Asal-usul Tarekat Sufi Dan Peranannya
Abdul Hadi W. M.
Asal-usul tarekat (al-tariqah) Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut. Di antara murid dan pengikut para Sufi terkemuka itu aktif mengikuti pendidikan formal di lembaga-lembaga pendidikan Sufi (ribbat, pesantren). Di antara Sufi yang memiliki banyak murid di antaranya ialah Junaid al-Baghdadi dan Abu Said al-Khayr.
Dalam mengikuti pendidikan formal itu para murid mendapat bimbingan dan pelatihan spiritual untuk mencapai peringkat kerohanian (maqam) tertentu dalam ilmu suluk. Di samping itu beberapa di antara mereka mendapat pengajaran ilmu agama, khususnya fiqih, ilmu kalam, falsafah dan tasawuf.
Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan hal(jamaknya ahwal, keadaan rohani). Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabbaatau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad(persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati).
Arti Tariqa /Tarekat
Kata al-tariqa berarti jalan, sinonim dengan kata suluk. Maksudnya ialah jalan kerohanian. Tariqa/tarekat kemudian ditakrifkan sebagai ‘Jalan kerohanian yang muncul disebabkan pelaksanaan syariat agama, karena kata syar (darimana kata syariat berasal) berarti jalan utama, sedang cabangnya ialah tariq (darimana kata tariqa berasal).’ Pengertian di atas menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh dalam ilmu tasawuf, melalui bimbingan dan latihan kerohanian dengan tertib tertentu, merupakan cabang daripada jalan yang lebih besar, yaitu Syariat. Termasuk di dalamnya ialah kepatuhan dalam melaksanakan syariat dan hukum Islam yang lain.
Para Sufi merujuk Hadis yang menyatakan, “Syariat ialah kata-kataku (aqwali), tarekat ialah perbuatanku (a`mali) dan hakekat (haqiqa) ialah keadaan batinku (ahwali), Ketiganya saling terkait dan tergantung. Kemunculan tarekat Sufi juga sering dirujuk pada Hadis yang menyatakan, “Setiap orang mukmin itu ialah cermin bagi mukmin yang lain” (al-mu`min mir`at al-mu`minin). Mereka, para Sufi, melihat dalam tingkat laku kerabat dan sahabat dekat mereka tercermin perasaan dan perbuatan mereka sendiri. Apabila mereka melihat kekeliruan dalam perbuatan tetangga mereka, maka mereka segera bercermin ke dalam perbuatan mereka sendiri. Dengan cara demikian ‘cermin kalbu mereka menjadi lebih jernih/terang’. Nampaklah bahwa introspeksi merupakan salah satu cermin paling penting dalam jalan kerohanian Sufi.
Kebiasaan di atas mendorong munculnya salah satu aspek penting gerakan Tasawuf, yaitu persaudaraan Sufi yang didasarkan atas Cinta dan saling bercermin pada diri sendiri. Persaudaraan Sufi inilah yang kemudian disebut Tarekat Sufi.
Munculnya tarekat membuat tasawuf berbeda dari gerakan zuhud (asketiK) yang merupakan cikal bakal tasawuf. Apabila gerakan zuhud mengutamakan ‘penyelamatan diri’ melalui cara menjauhkan diri dari kehidupan serba duniawi dan memperbanyak ibadah serta amal saleh, maka tasawuf sebagai organisasi persaudaraan (tariqa) menekankan pada ‘keselamatan bersama’. Di antaranya dalam bentuk pemupukan kepentingan bersama dan keselamatan bersama yang disebut ithar. Sufi yang konon pertama kali mempraktekkan ithar ialah Hasan al-Nuri, sufi abad ke-9 M dari Baghdad. Tarekatnya merupakan salah satu tarekat sufi awal dalam sejarah.
Yang disebut ithar ialah segala amalan dan perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan kerabat dan sahabat dekat, termasuk soal-soal yang berhubungan dengan masalah ekonomi, keagamaan, rumah tangga, perkawinan, pendidikan, dan lain sebagainya. Di antara prakteknya yang berkembang menjadi budaya hingga sekarang, ialah melayani kerabat atau tamu dengan penuh kegembiraan dan sebaliknya sang tamu menerima layanan itu dengan penuh kegembiraan pula. Dalam suasana akrab pula terjadi saling tukar informasi dan pikiran, dan sering pula dilanjutkan dengan kerjasama dalam perdagangan, serta rancangan untuk saling menjodohkan anak-anak mereka.
Kanqah
Biasanya sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang memiliki banyak murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh di negeri-negeri Islam. Mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi. Pada waktu itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia. Kanqah bukan hanya pusat para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal, termasuk dalam hal kepemimpinan.
Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan organisasi/perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah, arti harafiahnya sudut. Zawiyah ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari kanqah dan berfungsi sebagai tempat seorang Sufi menyepi. Di Jawa disebut pesujudan, di Turki disebut tekke (dari kata takiyah, menyepi).
Tempat lain lagi berkumpulnya Sufi ialah ribat. Ribat punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan perang, katakanlah sebagai tangsi atau barak militer. Pada masa berkecamuknya peperangan yang menyebabkan orang mengungsi, dan juga berakibat banyaknya tentara tidak aktif lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan dirubah menjadi tempat tinggal para Sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan mereka. Ribat biasanya adalah sebuah komplek bangunan yang terdiri dari madrasah, masjid, pusat logistik dan tempat kegiatan lain termasuk asrama, dapur umum, klinik dan perpustakaan. Dapur dibuat dalam ukuran besar, begitu pula ruang tamu dan kamar-kamar asrama. Ini menunjukkan bahwa ribat setiap kali dikunjungi banyak orang, selain tempat berkumpulnya banyak orang.
Pada abad ke-13 M ketika Baghdad ditaklukkan tentara Mongol, kanqah serta ribat dan zawiyah berfungsi banyak. Karena itu tidak heran apabila di berbagai tempat organisasi kanqah tidak sama. Ada kanqah yang menerima subsidi khusus dari kerajaan, ada yang memperoleh dana dari sumber swasta yang berbeda-beda, termasuk dari sumbangan para anggota tarekat. Kanqah yang mendapat dana dari anggota sendiri dan mandiri disebut futuh (kesatria), dan mengembangkan etika futuwwa (semangat kesatria).
Salah satu contoh kanqah terkemuka ialah Kanqah Sa`id al-Su`ada yang didirikan pada zaman Bani Mameluk oleh Sultan Salahudin al-Ayyubi pada tahun 1173 M di Mesir. Dalam kanqah itu hidup tiga ratus darwish, ahli suluk, guru sufi dan pengikut mereka, serta menjalankan banyak aktivitas sosial keagamaan. Organisasi kanqah dipimpin oleh seorang guru yang terkemuka disebut amir majlis.
Peranan
Sebagai bentuk organisasi sufi, tarekat ialah sebuah perkumpulan yang menjalankan kegiatan latihan rohani menggunakan metode tertentu. Biasanya metode itu disusun oleh seorang guru tasawuf yang juga ahli psikologi. Tarekat kadang disebut madzab, ri`aya dan suluk. Dalam tarekat seorang guru sufi (pir) membimbing seorang murid (talib) dalam cara berpikir dan berzikir; merasakan pengalaman keagamaan dan berbuat di jalan agama; serta bagaimana mencapai maqam (peringkat rohani) tertinggi seperti makrifat, fana dan baqa`, serta faqir.
Pada mulanya tarekat berarti metode kontemplasi (muraqabah) dan penyucian diri atau jiwa (tadzkiya al-nafs). Oleh karena semakin banyak orang yang ingin mendapat latihan rohani tersebut, maka tarekat kemudian tumbuh menjadi organisasi yang kompleks. Penerimaan dan pembai`atan murid pun harus melalui ujian tertentu yang cukup berat.
Pada abad ke-10 M tarekat dapat dibedakan dalam dua model:
1. Model Iraq, yang diasaskan oleh Syekh Junaid al-Baghdadi.
2. Model Khurasan, yang diasaskan oleh Bayazid al-Bhistami.
Perbedaan keduanya mula-mula disebabkan karena mengartikan tawakkul berbeda. Tetapi perbedaan yang paling jelas antara keduanya terlihat pada ciri dan penekanan latihan rohaniannya. Tarekat model Khurasan menekankan pada ghalaba (ekstase) dansukr (kemabukan mistikal). Sedangkan model Iraq menekankan pada sahw (sobriety).
Perbedaan lain: di Arab biasanya para sufi berkumpul di ribat, yang pada mulanya merupakan pos perhentian, rumah penginakan yang dahulunya ialah tangsi tentara. Sedangkan di Khurasan para sufi biasa berkumpul di kanqah atau sebuah pesanggrahan yang didirikan pengikut sufi yang kaya.Pesanggarahan berperanan sebagai rumah pristirahatan dan pertemuan informal.
Tarekat-tarekat sufi yang besar dan memiliki banyak pengikut, yang tersebar di berbagai negeri dan saling berhubungan satu dengan yang lain secara aktif, biasa mendirikan organisasi sosial keagamaan atau organisasi dagang, yang disebut ta`ifa. Organisasi semacam ini pada mulanya tumbuh di Damaskus pada akhir abad ke-13 setelah penaklukan tentara Mongol. Organisasi ini segera tumbuh di berbagai negeri Islam. Di antara tarekat-tarekat besar yang aktif membina afilisasi dengan gilda-gilda yang banyak bermunculan pada abad ke-13 – 16 M di seantero dunia Islam ialah Tarekat Qadiriyah, Tarekat Shadiliyah, Tarekat Sattariyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Sanusiyah, Tarekat Tijaniyah, dan lain sebagainya.
Pada akhir abad ke-13 M, setelah penaklukan bangsa Mongol (Hulagu Khan) atas Baghdad ahli-ahli tasawuf dan tarekat memainkan peranan penting dalam penyebaran agama Islam di India dan kepulauan Nusantara. Ini disebabkan hancurnya perlembagaan Islam dan terbunuhnya banyak ulama, cendekiawan, fuqafa, qadi, guru agama, filosof, ilmuwan, dan lain-lain akibat penghancuran kota-kota kaum Muslimin oleh tentara Mongol dan juga akibat Perang Salib yang berkepanjangan sejak abad ke-12 M. Hal ini dapat dimaklumi karena pada umumnya para ulama, cendekiawan, fuqaha, dan lain-lain itu berada di pusat-pusat kota dan sebagian besar bekerja di istana, sehingga ketika istana dan kota dihancurkan mereka pun ikut terbunuh.
Sebaliknya, para sufi pada umumnya adalah orang yang mandiri dan suka mengembara ke berbagai pelosok negeri untuk mencari ilmu atau menyebarkan agama. Mereka memiliki banyak pos-pos perhentian di seantera negeri Islam dan murid-murid yang bertebaran di berbagai tempat. Di antara pengikut mereka tidak sedikit pula para pedagang yang aktif melakukan pelayaran ke berbagai negeri disertai rombongan pemimpin tarekat serta para pengikutnya.
Di tempat tinggal mereka yang baru, para sufi itu aktif mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam, menyeru raja-raja Nusantara memeluk agama Islam, seraya mempelajari sistem kepercayaan masyarakat setempat dan kebudayaannya. Tidak sedikit pula dari mereka mempelopori lahir dan berkembangny tradisi intelektual dan keterpelajaran Islam, termasuk penulisan kitab keagamaan dalam bahasa setempat dan kesusastraan. Bangkitnya kesusastraan Islam di luar sastra Arab, seperti dalam bahasa Persia, Urdu, Turki Usmani, Sindhi, Swahili, Melayu, dan lain-lain dalam kenyataan dimulai dengan munculnya pengarang yang juga ahli tasawuf. Misalnya Hamzah Fansuri dan Bukhari al-Jauhari dalam kesusastraan Melayu.
Tokoh-tokoh mereka yang terkemuka sebagai guru kerohanian tidak hanya menguasai ilmu tasawuf, tetapi juga bidang ilmu agama lain seperti fiqih, hadis, syariah, tafsir al-Qur’an, usuluddin, ilmu kalam, nahu, adab atau kesusastraan, tarikh (sejarah), dan lain sebagainya. Bahkan juga tidak jarang yang menguasai ilmu ketabibab, ilmu hisab (arithmatika), mantiq (logika), falsafah, ilmu falaq (astronomi), perkapalan, perdagangan, geografi, pelayaran, dan lain sebagainya. Dalam berdakwah tidak jarang mereka menggunakan media kesenian dan juga menggunakan budaya lokal. Dengan itu segera agama ini mempribumi dan berkat kegiatan mereka pula, terutama di kepulauan Melayu, kebudayaan penduduk setempat dengan mudah diintegrasikan ke dalam Islam.
(Sumber Rujukan: (1) Tirmingham, The Sufi Order in Islam, 1972; (2) Anthony H. John, “Sufism as a Category in Indonesian Literature and History” JSAH 2, July 1961; (3) Seyyed Hossein Nasr, Living Sufism, 1980; (4) Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam; (5) Abdul Hadi W. M., Tasawuf Yang Tertindas: Kajian Hermeneutik Terhadap Karya-karya Hamzah Fansuri,2001; (6) S. A. Rizvi, A History of Sufism in India, 1978. AH WM)
www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/009/03.html
Pengertian Tarekat dan Sejarah Perkembangan
SEJARAH PERKEMBANGAN TAREKAT
a. Pengertian Tarekat
Kata Tarekat di ambil daribahasa arab, yaitu dari kata benda thoriqoh yang secara etimologis berarti jalan, metode atau tata cara. Adapun tarekat dalam terminologis (pengertian) ulama sufi; yang dalam hal ini akan saya ambil definisi tarekat menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi, dalam kitab Tanwir al- Qulub-nya adalah;
”Tarekat adalah beramal dengan syariat dengan mengambil/memilih yang azimah (berat) daripada yang rukhshoh (ringan); menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah; menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan batin; melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram, makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah; yang semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak menjadi seorang Syekh/Mursyid).”
