya. Hal ini terjadi berkat keberadaan 12.000 Mamluk Burji yang memang dipersiapkan untuk melindungi kepentingan pribadinya.
Sultan Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Qalawun adalah putra pengganti Qalawun, yakni Nashir Muhammad (696 H./1296 M.). Sultan memegang tampuk pemerintahan selama tiga kali dan mengalami dua kali turun tahta.Masa setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk dipimpin oleh Mamluk keturunan Muhammad hingga 9 sultan. Kesembilan sultan ini hanyalah simbul nama dan tidak berpengaruh terhadap masyarakat umum lainnya. Dalam analisis Ahmad Al-Usairy15), “mereka tidak memiliki daya dan upaya, pandangan maupun kebijakan apapun “, sampai sultan terakhir dari Dinasti Mamluk yang berasal dari Bani Sya’baniyah, Al-Shalih Hajj Asyraf bin Sya’ban sekitar tahun 791 H./1388 M. digulingkan oleh Sultan Barquq yang menjadi cikal bakal sultan pertama pada pemerintahan Mamluk Burji.
C. PEMERINTAHAN PADA MASA DINASTI MAMALIK BURJI
Masa pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya Sultan Brquq (784 H./1382 M.-801 H./1399 M.) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk Bahri, Shalih Haj bin Asyraf Sya’ban. Sesungguhnya tidak ada perbedaan pemerintahan Mamluk Bahri dan Burji, baik dari segi status para sultan yang dimerdekakan atau pun dari segi sistem pemerintahan yang oligarki. Hal-hal yang membedakan kedua pemerintah tersebut adalah sukses pemerintahan Mamluk Bahri lebih banyak terjadi dengan turun-temurun, sedangkan pada masa Mamluk Burji suksesi lebih banyak terjadi karena perang saudara dan huru-hara. Pertentangan ini disebabkan sisteam pendidikan bagi para Mamluk tidak ketat, dan mereka diperbolehkan untuk tinggal di luar pusat-pusat latihan bersama rakyat biasa.
Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh Sultan Al-Nashir Faraj (801 H./1399 M.-808 H./1405 M.), putra sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu jengis khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan, Timur Lenk (771 H./1370 M.-807 H./1405 M.), melakukan penyerangan ke wilayang Suriah. Timur Lenk tampaknya mengulang kembali sejarah keberingasan pasukan Mongol pada zaman Hulagu Khan ketika menguasai wilayah-wilayah tetangganya yang muslim. Pasukan Mamluk pun menyiapkan diri untuk menghadang serangan Timur Lenk tersebut. Pada tahun 1401, Aleppo dapat dikuasai oleh pasukan Timur Lenk dan disusul dengan Damaskus yang menyerah setelah tentara Mamluk dapat dikalahkan. Kota Damaskus dibumihanguskan, baik sekolah maupun masjid dibakar. Ketika pasukan Mamluk disiagakan kembali untuk merebut Damaskus, Timur Lenk sudah meninggalkan kota itu dan akhirnya diadakanlah perjanjian perdamaian serta bertukar tawanan perang19).
Sementara itu, dua Sultan Mamluk Burji, yakni Al-Asyraf Baribai (825 H./1422 M.-841 H./1437 M.) dan Al-Zahir Khusyqadam (865 H./1461 M.-872 H./1467 M.) masih harus terus mempertahankan wilayahnya dari serangan pasukan salib di kepulauan Cyprus dan Rhodos (Laut Aegea, sekarang milik Yunani). Kedua ekspedisi militer ini berhasil menahan kekuatan kaum Nasrani dan dengan demikian, pasukan Mamluk kembali membuktikan keunggulanya untuk dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Banyak dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab melemahnya Dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu disibukkan dengan gejolak atau pertentangan yang terjadi. Dana kesultanan lebih banyak dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara itu pemasukan semakin menipis. Rongrongan dari luar wilayah Mamluk pun datang beruntun karena para Mamluk tidak mengutamakan persatuan dan banyak yang meminta bantuan dari luar. Sebagai contoh pada masa pemerintahan Sultan Asyraf Qaitbay (872 H./1468 M.-901 H./1496 M.), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir Mamluk di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan dari orang Arab di selatan Mesir. Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan pasukan Turki Utsmani terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal-bakal permusuhan antara Dinasti Mamluk dan tentara Turki Utsmani.