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah)
maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Namun mursyid dalam tarekat tidak hanya membimbing secara lahiriah saja, tapi juga secara batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi antara seorang murid/salik dengan Rasulullah SAW dan Allah SWT.
Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya izin mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan beberapa penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Tasawuf dapat dipraktekkan dalam setiap keadaaan di mana manusia menemukan dirinya, dalam kehidupan tradisional maupun modern. Tarekat adalah salah satu wujud nyata dari tasawuf. Ia lebih bercorak tuntunan hidup praktis sehari-hari daripada corak konseptual yang filosofis. Jika salah satu tujuan tasawuf adalah al-Wushul ila Allah SWT (sampai kepada Allah) dalam arti ma’rifat, maka tarekat adalah metode, cara atau jalan yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan tasawuf tersebut.
Tarekat berarti jalan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri, atau perjalanan yana ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Orang yang bertarekat harus dibimbing oleh guru yang disebut mursyid (pembimbing) atau Syaikh. Syaikh atau mursyid inilah yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah serta rohaniah dan pergaulan sehari-hari. Bahkan ia menjadi perantara (washilah) antara murid dan Tuhan dalam beribadah.
Karena itu, seorang Syaikh haruslah sempurna dalam ilmu syariat dan hakekat. Di samping itu, untuk (dapat) wenjadi guru, ustadz atau Syaikh diperlukan syarat- syarat tertentu yang mencerminkan sikap orang tua yang berpribadi akhlak karimah dan budi pekerti yang luhur.
Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.
Tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.
Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.
b. Sejarah Perkembangan Tarekat
Banyak orang yang salah faham tentang tarekat, sehingga mereka tidak mau mengikutinya. Namun, mereka yang sudah mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana sebenarnya pengertian tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta manfaat mengikuti tarekat.
Asal-usul Tarekat Sufi
Asal-usul tarekat (al-tariqah) Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut.
Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan rohani). Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabba atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad (persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati).
Kehidupan para sufis abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan hidup para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi moral masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran bagi pertumbuhan sufisme abad tersebut.
Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika sosio-politik dunia Islam.
Arti Tariqa /Tarekat
Kata al-tariqa berarti jalan, sinonim dengan kata suluk. Maksudnya ialah jalan kerohanian. Tariqa/tarekat kemudian ditakrifkan sebagai ‘Jalan kerohanian yang muncul disebabkan pelaksanaan syariat agama, karena kata syar’ (darimana kata syariat berasal) berarti jalan utama, sedang cabangnya ialah tariq (darimana kata tariqa berasal).’ Pengertian di atas menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh dalam ilmu tasawuf, melalui bimbingan dan latihan kerohanian dengan tertib tertentu, merupakan cabang daripada jalan yang lebih besar, yaitu Syariat. Termasuk di dalamnya ialah kepatuhan dalam melaksanakan syariat dan hukum Islam yang lain.
Para sufi dalam melihat tingkat laku kerabat dan sahabat dekat mereka tercermin perasaan dan perbuatan mereka sendiri. Apabila mereka melihat kekeliruan dalam perbuatan tetangga mereka, maka mereka segera bercermin ke dalam perbuatan mereka sendiri. Kebiasaan di atas mendorong munculnya salah satu aspek penting gerakan tasawuf, yaitu persaudaraan sufi yang didasarkan atas cinta dan saling bercermin pada diri sendiri. Persaudaraan sufi inilah yang kemudian disebut Tarekat Sufi.
Munculnya tarekat membuat tasawuf berbeda dari gerakan zuhud yang merupakan cikal bakal tasawuf. Apabila gerakan zuhud mengutamakan ‘penyelamatan diri’ melalui cara menjauhkan diri dari kehidupan serba duniawi dan memperbanyak ibadah serta amal saleh, maka tasawuf sebagai organisasi persaudaraan (tariqah) menekankan pada ‘keselamatan bersama’. Di antaranya dalam bentuk pemupukan kepentingan bersama dan keselamatan bersama yang disebut ithaar. Sufi yang konon pertama kali mempraktekkan ithaar ialah Hasan al-Nuri, sufi abad ke-9 M dari Baghdad. Tarekatnya merupakan salah satu tarekat sufi awal dalam sejarah.
Kanqah dan Zawiyah
Biasanya sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang memiliki banyak murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh di negeri-negeri Islam. Mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi. Pada waktu itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia. Kanqah bukan hanya pusat para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal, termasuk dalam hal kepemimpinan.
Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan organisasi/perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah, arti harafiahnya sudut. Zawiyah ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari kanqah dan berfungsi sebagai tempat seorang Sufi menyepi. Di Jawa disebut pesujudan, di Turki disebut tekke (dari kata takiyah, menyepi).
Tempat lain lagi berkumpulnya Sufi ialah ribat. Ribat punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan perang, katakanlah sebagai tangsi atau barak militer. Pada masa berkecamuknya peperangan yang menyebabkan orang mengungsi, dan juga berakibat banyaknya tentara tidak aktif lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan dirubah menjadi tempat tinggal para Sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan mereka.
Sejarah Perkembangan TarekatMenjadi Pengawal MoralBanyak orang yang salah faham tentang tarekat, sehingga mereka tidak mau mengikutinya. Namun, mereka yang sudah mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana sebenarnya pengertian tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta manfaat mengikuti tarekat.
Asal-usul Tarekat Sufi Asal-usul tarekat (al-tariqah) Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut. Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan rohani). Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabba atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad (persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati). Kehidupan para sufis abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan hidup para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi moral masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran bagi pertumbuhan sufisme abad tersebut. Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika sosio-politik dunia Islam.
Arti Tariqa /TarekatKata al-tariqa berarti jalan, sinonim dengan kata suluk. Maksudnya ialah jalan kerohanian. Tariqa/tarekat kemudian ditakrifkan sebagai ‘Jalan kerohanian yang muncul disebabkan pelaksanaan syariat agama, karena kata syar’ (darimana kata syariat berasal) berarti jalan utama, sedang cabangnya ialah tariq (darimana kata tariqa berasal).’ Pengertian di atas menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh dalam ilmu tasawuf, melalui bimbingan dan latihan kerohanian dengan tertib tertentu, merupakan cabang daripada jalan yang lebih besar, yaitu Syariat. Termasuk di dalamnya ialah kepatuhan dalam melaksanakan syariat dan hukum Islam yang lain.Para sufi dalam melihat tingkat laku kerabat dan sahabat dekat mereka tercermin perasaan dan perbuatan mereka sendiri. Apabila mereka melihat kekeliruan dalam perbuatan tetangga mereka, maka mereka segera bercermin ke dalam perbuatan mereka sendiri. Kebiasaan di atas mendorong munculnya salah satu aspek penting gerakan tasawuf, yaitu persaudaraan sufi yang didasarkan atas cinta dan saling bercermin pada diri sendiri. Persaudaraan sufi inilah yang kemudian disebut Tarekat Sufi. Munculnya tarekat membuat tasawuf berbeda dari gerakan zuhud yang merupakan cikal bakal tasawuf. Apabila gerakan zuhud mengutamakan ‘penyelamatan diri’ melalui cara menjauhkan diri dari kehidupan serba duniawi dan memperbanyak ibadah serta amal saleh, maka tasawuf sebagai organisasi persaudaraan (tariqah) menekankan pada ‘keselamatan bersama’. Di antaranya dalam bentuk pemupukan kepentingan bersama dan keselamatan bersama yang disebut ithaar. Sufi yang konon pertama kali mempraktekkan ithaar ialah Hasan al-Nuri, sufi abad ke-9 M dari Baghdad. Tarekatnya merupakan salah satu tarekat sufi awal dalamsejarah.
Kanqah dan ZawiyahBiasanya sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang memiliki banyak murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh di negeri-negeri Islam. Mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi. Pada waktu itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia. Kanqah bukan hanya pusat para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal, termasuk dalam hal kepemimpinan.Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan organisasi/perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah, arti harafiahnya sudut. Zawiyah ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari kanqah dan berfungsi sebagai tempat seorang Sufi menyepi. Di Jawa disebut pesujudan, di Turki disebut tekke (dari kata takiyah, menyepi).Tempat lain lagi berkumpulnya Sufi ialah ribat. Ribat punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan perang, katakanlah sebagai tangsi atau barak militer. Pada masa berkecamuknya peperangan yang menyebabkan orang mengungsi, dan juga berakibat banyaknya tentara tidak aktif lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan dirubah menjadi tempat tinggal para Sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan mereka.
c. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Pengertian Taswwuf dan Tarekat, serta Hubungan Antara Keduanya
Secara ethimologi, tasawwuf berasal dari bahasa Arab yaitu katashuuf yang berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari bulu domba sebagai lambang merendahkan diri. Sedangkan secara terminology, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya definisi yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh. Dari beberapa definisi para sufi, Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.
Sedangkan tarekat sendiri, secara ethimologi berasal dari kata “Thoriqoh” yang berarti jalan. Dalam artian jalan yang mengacu kepada suatu system latihan meditasi maupun amalan- amalan yang dihubungkan dengan guru sufi. Istilah ini kemudian berkembang menjadi organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas, atau institusi yang menaungi paham tasawwuf.
Dari pengertian diatas, tampaklah pertalian yang sedemikian erat antara tasawwuf dan tarekat, bahwa antara keduanya tampak sulit dibedakan dan tak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Tasawwuf adalah sebuah ideology dari institusi yang menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan kata lain, tarekat merupakan madzhab-madzhab dalam tasawwuf. Dan tarekat merupakan implementasi dari suatu ajaran tasawwuf yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi sufi dalam rangka mengimplementasikan suatu ajaran tasawwuf secara bersama-sama.
d. Aliran Tarekat dalam Islam
Aliran-aliran Tarekat di Dunia Islam
Dari sekian banyak tarekat yang pernah muncul sejak abad ke-12 (abad ke-6 H) itu antara lain :
Tarekat Qadiriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yang wafat di Irak pada 1161 H) yang mempunyai penganut di Irak, Turki, Turbekistan, Sudan, Cina, India, dan Indonesia.
Tarekat Syadziliah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Asy-Syadzili, yang wafat di Mesir pada 1258 M), yang mempunyai pengikut di Mesir, Afrika Utara, Syiria, dan Negri-negri Arab lainnya. Pokok-pokok ajarannya antara lain :
- Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
- Mengikuti sunnah dalam segala perkataan dan perbuatan
- Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dari waktu membelakangi
- Kembali kepada Allah diwaktu senang dan susah
- Tarekat Rifaiyah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Ar-Rifai, yang wafat di Mesir pada 1182 M), yang mempunyai pengikut di irak dan di Mesir.
Tarekat Naqsabandiyah (dihubungkan kepada Syekh Bahaudin Naqsabandi yang wafat di Bukhara pada 1389 M), yang mempunyai pengikut di Asia Tenggara, Turki, India, Cina, dan Indonesia. Ciri-ciri tarekat Naqsabandiah antara lain :
- Berpegang teguh kepada aqidah ahlusunnah
- Meningggalkan ruqsah
- Memilih hokum-hukum yang azimah
- Senantiasa dalam muraqabah
- Tetap berhadapan dengan Tuhan
- Menghasilkan malakah hudhur (menghadirkan Tuhan dalam hati)
- Menyendiri ditengah keramaian serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi faedah
- Berpakaian dengan pakaian mukmin biasa
- Zikir tanpa suara[8]
- Tarekat Syatarriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdullah Asy-Sattari yang wafat di india pada 1236 M), yang mempunyai pengikut India dan Indonesia.
e. Pengaruh Tarekat dalam peradaban islam
Dalam perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik.
Tarekat memengaruhi dunia islam mula abad ke-13 kedudukan tarekat saat itu sama dengan partai politik. Bahkan tentara itu juga menjadi anggota tarekat.
Tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan organisasinya keseluruh pelosok negeri menguasai masyarakat melalui suatu jenjang yang terancang dengan baik, dan memberikan otomomi kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa atau kelompok desa ada wali lokalnya yang didukung dan dimuliakan sepanjang hidupnya, bahkan dipuja dan diagung-agungkan setelah kematiannya. Akan tetapi pada saat-saat itu telah terjadi penyelewengan dalam tarekat-tarekat.
Disamping itu tarekat pada umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia, tarekat mengandungkan banyak beribadah saja dan jangan mengikuti dunia ini karena anggapan, “dunia ini adalah bangkai maka yang mengejar dunia ini adalah anjing”. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian juga sifat tawakal, menunggu apa saja yang akan datang, qadha dan qadar yang sejalan denga faham Asy’ariyah. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat islam.
Oleh karena itu pada abad ke-19 timbul pemikiran yang sinis terhadap tarekat. Banyak orang yang menentang dan meninggalkan tarekat ini.
www.sarjanaku.com › Tasawuf
SEJARAH PERKEMBANGAN THARIQAT DI INDONESIA
SEJARAH PERKEMBANGAN THARIQAT DI INDONESIA
Pendahuluan
Berbicara tentang perkembangan tarekat di Indonesia tentu tidak akan bisa lepas dari agama Islam berasal. Islam berasal dari jazirah Arab dibawa oleh Rasulullah, kemudian diteruskan masa Khulafa ar-Rasyidin ini mengalami perkembangan yang pesat. Penyebarluasan Islam ini bergerak ke seluruh penjuru dunia. Islam datang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia.
Tarekat berasal dari bahasa Arab : tarekaq, jamaknya tara’iq. Secara etimologi berarti : (1) jalan, cara (al-kaifiyyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab);
Menurut istilah …tarekat berarti perjalanan seorang saleh (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan
Dalam tasawwuf seringkali dikenal istilah Thariqah, yang berarti jalan, yakni jalan untuk mencapai Ridla Allah. Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi menyatakan, At thuruk bi adadi anfasil mahluk, yang artinya jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya mahluk, aneka ragam dan macamnya. Orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati hati, karena : Ada yang sah dan ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima. (Mu’tabarah. Wa ghairu Mu’tabarah)
Ada beberapa hal yang menjadi penting dalam pembahasan sejarah perkembangan tarekat di Indonesia, yakni :
- Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tarekat
- Periodisasi sejarah perkembangan tarekat di Indonesia
- Penutup
- Pembahasan
- Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tarekat
Sebenarnya membicarakan tarekat, tentu tidak bisa terlepas dengan tasawuf karena pada dasarnya Tarekat itu sendiri bagian dari tasawuf. Di dunia Islam tasawuf telah menjadi kegiatan kajian keislaman dan telah menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Landasan tasawuf yang terdiri dari ajaran nilai, moral dan etika, kebajikan, kearifan, keikhlasan serta olah jiwa dalam suatu kehkusyuan telah terpancang kokoh. Sebelum ilmu tasawuf ini membuka pengaruh mistis keyakinan dan kepercayaan sekaligus lepas dari saling keterpengaruhan dengan berbagai kepercayaan atau mistis lainya. Sehingga kajian tasawuf dan tarekat tidak bisa dipisahkan dengan kajian terhadap pelaksananya di lapangan.
Dalam hal ini praktek ubudiyah dan muamalah dalam tarekat walaupun sebenarnya kegiatan tarekat sebagai sebuah institusi lahir belasan abad sesudah adanya contoh kongkrit pendekatan kepada Allah yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. kemudian diteruskan oleh Sahabat-sahabatnya, tabiin, lalu tabi’it taabiin dan seterusnya sampai kepada Auliyaullah, dan sampai sekarang ini. Garis yang menyambung sejak nabi hingga sampai Syaikh tarekat yang hidup saat ini yang lazimnya dikenal dengan Silsilah tarekat.
Tumbuhnya tarekat dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan kelahiran agama islam, yaitu ketika nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kalibertakhannus atau berkhalwat di gua Hira. Disamping itu untuk mengasingkan diri dari masyarakat Mekkah yang sedang mabuk mengikuti hawa nafsu keduniaan.
Takhannus dan khlalwat Nabi adalah untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh problematika dunia yang kompleks. Proses khalwat yang dilakukan nabi tersebut dikenal dengan tarekat. Kemudian diajarkan kepada sayyidina Ali RA. dan dari situlah kemudian Ali mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai akhirnya sampai kepada Syaikh Abd Qadir Djailani, yang dikelal sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah.
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali mengatakan bahwa : Tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/ maqamat. Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian,Pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brother hood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah. Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: system kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub.
- Periodisasi sejarah perkembangan tarekat di Indonesia
Kekurangan informasi yang bersumber dari fakta peninggalan agama Islam. Para kiai dan ulama kurang dan bahkan dapat dikatakan tidak memiliki pengertian perlunya penulisan sejarah.
Tidaklah mengherankan bila hal ini menjadi salah satu sebab sulitnya menemukan fakta tentang masa lampau Islam di Indonesia. Islam di Indonesia tidak sepenuhnya seperti yang digariskan Al-Qur’an dan Sunnah saja, pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa kitab-kitab Fiqih itu dijadikan referensi dalam memahami ajaran Islam di perbagai pesantren, bahkan dijadikan rujukan oleh para hakim dalam memutuskan perkara di pengadilan pengadilan agama.
Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap : Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan Persia disekitar pelabuhan (Terbatas). Kedua : datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan Spanyol di Fhilipina, sampai abad XIX M; Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan pemerintah Kolonial, terutama Belanda di Indonesia.
Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia. Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.
- Macam-macam Tarekat
Setidaknya ada ratusan tarekat yang telah berkembang di Dunia. Tentu untuk menjelaskan kesemua tarekat tersebut tidak cukup memuat di lembaran makalah yang hanya beberapa lembar ini. Untuk itu penulis hanya mengangkat beberapa tarekat saja yang paling tidak bisa memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada kita tentang Tarekat tersebut termasuk ajaran-ajarannya.
(1) Tarekat Qadiriyah.
Qadiriiyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Abdul al-Qadir Jailani yang terkenal dengan sebutan Syeikh Abd al-Qadir Jila al-Gawast al-Auliya. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spritualitas Islam, karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat di dunia. Kedati struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah kematiannya.
(2) Tarekat Syaziiliyah
Pendirinya yaitu Abu al-Hasan al-Syadzili. Nama legkapnya adalah Ali ibn Abdullah bin Abd Jabbar Abu al Hasan al-syadziili.
Beliau dilahirkan di desa Ghumarra. Terekat ini berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir, Sudan, suriah dan semenanjung Arabiyah, masuk Indonesia khususnya di Wilayah Jawa tengah dan Jawa Timur.
Adapun pemikiran pemikiran terkat al-Syaziliyah antara lain : Pertama, Tidak menganjurkan kepada muridnya untuk meninggalkan profesi dunia. Pandangannya mengenai pakaian, makanan dan kendaraan, akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT. Meninggalkannya yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur, dan berlebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman.
Kedua, Tidak mengabaikan dalam menjalankan syariat Islam. Ketiga, Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan..Keempat, Tidak ada larangan bagi kaum salik untuk menjadi Miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak tergantung pada harta yang dimilikinya. Seorang boleh saja mencari harta, namun jangan menjadi hamba dunia. Kelima, Berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan umat , berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi. Menurut ajaran tarekat Syaziliyah mudah dalam perkara ilmu dan akal. Ajaran serta latihan–latihan penyucian dirinya tidak rumit dan tidak berbelit-belit. Yang dituntut dari para pengikutnya adalah meninggalkan maksiat, harus memelihara segala yang diwajibkan oleh Allah SWT dan mengerjakan ibadah-ibadah yang disunnahkan sebatas kemampuan tanpa paksaan. Bila telah mencapai tingkat yang lebih tinggi, maka wajib melakukan zikrullah sekurang-kurangnya seribu kali dalam sehari semalam dan juga harus beristigfar sebanyak seratus kali dan membaca shalawat terhadap nabi Muhammad SAW sekurang kurangnya seratus kali sehari semalam.
(3) Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat ini adalah Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi. Lahir di Qashrul Arifah.
Ia mendapat gelar Syah yang menunjukkan posisinya yang penting sebagai pemimpin spiritual. Ia belajar Ilmu Tarekat pada Amir Sayyid Kulal al-Bukhari. Dari sinilah ia pertama belajar tarekat. Pada dasarnya tarekat ini bersumber dari Abu Ya’qub Yusuf al-Hamdani, seorang sufi yang hidup sezaman dengan Abdul Qadir Jailani.
Pusat perkembangan Tarekat Tarekat Naqsyabandiyah adalah di Asia Tengah, ke Turki, India, Mekkah termasuk ke Indonesia, melalui Jemaah Haji yang pulang ke Indonesia. Dalam perkembangannya mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : Gerakan Pembaharuan dan politik. Penaklukan Makkah oleh Abd al-Aziz bin Saud berakibat besar terhambatnya perkembangan tarekat Naqsabandiyah. Karena sejak saat itu kepemimpinan di Makkah diperintah oleh kaum Wahaby yang mempunyai pandangan buruk terhadap tarekat.
Sejak itu tertutuplah kemungkinan untuk mengajarkan tarekat ini di Makkah bagi Jamaah haji khususnya dari Indonesia yang setiap dari generasi banyak dari mereka masuk tarekat.
Tarekat Naqsabandiyah mempunyai beberapa tata cara peribadatan, teknik spiritual dan ritual tersendiri, antara lain adalah : Pertama, Husy dar dam , Suatu latihan konsentrasi dimana seorang harus menjaga diri dari kehkilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan kehadiran Allah SWT . Kedua, Nazhar bar Qadam, “Menjaga langkah”. Seorang murid yang sedang menjalani khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala , melihat kearah kaki. Dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan. Ketiga, Safar dar wathan.” Melakukan perjalan di tanah kelahirannya”. Maknanya melakukan perjalanan bathin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai mahluk yang mulia. Keempat, Khalwat dari anjuman, ” Sepi di tengah keramaian”.Kelima, Yad krad, ” Ingat atau menyebut”. Berzikir terus menerus mengingat Allah, baik zikir Ism al-Dzat(menyebut nama Allah)maupun zikir naïf Itsbat ( Menyebut La Ilaha Illa Allah )
(4) Tarekat Khalwatiyah. Nama tersebut diambil dari nama seorang sufi ulama dan pejuang Makassar yaitu Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Mahasin al-Taj al-Khalwaty al-Makassary.
Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama kita. Keduanya dikenal dengan nama Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman.
Tarekat Khalwatiyah ini hanya menyebar dikalangan orang Makassar dan sedikit orang bugis. Para khalifah yang diangkat terdiri dari orang Makassar sehingga secara etnis tarekat ini dikaitkan dengan suku tersebut.
Beliau yang pertama kali menyebarkan tarekat ini ke Indonesia. Guru beliau Syaikh Abu al- Baraqah Ayyub al-Kahlwati al-Quraisy.
bergelar ” Taj al- Khalwaty” sehingga namanya menjadi Syaikh Yusuf Taj al-Khalwaty. Al-Makassary dibaiat menjadi penganut Tarekat Khalwatiyah di Damaskus Ada indikasi bahwa tarekat yang dijarkan merupakan penggabungan dari beberapa tarekat yang pernah ia pelajari, walaupun Tarekat Khalwatiyah tetap yang paling dominan.
Adapun dasar ajaran Tarekat khalwatiyah adalah : Pertama, Yaqza maksudnya kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah SWT. Yang maha Agung. Kedua, Taubah Mohon ampun atas segala dosa. Ketiga, Muhasabah, menghitung-hitung atao introspeksi diri. Keempat, Inabah, berhasrat kembali kepada Allah. Kelima, Tafakkur Merenung tentang kebesaran Allah. Keenam, I’tisam selalu bertindak sebagai Khalifah Allah di bumi. Ketujuh, Firar Lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak berguna. Kedelapan, Riyadah melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya. Kesembilan, Tasyakur, selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi dan memujinya. Kesepuluh, Sima’ mengkonsentrasikan seluruh anggota tubuh dan mengikuti perintah-perintah Allah terutama pendengaran.
(5) Tarekat Syattariyah. Pendirinya tarekat Syaikh Abd Allah al-Syathary. Jika ditelusuri lebih awal lagi tarekat ini sesunggguhnya memiliki akar keterkaitan dengan tradisi Transoxiana, karena silsilahnya terhubungkan kepada Abu Yazid al-Isyqi, yang terhubungkan lagi kepada Abu yazid al- Bustami dan Imam Ja’far Shadiq. Tidak mengherankan kemudian jika tarekat ini dikenal dengan nama Tarekat Isyqiyyah di Iran, atau Tarekat Bistamiyah di Turki Utsmani. Sekitar abad ke lima cukup popular di Wilayah Asia Tengah, sebelum akhirnya memudar dan pengaruhnya digantikan oleh Tarekat Naqsabandiyah.
Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek dzikir dalam ajarannya. Para pengikut tarekat ini mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupan asketisme atau zuhud. Untuk menjalaninya seseorang terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat akhyar (orang yang terpilih) dan Abrar (orang yang terbaik). Ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat Syattariyah ini, Sebagaimana yang di kutip dalam Ensiklopedi Islam
yaitu : Tobat, Zuhud, Tawakkal, Qanaah, Uzlah, Muraqabah, Sabar, Ridha, Dzikir dan Musyaahadah (menyaksikan Keindahan, kebesaran dan kemuliaan AllahSWT Dzikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu : Kesatu, Menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, Kedua, menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan Keindahan-Nya, Ketiga, menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut.
(6) Tarekat Sammaniyah.
Didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i al-samman, lahir di Madinah dari keluarga Quraisy. Di kalangan muridnya ia lebih di kenal dengan nama al-Sammany atau Muhammad Samman. Beliau banyak menghabiskan hidupnya di Madinah dan tinggal di rumah bersejarah milik Abu Bakar As-siddiq.
Guru – guru beliau Muhammad Hayyat seorang muhaddits di Haramain sebagai penganut tarekat Naqsyabandiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang penentang bid’ah dan praktik-praktik syirik serta pendiri Wahabiyah.
Muhammad Sulaiman Al-Qurdi, Abu Thahir Al-Qur ani, Abdul Allah Al-Basri, dan Mustafa bin Kamal Al-Din Al-Bakri. Mustafa bin kamal Al-Din al-Bakri (Mustafa Al-Bakri) adalah guru bidang tasauf dan tauhid dan merupakan Syaikh Tarekat Khalwatiyah yang menetap di Madinah.
Samman membuka cabang tarekat Al-Muhammadiyah.
Samman belajar tarekat Khalwatiyah, Naqshabandiyah, Qadiriyah, Syadziliyah. Dengan masuk menjadi murid tarekat Qadiriyah ia dikenal dengan nama Muhammad Bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Samman dalam perjalanan belajarnya itu ternyata tarekat Naqsabandiyah juga banyak mempengaruhinya, sementara itu tarekat Syadziliyah juga dipelajari oleh Samman sebagai Tarekat yang mewakili tradisi tasauf Maghribi.
Dari beberapa ajaran tarekat yang dipelajarinya, Samman akhirnya meracik tarekat tersebut, termasuk memadukan tekhnik-tekhnik zikir, bacaan bacaan, dan ajaran mistis lainnya, sehingga menjadi satu nama tarekat yaitu tarekat Sammaniyah.