Begitulah seterusnya para Sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik dari dalam (Mamluk) maupun dari pihak luar seperti serangan tentara Turki Utsmani, orang portugis yang melarang dan mengusik jalur perdagangan Mamluk di Laut Tengah hingga tewasnya Sultan Qanshus Al-Guri ketika berperang melawan tentara Turki Utsmani pada tahun 922 H./1516 M. sejak saat itu, Dinasti Mamluk di bawah bayang-bayang tentara Turki Utsmani.
Sultan terakhir Dinasti Mamluk Burji adalah Al-Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang yang gigih. Namun, pada saat itu ia tidak memperoleh dukungan dari golongan Mamluk sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani. Akhirnya, Tumanbai ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan kemudian digantung di salah satu gerbang kota Kairo, pada tahun 923 H./1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk dan dimulainya masa penguasaan Turki Utsmani di Mesir dan Syam.
D. KEMAJUAN-KEMAJUAN YANG DI CAPAI OLEH DINASTI MAMALIK DALAM DUNIA ISLAM
a.
Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara
Mongoldi
'Ayn al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya,
Baybars membaiat keturunan
Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa
Mongol,
al-Mustanshir sebagai
khalifah. Dengan demikian,
khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulaghu di
Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan
Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan
Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah,
Assasin di pegunungan
Syria,
Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang
Armenia), dan kapal-kapal
Mongol di
Anatolia.
b.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan
Perancis dan
Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti
Fathimiyah di
Mesir sebelumnya. Jatuhnya
Baghdad menjadikan kota
Kairo sebagai jalur perdagangan antara
Asia dan
Eropa, dan menjadi lebih penting karena
Kairo menghubungkan jalur perdagangan
Laut Merah dan
Laut Tengah dengan
Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
c.
Di bidang ilmu pengetahuan,
Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal
Baghdad dari serangan tentara
Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di
Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti
Ibn Khalikan,
Ibn Taghribardi, dan
Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama
Nashiruddin ath-Thusi. Di bidang matematika
Abul Faraj al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran:
Abul Hasan 'Ali an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia,
Abdul Mun'im ad-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan
Ar-Razi’, perintis psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama
Shalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama
Syaikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah, seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam
As-Suyuthi Rahimahullah yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam
Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullah dalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.
d. Daulah Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNDURAN DAN KERUNTUHAN DINASTI MAMALIK DI MESIR
1. Faktor interal
· Pola hidup para penguasa yang suka hidupmewah dan berfoya-foya.
· Prilaku buruk dari para sultan atau para pegawainya seperti, tipudaya, pembunuhan dan pembantaian.
· Korupsi dan monopoli ekonomi dilakukan oleh para sultan dalam mengelola pembangunan.
· Terjadinya perpecahan dan konflik internal serta terjadi banyak peperangan diantara mereka.
2. Faktor external
· Munculnya kekuatan ustmani di turki yang nantinya akan mengakhiri pemerintan dinasti mamalik.
· Kegagalan mereka membndung serangan orang-orang portugis yang saat itu telah sampai di laut tengah dan laut merah.
· Ditemukanya tanjung harapan oleh eropa tahun 1498 M, yang menyebabkan jalur perdagangan asia eropa lewat mesir menurun fungsinya sehingga mengganggu perekonomian negara.
Mamluk pada awalnya adalah para budak di Kekhalifahan Abbasiyah. Sejak tahun 850 M, para khalifah Abbasiyah mengambil dan membawa para pemuda non-Muslim sebagai budak dan mendidik mereka menjadi tentara Muslim Sunni dalam pasukan budak. Para budak dalam pasukan Mamluk ini semakin lama jumlahnya semakin banyak.