Tarekat Sammaniyah ini juga berkembang di Nusantara, menurut keterangan dari Snouck Haugronje selama tinggal di Aceh, ia menyaksikan tarekat ini telah dipakai oleh masyarakat setempat.
selain itu Tarekat ini juga banyak berkembang di daerah lain terutama di Sulawesi selatan. Dan menurut keterangan Sri Muliyati bahwa dapat dipastikan bahwa di daerah Sulawesi Selatanlah Tarekat Sammaniyah yang terbanyak pengikutnya hingga kini.
Ajaran-ajaran pokok yang terdapat Tarekat ini adalah :
- Tawassul, Memohon berkah kepada pihak-pihak tertentu yang dijaadikan wasilah(perantara) agar maksud bisa tercapai. Obyek tawasul tarekat ini adalah Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, asma-asma Allah, para Auliya, para ulama Fiqih, para ahli Tarekat, para ahli Makrifat, kedua orang tua
- Wahdat al-Wujud, merupakan tujuan akhir yang mau di capai oleh para sufi dalam mujahadahnya.Wahdatul wujud merupakan tahapan dimana ia menyatu dengan hakikat alam yaitu Hakikat Muhammad atau nur Muhammad
- Nur Muhammad . Nur Muhammad merupakan salah satu rahasia Allah yang kemudian diberinya maqam. Nur Muhammad adalah pangkal terbentuknya alam semesta dan dari wujudnya terbentuk segala makhluk
- Insan Kamil, dari segi syariat Wujud Insan kamil adalah Muhammad dan sedang dari segi hakekat adalah Nur Muhammad atau hakekat Muhammad, Orang Islam yang berminat menuju Tuhan sampai bertemu sampai bertemu denganya harus melewati koridor ini yaitu mengikuti jejak langkah Muhammad.
(7) Tarekat Tijaniyah
Didirkan oleh syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani, lahir di ‘Ain Madi, Aljazair Selatan, dan meninggal di Fez, Maroko. Syaikh Ahmad Tijani diyakini sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi, dan memiliki banyak keramat,
menurut pengakuannya, Ahmad Tijani memiliki Nasab sampai kepada Nabi Muhammad . Silsilah dan garis nasabnya adalah Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Salim bin al-Idl bin salim bin Ahmad bin Ishaq bin Zain al Abidin bin Ahmad bin Abi Thalib, dari garis sitti Fatimah al-Zahra binti Muhammad Rasulullah SAW. Ahmad Tijani lahir dan di besarkan dalam lingkungan tradisi keluarga yang taat beragama. Beliau memperdalam ilmu kepada para wali besar di berbagai Negara seperti Tunis, Mesir, Makkah, Medinah, Maroko. Kunjungan itu untuk mecari ilmu-ilmu kewalian secara lebih luas, sehingga ia berhasil mencapai derajat kewalian yang sangat tinggi.
Selanjutnya tarekat ini berkembang di Negara Afrika seperti Sinegal, Mauritania, Guinea, Nigeria, dan Gambia, bahkan sampai ke luar Afrika termasuk Saudi Arabia dan Indonesia.
Tarekat Tijaniah masuk ke Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi ada fenomena yang menunjukkan gerakan awal Tarekat Tijaniyah yaitu : Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib dan adanya pengajaran Tarekat Tijaniyah di Pesantren Buntet Cirebon. Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib tidak diketahui secara pasti tahunnya. Menurut penjelasan GF. Pijper dalam buku Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di Indonesia abad 20 sebagaimana yang di kutip oleh Sri Muliyati bahwa Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib datang pertama kali ke Indonesia, saat menyebarkan Tarekat Tijaniyah ini di Tasikmalaya.
Berdarkan kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib ke pulau Jawa, maka Tarekat Tijaniyah ini diperkirakan datang ke Indonesia pada awal abad ke 20 M. namun menurut Pijper, sebelum tahun 1928 Tarekat Tijaniyah belum mempunyai pengikut di pulau jawa. Pijper menjelaskan bawha Cirebon merupakan tempat pertama diketahui adanya gerakan tarekat Tijaniyah. Pada bulan Maret 1928 pemerintah Kolonial mendapat laporan bahwa ada gerakan keagamaan yang dibawa oleh guru agama ( Kiyai) yag membawa ajaran Tarekat baru yaitu Tijaniyah.
Dari Cirebon ini kemudian menyebar secara luas ke daerah-daerah di pulau Jawa melalui murid-murid pesantren Buntet ini. Perkembanga tarekat ini pada akhirnya bukan hanya dari pesantren Buntet di Cirebon tetapi juga dari luar Cirebon. Seperti Tasikmalaya, Brebes dan Ciamis. Selanjutnya Mengenai ajaran ajaran Tarekat ini, pada dasarnya hampir
sama dengan tarekat-tarekat yang telah berkembang sebelumnya pendekatan kepada Allah melalui Dzikir. Ajaran Tarekat ini cukup sederhana , yaitu perlu adanya perantara ( wasilah) antar manusia dan Tuhan . Perantara itu adalah
dirinya sendiri dan para pengganti/wakil/naibnya. Pengikut-pengikutnya dilarang keras mengikuti guru-guru lain yang manapun , bahkan ia dilarang pula untuk memohon kepada wali dimanapun selain diriya.
sama dengan tarekat-tarekat yang telah berkembang sebelumnya pendekatan kepada Allah melalui Dzikir. Ajaran Tarekat ini cukup sederhana , yaitu perlu adanya perantara ( wasilah) antar manusia dan Tuhan . Perantara itu adalah
dirinya sendiri dan para pengganti/wakil/naibnya. Pengikut-pengikutnya dilarang keras mengikuti guru-guru lain yang manapun , bahkan ia dilarang pula untuk memohon kepada wali dimanapun selain diriya.
Secara umum amalan zikir (wirid) dalam Tarekat Tijaniyah terdiri dari tiga unsur pokok yaitu, Istigfar, Shalawat, dan Hailalah. Inti ajaran zikir dalam Tarekat Tijaniyah adalah sebagai upaya mengosongkan jiwa dari sifat-sifat lupa terhadap Allah dan mengisinya secara terus menerus dengan menghadirkan jiwa kepada Allah SWT melalui zikir terhadap zat, sifat-sifat, hukum-hukum dan perbuatan Allah. Zikir tersebut mencakup dua bentuk,
yaitu zikir bil al-Lisan dan zikir bi al-Qalb.
Adapun bentuk amalan wirid Tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis yaitu, Wirid Wajibah dan wirid Ikhtiyaariyah, Wirid Wajibah yakni wirid yang wajib diamalkan oleh setiap murid Tijaniyah, tidak boleh tidak dan menjadi ukuran sah atau tidaknya
menjadi murid Tijaniyah. Wirid Ikhtiyariyah yakni Wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk mengamalkannya, dan tidak menjadi ukuran syarat sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah. Wirid Wajibah ini
terbagi lagi menjadi tiga yaitu (1)Wirid Lazimah, (2)Wirid Wadzifah, (3)Wirid hailalah.
terbagi lagi menjadi tiga yaitu (1)Wirid Lazimah, (2)Wirid Wadzifah, (3)Wirid hailalah.
(8) Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Tarekat ini adalah merupakan tarekat gabungan dari tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah (TQN). Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang terdapat di Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama. Tarekat ini lebih merupakan sebuah tarekat yang baru dan berdiri yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Tarekat ini didirikan oleh OrangIndonesia Asli yaitu Ahmad Khatib Ibn al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan abad kesembilan belas.
Bila dilihat dari perkembangannya Tarekat ini bisa juga disebut “Tarekat Sambasiyah” Tapi Nampaknya Syaikh al-Khatib tidak menamakan tarekatnya dengan namanya sendiri. berbeda dengan guru-gurunya yang lain yang memberikan nama tarekatnya sesuai dengan nama pengembangnya.
Sebagaimana kebiasaan ulama-ulama sebelumnya untuk memperdalam ilmu agama, kiranya mereka berangkat ke Makkah untuk memperdalam ilmu yang mereka miliki. Demikian pula halnya dengan Ahmad Khatib, ia berangkat ke Makkah untuk belajar Ilmu-ilmu Islam termasuk tasawuf dan mencapai posisi yang sangat di hargai diantara teman-temannya dan kemudian menjadi seorang tokoh yang berpengaruh di seluruh Indonesia. Diantara gurunya adalah Syaikh Daud bin Abd Allah bin Idris al Fatani, Syaikh Muhammad Shalih Rays, selain itu ia juga banyak mengikuti dan menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan oleh Syaikh Bishry al-Jabaty, Sayyid ahmad al-Marzuki, Sayyid abd Allah ibn Muhammad al- Mirghany.
Sebagaimana di singgung sebelumnya bahwa tarekat ini mengambil dua nama tarekat yang telah berkembang sebelumnya yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Tarekat Qadariyah sendiri dibangun oleh Abd Qadir Jilai
yang mengacu pada tradisi Mazhab Iraqy yang dikembangkan oleh al-Junaid, sedangkan Tarekat Naqsyabandiyah dibangun oleh Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi yang didasarkan kepada tradisi al-Khurasany yang dipelopori oleh al-Bisthami. Di samping itu
keduanya juga mempunyai cara-cara yang berbeda terutama dalam menerapkan cara dan teknik berzikir. Qadiriyah lebih mengutamakan pada penggunaan cara-cara zikir keras dan jelas ( dzikr Jahr ), dalam menyebutkan Nafy dan Itsbath, yakni Kalimat La Ilaaha Illa Allah. Sementara Naqsyabandiyah lebih suka memilih dzikir dengan cara yang lembut dan samar ( Dzikr Khafy), pada pelafalan Ism al-Dzat,Yakni Allah-Allah-Allah. Tarekat ini mengajarkan tiga syarat yang harus dipenuhi orang yang sedang berjalan menuju Allah, yaitu zikir diam dalam mengingat , merasa selalu diawasi oleh Allah di dalam hatinya dan pengabdian kepada Syaikh.Aturan dzikir yang telah diformulasikan oleh Syaikh Ahmad Khatib pada Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah dalam bentuk Nafyi wa Itsbat atau dengan Ism al-Dza, merupaka satu bentuk bimbingan praktis yang didorong dan didasari ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga Thariqah, jalan spritualnya diformulasikan sedemikian rupa sehingga berzikir (mengingat Allah) menjadi
Pertama, Salik hendaklah berkonsentrasi dan membersihkan hatinya dari segala cela sehingga dalam hati dan fikirannya tidak ada sesuatu pun selain Zat Allah, Kemudian meminta limpahan karunia dan kasih sayangnya serta pengenalan yang sempurna melalui perantaraan Mursyid (Syaikh). Kadua
ketika mengucapkan lafal-lafal dzikir terutama Nafyi wa Itsbat La Ilaaha Illa Allah, hendaknya salik menarik gerakan melalui suatu trayek dibadannya, dari pusat perut sampai ke otak kepalanya. Kemudian ditarik kearah bahu kanan dan dari sana dipukulkan dengan keras ke jantung. Disini kepala juga ikut bergerak sesuai dengan trayek zikir. Dari bawah ke atas ditarik kata” La ” dengan ukuran tujuh mad, kemudian kata ilaha ditarik ke bahu kanan dengan ukuran yang sama dan akhirnya kata ” illallah ” dipukulkan ke jantung dengan ukuran yang lebih lama sekitar tiga mad. Dan yang ketiga dengan memusatkan zikir pada titik-titik halus (Lathaif) dalam anggota badan. Titik-titik halus semacam Lathifah al-Qalb terletak di bawah susu kiri berukuran dua jari. Lathifah ar-Ruh terletak di bawah susu kanan berukuran dua jari. Lathifah as-Sirr terletak bertepatan dengan susu kiri berukuran dua jari. Lathifah al-Khafy letaknya bertepatan dengan susu kanan berukuran dua jari. Lathifah al-akhfa letaknya di tengah dada dan Lathifah an-Nafs letaknya dalam dahi dan seluruh kepala. Seadangkan unsur unsur yang empat (Anashir al-Arbaah) adalah seluruh anggota badan harus merasakan zikir dan merasakan hakikatnya. Maka di sinilah seluruh anggota badan dituntut untuk menyempurnakan dan melengkapi dalam membantu gerak zikir Lathaif.tadi.C. Penutup dan Kesimpulan
- Berdasarkan Uraian sebelumnya dapat difahami bahwa Tarekat
sebanarnya telah ada Sejak munculnya Islam yakni tatkala Rasulullah
SAW melakukan Takhannus atau berkhalwat di Gua Hira. Apa yang
dilakukan Rasullah ini selain untuk mencari ketenangan hati dan
kebersihan jiwa juga yang terpenting adalah mendekatkan diri kepada
Allah SWT dengan khusyu. Sebagaimana pula halnya para penganut
Tarekat pada Umumnya yang berusaha memaknai hidup ini dengan
berusaha semaksimal mungkin mendekatkan diri kepada Allah SWT
melalui Tarekat. - Banyaknya Tarekat-tarekat yang tumbuh dan berkembang di Dunia
Islam (Dinasti-dinasti Islam di Persia atau Jazirah arab dan sekitarnya) berdampak pula dengan menyebarkan Tarekat-tarekat ini di Nusantara. Diantara Faktor yang menyebabkan cepatnya tarekat ini berkembang di Nusantara adalah karena jalur perdagangan melalui laut yang sudah lancer yang bisa menghubungkan satu daerah dengan daerah lain di Nusantara bahkan di Dunia, Faktor lainnya adalah adanya kesadaran Ulama-ulama Indonesia untuk mendalami ilmu agama khususnya di luar Nusantara seperti di Makkah. - Tarekat tidak bisa dibatasi dari aspek pemaknaan saja bersadarkan
pemahaman yang telah berkembang sebelumnya yakni bahwa Tarekat
merupakan jalan atau metode yang ditempuh untuk mendekatkan diri
sedekat mungkin dengan Allah SWT. Kenyataannya bahwa Tarekat itu memiliki makna lain yang bisa lebih spesifik misalnya Tarekat di maknai sebagai faham Mistik yang dapat mendatangkan kekuatan gaib dan semacamnya.
Sejarah timbulnya tarekat
Ditinjau dari segi historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai suatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti. Namun menurut Asy-Syibi dalam buku Anwar (2008: 207) mengungkapkan tokoh yang pertama kali memperkenalkan sistem thariqat (tarekat) adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani di Baghdad, Sayyid Ahmad Ar-Rifa’I di Mesir dengan tarekat Riffa’iyah, dan Jalal Ad-din Ar-Rumi di Parsi. Tarekat pada awal kemunculannya memang dibawa oleh ketiga tokoh diatas, menurut teori lain tentang sejarah kemunculan tarekat yang dikemukakan oleh John O Voll dalam buku Anwar (2008: 208) adalah: Ia menjelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap Islam muncul sejak awal sejarah islam, dan para sufi yang mengembangkan jalan-jalan spiritual personal mereka dengan melibatkan praktik-prektik ibadah, pembacaan kitab suci, dan kepustakaan tentang kesalehan. Para sufi ini terkadang terlibat konflik dengan otoritas-otoritas dalam komunitas islam dan memberikan alternative terhadap orientasi yang lebih bersifat legalistik, yang disampaikan kebanyakan ulama. Namun, para sufi secara bertahap menjadi figur-figur penting dalam kehidupan keagamaan di kalangan penduduk awam dan mulai mengumpulkankelompok-kelompok pengikut yang diidentifikasi dan diikat bersama oleh jalan tasawuf khusus (tarekat) sang guru. Menjelang abad ke-12 M (ke-5 H), jalan-jalan ini mulai menyediakan basis bagi kepengikutan yang lebih permanen, dan tarekat-tarekat sufi pun muncul sebagai organisasi sosial utama dalam komunitas islam. Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu khurasan (Iran) dan mesepotamia (Irak).
Perkembangan tarekat Pertumbuhan tarekat telah dimulai sejak abad ke-3 dan ke-4 H, namun perkembangan dan kemajuannya terjadi pada abad ke-6 dan ke-7 H. Menurut Fata (2011: 2) awal perkembangan tarekat yang mulai dikenal oleh kalangan banyak adalah: Tarekat telah dikenal di dunia Islam terutama di abad ke 12/13 M (6/7 H) dengan hadirnya tarekat Qadiriyah yang didasarkan pada sang pendiri Abd Qadir al-Jailani (1077-1166 M), seorang ahli fiqih Hanbalian yang memiliki pengalaman mistik mendalam. Setelah al-Jilani wafat, ajaran-ajarannya dikembangkan oleh anak-anaknya dan menyebar luas ke Asia Barat dan Mesir. Tarekat Qadiriyah ini mengikuti corak tasawufnya al-Gazali, yaitu tasawuf suni. Pada perkembangannya, kata tarekat mengalami pergeseran makna. Jika pada awalnya tarekat berarti jalan yang ditempuh oleh seorang sufi dalam memndekatkan diri kepada Allah maka pada tahap selanjutnya istilah tarekat digunakan untuk menunjuk pada suatu metode psikologi yang dilakukan oleh guru tasawuf (mursyid) kapada muridnya untuk mengenal tuhan secara mendalam. Dari sinilah, terbentuklah suatu tarekat, dalam pengertian “jalan menuju tuhan di bawah bimbingan seorang guru”. Setelah suatu tarekat memiliki anggota yang cukup banyak maka tarekat tersebut kemudian dilembagakan dan menjadi sebuah organisasi tarekat. Pada tahap ini, tarekat dimaknai sebagai “organisasi sejumlah orang yang berusaha mengikuti kehidupan tasawuf”. Dengan demikian, menurut Huda (2008: 63) di dunia islam dikenal beberapa tarekat besar, seperti Tarekat Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syathariyah, Sammaniyah, Khalwatiyah, Tijaniyah, Idrisiyah, dan Rifaiyah. Dilihat dari ajaran ortodoks Islam, menurut Huda (2008: 63) ada tarekat yang dipandang sah (mu’tabarah) dan ada pula tarekat yang dianggap tidak sah (ghair mu’tabarah). Penjelasan dari keduanya yaitu: Suatu tarekat dianggap sah jika memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga amalan dalam tarekat tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara syari’at. Sebaliknya, jika suatu tarekat tidak memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga ajaran tarekat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara syari’at maka ia dianggap tidak memiliki dasar keabsahan dan oleh karenanya disebut tarekat yang tidak sah (ghair al-mu’tabarah). Tarekat-tarekat di seluruh dunia islam mengambil beragam bentuk. Rentangnya, mulai dari tarekat sederhana berupa serangkaian kegiatan ibadah hingga organisasi antarwilayah yang amat besar dengan struktur yang diartikan secara hati-hati.
Tarekat di Indonesia Pertumbuhan dan perkembangan tarekat di Indonesia berjalan seiring dengan perkembangannya di Negara-negara islam. Setiap putra Indonesia yang kembali dari menuntut ilmu di Mekkah dapat dipastikan membawa ijazah dari syaiknya untuk mengajarkan tarekat tertentu di Indonesia. Menurut Shihab (2009: 186) murid yang mengajarkan tarekat setelah berguru di mekkah mereka adalah: Fansuri, adalah syaikh tarekat Qadiriyah; Al-Raniri adalah syaikh tarekat Riffaiyah; ‘Abdul Al-Rouf Sinkel adalah syaikh tarekat Syattariyah; dan Al-Palimbani adalah syaikh tarekat sammaniyah. Bahkan yang disebut terakhir mengarang buku khusus yang menjelaskan kaidah dan syarat-syarat untuk menjadi pengikut Sammaniyah. Mereka merupakan syaikh yang memperkenalkan tarekat-tarekat tersebut di Indonesia. Di antara tarekat-tarekat yang umumnya memperoleh simpati dan banyak pendukungnya di Indonesia adalah tarekat Khalwatiyah, Syatariyah, Qadiriyah, dan ‘Alawiyah. Khalwatiyah kebanyakan pengikutnya berasal dari Sulawesi Selatan, tarekat Syatariyah kebanyakan muridnya dari Sumatera Selatan, kamudian tarekat Qadiriyah banyak tersebar di berbagai wilayah Indonesia, sementara itu tarekat ‘Alawiyah tersebar di Indonesia melalui keturunan ‘Alawiyyin dan murid-muridnya. Di samping itu, terdapat pula tarekat Naqsabandiyah yang merupakan tarekat terbesar di Indonesia, Syadziliyah, Rifa’iyah, Idrisiyah, Sanusiyah, Tijaniyah, dan Aidrusiyah. Petunjuk tentang penyebaran dan diterimanya tarekat-tarekat ini oleh masyarakat Indonesia adalah bahwa kebanyakan ulama yang kembali dari Hijaz menganut tarekat tersebut dan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh sebab itu, bentuk tarekat di Indonesia, seperti halnya di negeri muslim, tidak lain merupakan kesinambungan dari tasawuf suni Al-Ghazali. Selanjutnya, ada pula tarekat-tarekat yang bersifat lokal dalam arti tidak berafeliasi kepada salah satu tarekat popular di negeri lain, seperti tarekat Wahiddiyah dan Shiddiqiyah di Jawa Timur, tarekat Syahadatain di Jawa Tengah, dan sebagainya.
galerymakalah.blogspot.com/.../sejarah-dan-perkembangan-tarekat.html
Ditinjau dari segi historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai suatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti. Namun menurut Asy-Syibi dalam buku Anwar (2008: 207) mengungkapkan tokoh yang pertama kali memperkenalkan sistem thariqat (tarekat) adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani di Baghdad, Sayyid Ahmad Ar-Rifa’I di Mesir dengan tarekat Riffa’iyah, dan Jalal Ad-din Ar-Rumi di Parsi. Tarekat pada awal kemunculannya memang dibawa oleh ketiga tokoh diatas, menurut teori lain tentang sejarah kemunculan tarekat yang dikemukakan oleh John O Voll dalam buku Anwar (2008: 208) adalah: Ia menjelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap Islam muncul sejak awal sejarah islam, dan para sufi yang mengembangkan jalan-jalan spiritual personal mereka dengan melibatkan praktik-prektik ibadah, pembacaan kitab suci, dan kepustakaan tentang kesalehan. Para sufi ini terkadang terlibat konflik dengan otoritas-otoritas dalam komunitas islam dan memberikan alternative terhadap orientasi yang lebih bersifat legalistik, yang disampaikan kebanyakan ulama. Namun, para sufi secara bertahap menjadi figur-figur penting dalam kehidupan keagamaan di kalangan penduduk awam dan mulai mengumpulkankelompok-kelompok pengikut yang diidentifikasi dan diikat bersama oleh jalan tasawuf khusus (tarekat) sang guru. Menjelang abad ke-12 M (ke-5 H), jalan-jalan ini mulai menyediakan basis bagi kepengikutan yang lebih permanen, dan tarekat-tarekat sufi pun muncul sebagai organisasi sosial utama dalam komunitas islam. Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu khurasan (Iran) dan mesepotamia (Irak).
Perkembangan tarekat Pertumbuhan tarekat telah dimulai sejak abad ke-3 dan ke-4 H, namun perkembangan dan kemajuannya terjadi pada abad ke-6 dan ke-7 H. Menurut Fata (2011: 2) awal perkembangan tarekat yang mulai dikenal oleh kalangan banyak adalah: Tarekat telah dikenal di dunia Islam terutama di abad ke 12/13 M (6/7 H) dengan hadirnya tarekat Qadiriyah yang didasarkan pada sang pendiri Abd Qadir al-Jailani (1077-1166 M), seorang ahli fiqih Hanbalian yang memiliki pengalaman mistik mendalam. Setelah al-Jilani wafat, ajaran-ajarannya dikembangkan oleh anak-anaknya dan menyebar luas ke Asia Barat dan Mesir. Tarekat Qadiriyah ini mengikuti corak tasawufnya al-Gazali, yaitu tasawuf suni. Pada perkembangannya, kata tarekat mengalami pergeseran makna. Jika pada awalnya tarekat berarti jalan yang ditempuh oleh seorang sufi dalam memndekatkan diri kepada Allah maka pada tahap selanjutnya istilah tarekat digunakan untuk menunjuk pada suatu metode psikologi yang dilakukan oleh guru tasawuf (mursyid) kapada muridnya untuk mengenal tuhan secara mendalam. Dari sinilah, terbentuklah suatu tarekat, dalam pengertian “jalan menuju tuhan di bawah bimbingan seorang guru”. Setelah suatu tarekat memiliki anggota yang cukup banyak maka tarekat tersebut kemudian dilembagakan dan menjadi sebuah organisasi tarekat. Pada tahap ini, tarekat dimaknai sebagai “organisasi sejumlah orang yang berusaha mengikuti kehidupan tasawuf”. Dengan demikian, menurut Huda (2008: 63) di dunia islam dikenal beberapa tarekat besar, seperti Tarekat Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syathariyah, Sammaniyah, Khalwatiyah, Tijaniyah, Idrisiyah, dan Rifaiyah. Dilihat dari ajaran ortodoks Islam, menurut Huda (2008: 63) ada tarekat yang dipandang sah (mu’tabarah) dan ada pula tarekat yang dianggap tidak sah (ghair mu’tabarah). Penjelasan dari keduanya yaitu: Suatu tarekat dianggap sah jika memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga amalan dalam tarekat tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara syari’at. Sebaliknya, jika suatu tarekat tidak memiliki mata rantai (silsilah) yang mutawatir sehingga ajaran tarekat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara syari’at maka ia dianggap tidak memiliki dasar keabsahan dan oleh karenanya disebut tarekat yang tidak sah (ghair al-mu’tabarah). Tarekat-tarekat di seluruh dunia islam mengambil beragam bentuk. Rentangnya, mulai dari tarekat sederhana berupa serangkaian kegiatan ibadah hingga organisasi antarwilayah yang amat besar dengan struktur yang diartikan secara hati-hati.
Tarekat di Indonesia Pertumbuhan dan perkembangan tarekat di Indonesia berjalan seiring dengan perkembangannya di Negara-negara islam. Setiap putra Indonesia yang kembali dari menuntut ilmu di Mekkah dapat dipastikan membawa ijazah dari syaiknya untuk mengajarkan tarekat tertentu di Indonesia. Menurut Shihab (2009: 186) murid yang mengajarkan tarekat setelah berguru di mekkah mereka adalah: Fansuri, adalah syaikh tarekat Qadiriyah; Al-Raniri adalah syaikh tarekat Riffaiyah; ‘Abdul Al-Rouf Sinkel adalah syaikh tarekat Syattariyah; dan Al-Palimbani adalah syaikh tarekat sammaniyah. Bahkan yang disebut terakhir mengarang buku khusus yang menjelaskan kaidah dan syarat-syarat untuk menjadi pengikut Sammaniyah. Mereka merupakan syaikh yang memperkenalkan tarekat-tarekat tersebut di Indonesia. Di antara tarekat-tarekat yang umumnya memperoleh simpati dan banyak pendukungnya di Indonesia adalah tarekat Khalwatiyah, Syatariyah, Qadiriyah, dan ‘Alawiyah. Khalwatiyah kebanyakan pengikutnya berasal dari Sulawesi Selatan, tarekat Syatariyah kebanyakan muridnya dari Sumatera Selatan, kamudian tarekat Qadiriyah banyak tersebar di berbagai wilayah Indonesia, sementara itu tarekat ‘Alawiyah tersebar di Indonesia melalui keturunan ‘Alawiyyin dan murid-muridnya. Di samping itu, terdapat pula tarekat Naqsabandiyah yang merupakan tarekat terbesar di Indonesia, Syadziliyah, Rifa’iyah, Idrisiyah, Sanusiyah, Tijaniyah, dan Aidrusiyah. Petunjuk tentang penyebaran dan diterimanya tarekat-tarekat ini oleh masyarakat Indonesia adalah bahwa kebanyakan ulama yang kembali dari Hijaz menganut tarekat tersebut dan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh sebab itu, bentuk tarekat di Indonesia, seperti halnya di negeri muslim, tidak lain merupakan kesinambungan dari tasawuf suni Al-Ghazali. Selanjutnya, ada pula tarekat-tarekat yang bersifat lokal dalam arti tidak berafeliasi kepada salah satu tarekat popular di negeri lain, seperti tarekat Wahiddiyah dan Shiddiqiyah di Jawa Timur, tarekat Syahadatain di Jawa Tengah, dan sebagainya.
galerymakalah.blogspot.com/.../sejarah-dan-perkembangan-tarekat.html
TAREKAT, PENGERTIAN DAN SEJARAHNYA.