Pada tahun 1144 M, seorang jenderal Mamluk bernama Imaduddin Zengi menaklukan Edessa, salah satu negara yang didirikan oleh orang Eropa setelah Perang Salib Pertama. Dia dibunuh oleh budaknya sendiri tidak lama setela itu, ketika dia ketahuan meminum anggur. Ketika pasukan Salib datang kembali untuk merebut lagi Edessa, putra Zengi, Nuruddin, berhasil menghalau mereka. Setelah itu Nuruddin mendirikan dinastinya sendiri dengan menaklukan Damaskus dari penguasa Muslim lokal.
Pada tahun 1100-an M, orang Mamluk lainnya bekerja kepada para sultan Ayyubiyah di Mesir dan Suriah, namun sedikit demi sedikit mereka mengambil kekuasaan dari para sultan itu. Pada tahun 1244 M, orang Mamluk menaklukan Yerusalem dari pasukan Salib. Pada tahun 1245 M raja Louis IX dari Prancis melancarkan Perang Salib Ketujuh untuk merebutnya kembali, namun dia malah ditangkap oleh Mamluk. Pada tahun 1250 M Syajar al-Durr, ibu dari sultan Ayyubiyah terakhir, membunuh putranya dan berkuasa sendiri. Dia mencetak uang dan membuat dekrit. Dia juga mengakhiri Perang Salib Ketujuh melalui negosiasi dan membiarkan Louis pergi. Syajar al-Durr dengan segera harus menikahi pemimpin Mamluk, Aybak, supaya tetap berkuasa, namun dia terus memerintah dan pada tahun 1257 dia membunuh Aybak. Setelah itu dia ditangkap dan dihukum mati. Ini membuat Mamluk dapat menguasai Mesir dan Suriah.
Wilayah terluas Kesultanan Mamluk Mesir
Dinasti Mamluk yang berkuasa pada masa ini disebut Bahri. Mereka kebanyakan berasal dari keluarga Turk dan Mongol. Mereka memerintah Mesir dan Suriah, dan kadangkala Jazirah Arab, hingga tahun 1382 M.
Ketika Mongol menyerbu Suriah pada tahun 1260 M, pasukan Mamluk berhasil mengalahkan mereka di Ain Jalut, dan mendesak pasukan Mongol mundur kembali ke Persia. Inilah pertama kalinya pasukan Mongol dikalahkan dalam suatu pertempuran besar. Pemimpin Mamluk dalam pertempuran tersebut, Baibars, kemudian menjadi sultan Mamluk seusai pertempuran.
Baibars dan pasukan Mamluknya mengalahkan pasukan Salib terakhir pada tahun 1263 M. Ketika itu terjadi pertempuran besar di Antiokhia, dan pada akhirnya 16000 tentara Kristen terbunuh sedangkan ribuan penduduk Antiokhia dijadikan budak.
Sejak tahun 1293 hingga 1340 M, sultan Al-Nasir berkuasa cukup lama, 47 tahun. Pada masa ini Mamluk amat kuat, dan istananya kaya dengan emas dan segala macam kemewahan. Namun periode kajayaan ini harus berakhir ketika wabah penyakit pes, yang disebut Muat Hitam, menimpa Kairo pada tahun 1347 M dan membunuh banyak penduduknya.
Setelah tahun 1382 M, kelompok Mamluk lainnya berkuasa dan mendirikan dinasti yang disebut Burj. Mereka kebanyakan merupakan orang Circassia. Tidak banyak terjadi peperangan pada masa dinasti Burj, namun mereka tetap merupakan pasukan yang tangguh, contohnya pada tahun 1426 M, Mamluk menaklukan pulau Siprus, pada tahun 1440 M mereka menyerang Rhodes meskipun gagal menguasainya.
Pada akhirnya kekuasaan orang Mamluk ditaklukan oleh Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1517M