Dari Abu Hurairah R.A. dan Sayyidina Ali R.A., Sabda Nabi S.A.W.:"Bermula syariat itu beberapa perkataanku dan bermula tarikat itu beberapa perbuatanku (amalanku) dan bermula hakikat itu beberapa hal ku (pendirianku) dan makrifat itu kepala hartaku (hasil perolehanku)"
Diulangi semula di sini, tarekat itu bermula daripada amalan dan perbuatan Nabi S.A.W., samada ianya melibatkan amalan wajib mahupun sunat. Oleh kerana itu, tarekat ini juga terbahagi kepada dua, iaitu tarekat yang wajib dan yang sunat.
Sejarah Timbulnya Tarikat.
Ditinjau dari sudut sejarah, bilakah tarekat nama yang mula-mula timbul sebagai suatu kelompok? Menurut Imam Al Ghazali yang menghalalkan tasawuf yang sebelumnya ia dikatakan sesat, tasawuf berkembang dari dunia Islam, tetapi perkembangannya melalui tarekat. Tarekat adalah organisasi dari pengikut sufi-sufi besar yang bertujuan untuk merealisasikan ajaran-ajaran gurunya. Ia merupakan gabungan antara Iman dan Islam dalam bentuk Ihsan.
Tujuan bertarekat adalah untuk melahirkan seorang muslim yang mukmin, yang bukan sahaja punya prinsip dalam beragama bahkan punya akhlak yang terpuji lagi tinggi, sesuailah dengan akhlak Nabi junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W. Orang yang bertarekat adalah orang yang ingin menyalin peribadi Nabinya, yang dengannya akan membuatkan dia mendapat pandangan Tuhannya.
Secara amaliyah (praktikal), tarekat timbul dan berkembang semenjak abad-abad pertama hijriah dikenali dengan kelompok ahli sufah yang berdasarkan pada Al Qur’an dan Al Sunnah. Sejak abad 6 dan 7 hijriyah (12 dan 13 M) tarekat-tarekat telah memulai jaringannya di seluruh dunia Islam, taraf organisasinya bermacam-macam. Perbezaannya yang pertama dari semua itu terletak pada disiplin dan zikirnya yang sangat Khusus dan tersusun dan teratur. Ia berkembang dan bersesuaian dengan keadaan di sesebuah tempat atau mengikut keperluan masyarakat di ketika itu.
Antara nama-nama pengasas tarekat :
TAREKAT SANUSIYYAH,
KERAJAAN Sanusiyyah, Kerajaan (1350 H./ 1931 M.) ialah gerakan pembaharuan yang berasaskan tarekat sufi yang suci. Nama kerajaan Sanusiyyah ini diambil bersempena nama pengasas Tarekat Sanusiyyah, iaitu Muhammad ibn Ali al-Sanusi al-Khitabi al-Hasani al-Idrisi.
TAREKAT AHMADIYAH, tarekat yang diasaskan oleh Syekh Ahmad bin Idris al-Hasan (1757-1838). Dia lahir di Fez, Maghribi dan berketurunan daripada Hasan bin Ali bin Abi Talib. Syekh Ahmad menetap di Makkah selama 14 tahun. Semasa di Makkah, dia mendalami berbagai-bagai ilmu pengetahuan terutamanya ilmu tasawuf. Sejak kecil lagi dia berminat mengamalkan tasawuf. Sewaktu remaja dia telah mengikuti beberapa tarekat yang diamalkan oleh gurunya seperti Tarekat al-Syaziliyah dan Tarekat al-Qadiriyah. Dia juga suka mengembara untuk berguru dengan ahli-ahli sufi yang terkenal. Pada tahun 1812, dia berpindah ke Mesir dan mengasaskan Tarekat Ahmadiyah. Setelah lima tahun berada di Mesir, sekali lagi dia ke Makkah untuk menyebarkan ajaran tarekatnya.
TAREKAT QADIRIYAH, tarekat yang diasaskan oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jilani (m. 1166 M.) di Baghdad. Beliau lahir dan dibesarkan di kota Gilan, sebuah bandar di Iran. Syeikh Abdul Qadir al-Jilani dikatakan berketurunan Ali bin Abi Talib. Bapanya, Abu Saleh bin Abdullah daripada keturunan Hassan bin Ali, manakala ibunya, Fatimah binti Sayyid Abdullah daripada keturunan Husin bin Ali. Ibu bapa serta nenek moyangnya ialah pengamal tasawuf. Syeikh Abdul Qadir al-Jilani juga pakar dalam bidang fiqah. Beliau seorang faqih dalam mazhab Hambali. Bagaimanapun, ketokohannya lebih menonjol dalam bidang tasawuf. Beliau dianggap Syeikhul Aulia (ketua para wali) dan wali Qutub pada zamannya. Para pengikutnya mempercayai beliau ialah seorang yang `keramat. Semasa hidupnya lagi, beliau telah dikunjungi oleh umat Islam untuk mendapatkan barakah (berkat). Kini, orang ramai berkunjung ke makamnya di Baghdad untuk mendapatkan berkat.
TAREKAT NAQSYABANDIYAH, tarekat yang tersebar di Alam Melayu. Perkataan `Naqsyabandiyah tidak dapat diberikan takrifan yang tepat dan tidak terdapat mana-mana penulisan yang memberikan makna sebenarnya perkataan tersebut.
SYEIKH HAJI MUHAMMAD SAID AL-LINGGI, Syeikh Haji Muhammad Said al-Linggi (18741926), ulama dan pengarang kitab. Dia terkenal sebagai ulama yang mengembangkan Tarekat Ahmadiah yang diasaskan oleh Syeikh Ahmad Idris ad-Dandrawi. Dia mengembara
hingga Kemboja, Thailand dan Singapura, selain Semenanjung Tanah Melayu dalam usaha
mengembangkan ilmu dan tarekat.
Tarekat Rifaiyah, NURUDDIN AR-RANIRI (1658) ialah ulama, penulis, mujaddid, dan Syeikh Tarekat Rifaiyah di India. Nuruddin terkenal sebagai ulama yang luas pengetahuannya. Ilmu agama yang dikuasainya ialah fikah, hadith, akidah, dan tasawuf. Dia juga pakar dalam bidang falsafah, sejarah, dan perbandingan agama.
TUAN TABAL (1816 1891), ulama. Nama sebenarnya ialah Syekh Haji Abdul Samad bin Muhammad Salleh al-Kelantani al-Jawi. Tuan Tabal belajar dengan Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki dalam bidang ilmu fikah dan telah tamat belajar kitab Tuhfah. Dalam bidang ilmu tasawuf pula dia menerima Tarekat Ahmadiyah. Ada pendapat yang menyatakan Tuan Tabal menerima baiah Tarekat Ahmadiyah daripada Sidi Ahmad Danderawi, dan ada yang meriwayatkan bahawa Tuan Tabal telah berguru langsung kepada Sidi Ibrahim, murid kepada Sidi Syekh Ahmad bin Idris iaitu pengasas Tarekat Ahmadiyah yang berasal dari Afrika Utara. Menurut sejarah, Tuan Tabal merupakan orang yang bertanggungjawab membawa tarekat itu ke Kelantan, dan kemudiannya tersebar ke seluruh Sememnanjung Tanah Melayu, walaupun yang lebih terkenal dalam penyebaran tarekat ini ialah Haji Muhammad Said Linggi.
Tarekat Syatariyah. ABDURRAUF SINGKEL ABDURRAUF SINGKEL (1592-1693), ulama dan ahli Tarekat Syatariyah, Indonesia. Nama sebenarnya Syekh Aminuddin Abdur Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri.
Berdasarkan kepada sejarah pengasas tarekat tidak ada di kalangan mereka pengasasnya orang perempuan. Sejarah juga mencatat, seramai 124 000 para Nabi dan 313 orang rasul, yang 25 daripadanya wajib kita ketahui, tidak ada seorang perempuan pun di kalangan mereka. Bahkan dalam hampir kesemua tarekat, perempuan-perempuan mereka hanyala di rumah sahaja, wirid zikir dan baca Quran di rumah, tidak terlibat dengan aktiviti-aktiviti tarekat di luar rumah.
Mengapa perlu bertarekat?
Hidup Menurut Aturan Allah, manusia perlu menjalani Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat.
Syariat adalah peraturan lahir dan batin atau hukum Allah yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh hadis Rasulullah SAW. Hukum Syariat terdiri dari lima hukum, yaitu wajib, sunat, haram, makruh dan mubah.
Untuk mudah dipahami, dapat kita kiaskan seperti orang yang hendak berjalan dari Kuala Lumpur menuju Kedah. Peraturan, peta, dan segala ilmu mengenai bagaimana menuju Kedah itu adalah SYARIAT. Kemudian menjalani perjalanan dari Kuala Lumpur ke Kedah itu adalah TAREKAT.
Orang yang hendak ke Kedah dari Kuala Lumpur mesti tahu ilmu mengenai seluk beluk lalu-lintas. Dia mesti tahu jalan yang perlu ditempuh untuk dapat sampai di Kedah. Dengan kata lain, dia mesti tahu dan paham SYARIAT menuju Kedah. Kemudian, setelah dia punya ilmu bagaimana menuju ke Kedah,maka ketika dia mulai berjalan menuju Kedah pmaka dia telah menjalani apa yang disebut TAREKAT.
Tarikat tersebuti ada yang wajib dan ada yang sunat. Yang wajib seperti sholat 5 waktu, puasa ramadhan, membayar zakat bila telah mencapai nisab, berhaji bila mampu. Ilmu tentang itu semua disebut syariat, menjalaninya disebut tarekat.
Tarekat sunat, seperti tarekat naqsyabandiah, tarekat qadiriah, tarekat aurad muhammadiah, dan lain-lain (orang sekarang menyebutnya dengan istilah tarekat saja). Dalam tarekat sunat, kita mengamalkan disiplin wirid-wirid, selawat-selawat tertentu yang disusun oleh ulama-ulama terdahulu yang tersambung dengan Rasulullah S.A.W. dan dipimpin oleh seorang guru mursyid.
Ya, namanya saja sunat, ertinya ia tidak wajib. Meskipun tidak wajib, tetapi Tarekat Sunat ini membantu seseorang untuk istiqamah dalam beramal. Saya beri satu contoh sederhana. Ada hadis yang menyebut bahwa Rasulullah SAW beristighfar minimal 70 kali sehari.
Dalam Tarekat Sunat, Abuya mengajar kita supaya banyakkan bertaubat. Begitulah seorang murid didisiplinkan oleh guru mursyidnya untuk memohon ampun 50 kali dalam setiap kali selesai solat wajib. Ertinya, dalam sehari kita memohon ampun sekurang-kurangnya 250 kali dalam sehari. Walaupun Tarekat Sunat, tapi dalam hal berjemaah pula adalah wajib dan Abuya menggabungkan kedua-dua tarekat ini dalam menyempurnakan amalan Nabi di dalam jemaah. Inilah juga yang dibuat oleh mana-mana guru mursyid dalam tarekat mereka, bagi memastikan disiplin murid dalam menghubungkan mereka dengan Nabinya.
Sabda Nabi S.A.W. lagi: “Syariat ialah kata-kataku (aqwali), tarekat ialah perbuatanku (a`mali) dan hakikat (haqiqah) ialah keadaan batinku (ahwali), Ketiganya saling terkait dan tergantung
Kata Tarikat berasal dari Bahasa Arab: (طرق), menurut makna bahasa Arab maksudnya: 'jalan' atau 'method', atau 'cara', menurut istilah tasauf dalam Islam maksudnya: "kebenaran sejati cita cita Islam yang mempunyai roh yang ingin dicapai melalui pimpinan mursyid".Melalui praktik rohaniah dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk mencapai hakikat.
Tarekat yang ertinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diredhai Allah s.w.t. Secara praktisnya tarekat adalah himpunan amalan-amalan taqwa (lahir dan batin) yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa.
Daripada dua hadis di atas, jelas dan terang sekali disampaikan pada kita bahawa tarekat itu adalah perbuatan Nabi junjungan S.A.W. Ini bermakna tarekat itu adalah sunnah Nabi S.A.W. Pengertian sunnah itu sendiri adalah percakapan, perbuatan, dan diam Rasulullah S.A.W. Segala amalan-amalan yang dilakukan oleh baginda, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, untuk menjadi hamba yang sebenar-benar hamba, hamba yang punya rasa kehambaan, hamba yang sedar dan tahu bahawa dirinya adalah seorang hamba Allah, bukan hamba syaitan dan selain itu.
Kata Tarikat berasal dari Bahasa Arab: (طرق), menurut makna bahasa Arab maksudnya: 'jalan' atau 'method', atau 'cara', menurut istilah tasauf dalam Islam maksudnya: "kebenaran sejati cita cita Islam yang mempunyai roh yang ingin dicapai melalui pimpinan mursyid".Melalui praktik rohaniah dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk mencapai hakikat.
Tarekat yang ertinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diredhai Allah s.w.t. Secara praktisnya tarekat adalah himpunan amalan-amalan taqwa (lahir dan batin) yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa.
Daripada dua hadis di atas, jelas dan terang sekali disampaikan pada kita bahawa tarekat itu adalah perbuatan Nabi junjungan S.A.W. Ini bermakna tarekat itu adalah sunnah Nabi S.A.W. Pengertian sunnah itu sendiri adalah percakapan, perbuatan, dan diam Rasulullah S.A.W. Segala amalan-amalan yang dilakukan oleh baginda, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, untuk menjadi hamba yang sebenar-benar hamba, hamba yang punya rasa kehambaan, hamba yang sedar dan tahu bahawa dirinya adalah seorang hamba Allah, bukan hamba syaitan dan selain itu.
Sejarah juga mengajarkan kepada kita, tarekat itu sendiri menjadi amalan dan kehidupan para sahabat ketika kebangkitan Islam yang pertama. Para sahabat yang fanatik dan terlalu cintakan Nabi S.A.W., meniru dan menyalin peribadi Nabi kita S.A.W. demi menambahkan kecintaan pada Allah, kerana Allah itu sangat mencintai Nabi-Nya. Amalan-amalan tarekat yang diambil langsung dari Nabi S.A.W. itu menjadi kehidupan dan berjalan dengan baik selama 300 tahun, iaitu sepanjang zaman Nabi S.A.W., zaman khulafaur rasyidin, dan zaman salafussoleh. Pada tiga kurun ini, amalan-amalan tarekat tidak asing kerana segenap lapisan masyarakat mengamalkannya.
Namun selepas itu, Islam yang semakin berkembang dengan pesat ke 3/4 dunia dan umumnya amalan-amalan Nabi S.A.W. yang asas sahaja (seperti rukun Islam) yang menjadi amalan masyarakat umum Islam di ketika itu hinggalah sekarang. Amalan-amalan baginda yang tidak melibatkan ibadah asas, hanya diamalkan dan dikekalkan oleh kelompok-kelompok tertentu, yang akhirnya lahirlah kumpulan-kumpulan tarekat yang masih kekal hingga kini.
Diulangi semula di sini, tarekat itu bermula daripada amalan dan perbuatan Nabi S.A.W., samada ianya melibatkan amalan wajib mahupun sunat. Oleh kerana itu, tarekat ini juga terbahagi kepada dua, iaitu tarekat yang wajib dan yang sunat.
1. Tarekat Wajib, iaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Tarekat Wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Pakej Tarekat Wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah solat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat, makan makanan halal dan lain sebagainya.
2. Tarekat Sunat, iaitu himpunan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan Tarekat Sunnah hendaklah selesai mengamalkan Tarekat Wajib. Jadi Tarekat Sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas Tarekat Wajib. Pakej Tarekat Sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari pakej Tarekat Sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan si murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi Tarekat Sunat ada ribuan jumlahnya, seperti solat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.
Sejarah Timbulnya Tarikat.
Perkembangan Tarikat dari masa ke semasa semakin meluas, semakin ramai pula yang berhasrat ingin mempelajarinya, demi mendapatkan hati yang selamat. Maka ramailah menemui orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas dalam tarekat yang dapat mendidik roh mereka. Belajar dari seorang guru mursyid dengan method mengajar yang disusun berdasarkan pengalaman dalam suatu ilmu yang bersifat praktik adalah suatu keharusan bagi mereka. Hasilnya melahirkan graduan roh atau mereka yang punya hati yang selamat dibawa pulang ke akhirat.
Ditinjau dari sudut sejarah, bilakah tarekat nama yang mula-mula timbul sebagai suatu kelompok? Menurut Imam Al Ghazali yang menghalalkan tasawuf yang sebelumnya ia dikatakan sesat, tasawuf berkembang dari dunia Islam, tetapi perkembangannya melalui tarekat. Tarekat adalah organisasi dari pengikut sufi-sufi besar yang bertujuan untuk merealisasikan ajaran-ajaran gurunya. Ia merupakan gabungan antara Iman dan Islam dalam bentuk Ihsan.
Tujuan bertarekat adalah untuk melahirkan seorang muslim yang mukmin, yang bukan sahaja punya prinsip dalam beragama bahkan punya akhlak yang terpuji lagi tinggi, sesuailah dengan akhlak Nabi junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W. Orang yang bertarekat adalah orang yang ingin menyalin peribadi Nabinya, yang dengannya akan membuatkan dia mendapat pandangan Tuhannya.
Secara amaliyah (praktikal), tarekat timbul dan berkembang semenjak abad-abad pertama hijriah dikenali dengan kelompok ahli sufah yang berdasarkan pada Al Qur’an dan Al Sunnah. Sejak abad 6 dan 7 hijriyah (12 dan 13 M) tarekat-tarekat telah memulai jaringannya di seluruh dunia Islam, taraf organisasinya bermacam-macam. Perbezaannya yang pertama dari semua itu terletak pada disiplin dan zikirnya yang sangat Khusus dan tersusun dan teratur. Ia berkembang dan bersesuaian dengan keadaan di sesebuah tempat atau mengikut keperluan masyarakat di ketika itu.
Antara nama-nama pengasas tarekat :
TAREKAT SANUSIYYAH,
KERAJAAN Sanusiyyah, Kerajaan (1350 H./ 1931 M.) ialah gerakan pembaharuan yang berasaskan tarekat sufi yang suci. Nama kerajaan Sanusiyyah ini diambil bersempena nama pengasas Tarekat Sanusiyyah, iaitu Muhammad ibn Ali al-Sanusi al-Khitabi al-Hasani al-Idrisi.
TAREKAT AHMADIYAH, tarekat yang diasaskan oleh Syekh Ahmad bin Idris al-Hasan (1757-1838). Dia lahir di Fez, Maghribi dan berketurunan daripada Hasan bin Ali bin Abi Talib. Syekh Ahmad menetap di Makkah selama 14 tahun. Semasa di Makkah, dia mendalami berbagai-bagai ilmu pengetahuan terutamanya ilmu tasawuf. Sejak kecil lagi dia berminat mengamalkan tasawuf. Sewaktu remaja dia telah mengikuti beberapa tarekat yang diamalkan oleh gurunya seperti Tarekat al-Syaziliyah dan Tarekat al-Qadiriyah. Dia juga suka mengembara untuk berguru dengan ahli-ahli sufi yang terkenal. Pada tahun 1812, dia berpindah ke Mesir dan mengasaskan Tarekat Ahmadiyah. Setelah lima tahun berada di Mesir, sekali lagi dia ke Makkah untuk menyebarkan ajaran tarekatnya.
TAREKAT QADIRIYAH, tarekat yang diasaskan oleh Syeikh Abdul Qadir al-Jilani (m. 1166 M.) di Baghdad. Beliau lahir dan dibesarkan di kota Gilan, sebuah bandar di Iran. Syeikh Abdul Qadir al-Jilani dikatakan berketurunan Ali bin Abi Talib. Bapanya, Abu Saleh bin Abdullah daripada keturunan Hassan bin Ali, manakala ibunya, Fatimah binti Sayyid Abdullah daripada keturunan Husin bin Ali. Ibu bapa serta nenek moyangnya ialah pengamal tasawuf. Syeikh Abdul Qadir al-Jilani juga pakar dalam bidang fiqah. Beliau seorang faqih dalam mazhab Hambali. Bagaimanapun, ketokohannya lebih menonjol dalam bidang tasawuf. Beliau dianggap Syeikhul Aulia (ketua para wali) dan wali Qutub pada zamannya. Para pengikutnya mempercayai beliau ialah seorang yang `keramat. Semasa hidupnya lagi, beliau telah dikunjungi oleh umat Islam untuk mendapatkan barakah (berkat). Kini, orang ramai berkunjung ke makamnya di Baghdad untuk mendapatkan berkat.
TAREKAT NAQSYABANDIYAH, tarekat yang tersebar di Alam Melayu. Perkataan `Naqsyabandiyah tidak dapat diberikan takrifan yang tepat dan tidak terdapat mana-mana penulisan yang memberikan makna sebenarnya perkataan tersebut.
SYEIKH HAJI MUHAMMAD SAID AL-LINGGI, Syeikh Haji Muhammad Said al-Linggi (18741926), ulama dan pengarang kitab. Dia terkenal sebagai ulama yang mengembangkan Tarekat Ahmadiah yang diasaskan oleh Syeikh Ahmad Idris ad-Dandrawi. Dia mengembara
hingga Kemboja, Thailand dan Singapura, selain Semenanjung Tanah Melayu dalam usaha
mengembangkan ilmu dan tarekat.
Tarekat Rifaiyah, NURUDDIN AR-RANIRI (1658) ialah ulama, penulis, mujaddid, dan Syeikh Tarekat Rifaiyah di India. Nuruddin terkenal sebagai ulama yang luas pengetahuannya. Ilmu agama yang dikuasainya ialah fikah, hadith, akidah, dan tasawuf. Dia juga pakar dalam bidang falsafah, sejarah, dan perbandingan agama.
TUAN TABAL (1816 1891), ulama. Nama sebenarnya ialah Syekh Haji Abdul Samad bin Muhammad Salleh al-Kelantani al-Jawi. Tuan Tabal belajar dengan Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki dalam bidang ilmu fikah dan telah tamat belajar kitab Tuhfah. Dalam bidang ilmu tasawuf pula dia menerima Tarekat Ahmadiyah. Ada pendapat yang menyatakan Tuan Tabal menerima baiah Tarekat Ahmadiyah daripada Sidi Ahmad Danderawi, dan ada yang meriwayatkan bahawa Tuan Tabal telah berguru langsung kepada Sidi Ibrahim, murid kepada Sidi Syekh Ahmad bin Idris iaitu pengasas Tarekat Ahmadiyah yang berasal dari Afrika Utara. Menurut sejarah, Tuan Tabal merupakan orang yang bertanggungjawab membawa tarekat itu ke Kelantan, dan kemudiannya tersebar ke seluruh Sememnanjung Tanah Melayu, walaupun yang lebih terkenal dalam penyebaran tarekat ini ialah Haji Muhammad Said Linggi.
Tarekat Syatariyah. ABDURRAUF SINGKEL ABDURRAUF SINGKEL (1592-1693), ulama dan ahli Tarekat Syatariyah, Indonesia. Nama sebenarnya Syekh Aminuddin Abdur Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri.
Berdasarkan kepada sejarah pengasas tarekat tidak ada di kalangan mereka pengasasnya orang perempuan. Sejarah juga mencatat, seramai 124 000 para Nabi dan 313 orang rasul, yang 25 daripadanya wajib kita ketahui, tidak ada seorang perempuan pun di kalangan mereka. Bahkan dalam hampir kesemua tarekat, perempuan-perempuan mereka hanyala di rumah sahaja, wirid zikir dan baca Quran di rumah, tidak terlibat dengan aktiviti-aktiviti tarekat di luar rumah.
Mengapa perlu bertarekat?
Hidup Menurut Aturan Allah, manusia perlu menjalani Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat.
Syariat adalah peraturan lahir dan batin atau hukum Allah yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh hadis Rasulullah SAW. Hukum Syariat terdiri dari lima hukum, yaitu wajib, sunat, haram, makruh dan mubah.
Untuk mudah dipahami, dapat kita kiaskan seperti orang yang hendak berjalan dari Kuala Lumpur menuju Kedah. Peraturan, peta, dan segala ilmu mengenai bagaimana menuju Kedah itu adalah SYARIAT. Kemudian menjalani perjalanan dari Kuala Lumpur ke Kedah itu adalah TAREKAT.
Orang yang hendak ke Kedah dari Kuala Lumpur mesti tahu ilmu mengenai seluk beluk lalu-lintas. Dia mesti tahu jalan yang perlu ditempuh untuk dapat sampai di Kedah. Dengan kata lain, dia mesti tahu dan paham SYARIAT menuju Kedah. Kemudian, setelah dia punya ilmu bagaimana menuju ke Kedah,maka ketika dia mulai berjalan menuju Kedah pmaka dia telah menjalani apa yang disebut TAREKAT.
Tarikat tersebuti ada yang wajib dan ada yang sunat. Yang wajib seperti sholat 5 waktu, puasa ramadhan, membayar zakat bila telah mencapai nisab, berhaji bila mampu. Ilmu tentang itu semua disebut syariat, menjalaninya disebut tarekat.
"Tarekat wajib ini memang semua orang wajib untuk menjalaninya."
Tarekat sunat, seperti tarekat naqsyabandiah, tarekat qadiriah, tarekat aurad muhammadiah, dan lain-lain (orang sekarang menyebutnya dengan istilah tarekat saja). Dalam tarekat sunat, kita mengamalkan disiplin wirid-wirid, selawat-selawat tertentu yang disusun oleh ulama-ulama terdahulu yang tersambung dengan Rasulullah S.A.W. dan dipimpin oleh seorang guru mursyid.
Ya, namanya saja sunat, ertinya ia tidak wajib. Meskipun tidak wajib, tetapi Tarekat Sunat ini membantu seseorang untuk istiqamah dalam beramal. Saya beri satu contoh sederhana. Ada hadis yang menyebut bahwa Rasulullah SAW beristighfar minimal 70 kali sehari.
Dalam Tarekat Sunat, Abuya mengajar kita supaya banyakkan bertaubat. Begitulah seorang murid didisiplinkan oleh guru mursyidnya untuk memohon ampun 50 kali dalam setiap kali selesai solat wajib. Ertinya, dalam sehari kita memohon ampun sekurang-kurangnya 250 kali dalam sehari. Walaupun Tarekat Sunat, tapi dalam hal berjemaah pula adalah wajib dan Abuya menggabungkan kedua-dua tarekat ini dalam menyempurnakan amalan Nabi di dalam jemaah. Inilah juga yang dibuat oleh mana-mana guru mursyid dalam tarekat mereka, bagi memastikan disiplin murid dalam menghubungkan mereka dengan Nabinya.
www.suaraharamain.com/.../tarekat-pengertian-da.
sejarah tarekat
A. Pendahuluan
Gerakan sufi yang muncul dalam permukaan sejarah Islam dapat dikatakan merupakan reaksi terhadap penafsiran tentang Islam yang terlalu menekankan aspek hukum yang kemudian mengarah kepada pemujaan terhadap hukum sebagai suatu ekspresi Islam yang komprehensif dan menyeluruh, padahal hukum itu sendiri hanyalah berkaitan dengan tingkah laku eksternal-lahiriyah manusia dan masyarakat, sehingga para sufi meragukan validitas pemahaman Islam seperti yang dikembangkan oleh para fuqaha' atau para ahli hukum juga merupakan reaksi terhadap glamoritas material dan kemewahan duniawi yang mengarah kepada reduksiasi dan eliminasi terhadap aspek kejiwaan, kerohanian dan spiritualitas kemanusiaannya.
Selain tasawwuf, didalam Islam juga dijumpai dan telah berkembang sebuah institusi yang disebut dengan tarekat yang mengadakan pembinaan rohaniah sebagaimana tujuan tasawwuf untuk berada sedekat-dekatnya kepada Allah Swt Menurut suatu pendapat bahwa institusi ini merupakan klimaks dari pengembangan pengamalan dan penerapan ajaran tasawwuf. Perbedaannya, bila tasawwuf merupakan renungan dan aktifitas individual yang hanya dapat dinikmati antar kalangan elit kerohanian, sedangkan tarekat berbentuk aktivitas massal dari kaum muslimin yang didalamnya terdapat suatu ikatan yang sangat ketat antara guru (mursyid) dengan para murid dengan pola guru sentris[1].
Ajaran tasawwuf yang mempunyai praktek-praktek tertentu akhirnya melembaga menjadi organisasi tarekat. Tarekat mengambil bentuk organisasi yang memiliki praktek-praktek spiritual tertentu telah berkembang didunia Islam sejak abad klasik. Perkembangan itu terjadi, pada mulanya tidak begitu semarak. Namun, diabad pertengahan Islam, organisasi (tarekat) sufi tersebut menjadi gejala umum di jazirah Islam. Perkembangan itu terus melaju hingga abad ke – 19.
Melihat gambaran umum tarekat yang menjadi topik pembahasan makalah ini, cukup menarik untuk dikaji keberadaannya. Permasalahannya adalah bagaimana sejarah lahirnya tarekat, sebagai sebuah institusi yang mengadakan latihan-latihan / pendidikan pengamalan dan penerapan ajaran tasawwuf kepada masyarakat umum dan pengaruhnya didunia Islam.
Selain tasawwuf, didalam Islam juga dijumpai dan telah berkembang sebuah institusi yang disebut dengan tarekat yang mengadakan pembinaan rohaniah sebagaimana tujuan tasawwuf untuk berada sedekat-dekatnya kepada Allah Swt Menurut suatu pendapat bahwa institusi ini merupakan klimaks dari pengembangan pengamalan dan penerapan ajaran tasawwuf. Perbedaannya, bila tasawwuf merupakan renungan dan aktifitas individual yang hanya dapat dinikmati antar kalangan elit kerohanian, sedangkan tarekat berbentuk aktivitas massal dari kaum muslimin yang didalamnya terdapat suatu ikatan yang sangat ketat antara guru (mursyid) dengan para murid dengan pola guru sentris[1].
Ajaran tasawwuf yang mempunyai praktek-praktek tertentu akhirnya melembaga menjadi organisasi tarekat. Tarekat mengambil bentuk organisasi yang memiliki praktek-praktek spiritual tertentu telah berkembang didunia Islam sejak abad klasik. Perkembangan itu terjadi, pada mulanya tidak begitu semarak. Namun, diabad pertengahan Islam, organisasi (tarekat) sufi tersebut menjadi gejala umum di jazirah Islam. Perkembangan itu terus melaju hingga abad ke – 19.
Melihat gambaran umum tarekat yang menjadi topik pembahasan makalah ini, cukup menarik untuk dikaji keberadaannya. Permasalahannya adalah bagaimana sejarah lahirnya tarekat, sebagai sebuah institusi yang mengadakan latihan-latihan / pendidikan pengamalan dan penerapan ajaran tasawwuf kepada masyarakat umum dan pengaruhnya didunia Islam.
A. Pengertian Tarekat
Secara lughat (bahasa), tarekat adalah bahasa Arab yang telah di Indonesiakan yang berarti “jalan, cara, garis, kedudukan, keyakinan dan agana”.[1] Pengertian seperti ini terdapat pada sembilan ayat Al Qur’an, yakni pada ayat 168 dan 169 surat An-Nisa, ayat 63, 77 dan 104 surat Thaha, ayat 30 surat Al-Ahqaf, ayat 17 surat Al Mu’minin, serta ayat 11 dan 16 surat Al Jin. Dalam Ensiklopedia Islam, tariqah atau tarekat disebut torikot bermakna: jalan, cara (al kaifiyah), metode, system (al uslub), mazhab, aliran, haluan (al mazhab), pohon kurma yang tinggi(an nahlah at tawilah), tiang tempat berteduh, tongkat payung (‘amud al mizallah), yang mulia, terkemuka dari kaum (syarif al qaum).[2] Louis Ma’luf mengartikannya dengan jalan, keadaan, aliran dalam garis pada sesuatu. Kata ini dengan lafadz yang berbeda dipakai dalam dakwah (turku atau turukud dakwah) dengan pengertian yang sama yakni cara atau manhaj (metode).
Menurut istilah (para sufi) tarekat berarti perjalanan seorang salik/pengikut tarekat menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri, atauperjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin pada Tuhan. Al Jurjanimengatakan bahwa tarekat adalah jalan atau tingkah laku tertentu bagi orang beribadah pada Allah memulai tahapan menuju tingkat yang lebih tinggi yang disebut maqamat. Dalam Ensiklopdei Nasional disebutkan bahwa tarekat adalah metode pendekatan diri kepada Tuhan yang diajarkan oleh kaum sufi yang diyakini berasal dariTuhan dan disampaikan kepada Nabi SAW melalui malaikat Jibril. Dr. Sarqawi dalam Mu’jamul al Fadzut Thariqah mengatakan bahwa tarekat adalah upaya untuk memperoleh barkah dan keutamaan dengan cara mengurangi ketergantungan kepada kehidupan dunia dan senantias mengikatkan diri pada Allah dengan encerminkan sikap tawadlu, dalam segala hal seperti dalam perkataan dan perbuatan. Dalam makna tasawuf dalah senantiasa berakhlak dengan akhlak Allah, senantiasa dalam peraturan Allah, meninggalkan semua yang mengganggu gubungan dengan Allah dan selalu dalam keadaan benar.
Dengan demikian yang dimaksud dengan tarekat dalam hal ini adalah cara atau jalan tertentu yang dipilih oleh para sufi untuk mensucikan diri dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah. Dalam perkembangannya cara ini menjadi metode yang disusun sedemikian rupa oleh seseorang sufi pimpinan tarekat, sehingga menjadi ciri khas tertentu yang membedakannya dengan tarekat yang lain. Lebih jauh dari tu, tarekat juga berkembang menjadi sebuah system atau lembaga yang menyangkut keilmuan, amalan dan pembentukan sikap yang memiliki pimpinan dan tempat tertentu yang bertanggung jawab terhadap semua kegiatan dalam lembaga tarekat itu. Karena itu setiap tarekat bisa berbeda dengan terkat lainnya terutama metode amalnnya. Namun perlu dijelaskan bahwa semua tarekat memiliki tujuan yang sama yakni untuk mensucikan jiwa agar dapat dekat dengan Allah.
Tarekat sebagai sebuah cara atau jalan tidaklah sekedar bagaimana cara yang harus dilakukan agar dapat lebih baik dan lebih mudah dekat kepada Allah, tetapi lebih dari itu tarekat juga merupakan kelompok, bahkan sebuah organisasi. Sebagai sebuah organisasi setiap tarekat memiliki nama tersendiri yang berbeda dari yang lainnya, memiliki pimpinan, anggota, tempat tinggal yang khusus, ajaran tertentu dan cara melaksanakannya, bahkan tarekat sebagai sebuah organisasi atau biasanya disebut aliran tasawuf cukup banyak berkembang dangan nama dan ajaran yang berbeda-beda, seperti tarekat Naqsabandiyah, tarekat Sammaniyah, tarekat Rifa’iyah, tarekat Qadariyah, tarekat Khalidiyah dan lain-lain.
Tarekat sebagai sebuah lembaga memiliki unsur-unsur yang layak sebagai sebuah organisasi. Pertama setiap tarekat memiliki tempat tertentu yang terdiri dari rumah syekh, tempat beribadah termasuk masjid, dan tempat orang-orang suluk/para murid. Kesemua itu berada pada lingkungan yang sama sehingga memudahkan mereka untuk berkomunikasi. Kedua, tarekat sebagai sebuah organisasi memiliki struktur yang terdiri dari guru dan murid. Guru adalah orang yang membimbing para murid serta menjalankan program tarekat dan bertanggung jawab terhadap maju mundurnya tarekat tersebut. Guru disebut Syekh dan Mursyid. Murid adalah orang yang belajar tasawuf yang disebut salik. Murid dalam tarekat terbagi tiga. Pertama disebut mubtadi, yakni orang baru ikut/belajar tarekat/suluk. Kedua mutawassithah, yakni orang yang telah mencapi tingkat pengetahuan dan amalan tertentu sesuai dengan petunjuk guru. Ketiga, adalah muntahi, yakini orang yang telah berada pada maqom dan ahwal tertentu, dan inilah tingkat/jenjang yang paling tinggi, dan dari tingkat inilah mereka dapat mencapai gelar kekhalifah.
Namun demikian menurut L. Massigon, yang pernah mengadakan penelitian terhadap kehidupan Tasawuf di beberapa negara Islam, menarik suatu kesimpulan bahwa istilah Tarekat mempunyai dua macam pengertian, yaitu :
1. Tarekat yang diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh orang- orang yang menempuh kehidupan Tasawuf, untuk mencapai suatu tingkatan keerohanian yang disebut Al-Maqamaat dan Al-Ahwaal. Pengertian yang seperti ini, menonjol sekitar abad ke IX dan ke X masehi.
2. Tarekat yang diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh seorang Syekh yang menganut suatu aliran Tarekat tertentu. Maka dalam perkumpulan itulah seorang Syekh mengajarkan Ilmu Tasawuf menurut aliran tarekat yang dianutnya, lalu diamalkan bersama-sama dengan murid-muridnya. Pengertian yang seperti ini, menonjol sesudah abad ke IX Masehi.
2. Tarekat yang diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh seorang Syekh yang menganut suatu aliran Tarekat tertentu. Maka dalam perkumpulan itulah seorang Syekh mengajarkan Ilmu Tasawuf menurut aliran tarekat yang dianutnya, lalu diamalkan bersama-sama dengan murid-muridnya. Pengertian yang seperti ini, menonjol sesudah abad ke IX Masehi.
C. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Di dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat itu tidak saja ditujukan pada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang Syaikh tarekat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syaikh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama Islam, semua itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi semua itu memerlukan tuntunan dan bimbingan seorang syaikh melalui bai’at.[3]
Tasawuf itu adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri biasanya dilakukan di bawah bimbingan seorang guru/syaikh. Ajaran-ajaran tasawuf yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah itu merupakan hakikat tarekat yang sebenarnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan beberapa variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya.
D. Sejarah Timbulnya Tarekat
Lahirnya pola hidup sufistik yang melmbaga menjadi tarekat tampaknya tidak terlepas dari perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat. Munculnya gerakan zuhud dan uzlah yang dipelopori oleh Hasan al Bashri (110) dan Ibrahim bin Adham (159 H) adalah contoh dari reaksi terhadap siatuasi dinamika masyarakat yang ada pada masa itu. Jadi lahirnya pola hidup sufistik apalagi yang melembaga seperti tarekat, sesungguhnya adalah merupakan jawaban terhadap kondisi sosial dan dinamika hubungan-hubungan masyarakat waktu itu.
Paling tidak ada dua faktor utama yang menyebabkan lahirnya tarekat, yaitu faktor dinamika politik dan faktor dinamika perubahan sosial.8 Pertama: faktor dinamika politik. Di bagian Barat dunia Islam seperti Palestina, Mesir, Syiri menghadapi serangan Kristen Eropa yang terkenal dengan perang Salib. Dan selama antara 490/1096 M hingga 656/ 1258 M telah terjadi delapan kali peperangan yangcukup dahsyat. Di bagian Timur dunia Islam menghadapi serangan bangsa Mongol yang dengan mudah menaklukkan setiap daerah yang diserangnya.[4]
Sementara itu situasi politik di kota Bagdad sebagai pusat kekuasaan dan peradaban Islam juga tidak menentu. Perebutan kekuasaan oleh para amir terus terjadi. Secara formal khalifah tetap diakui, tetapi yang sesungguhnya secara praktis yang memerintah adalah para amir dan sultan-sultan. Keadaan semakin buruk ketika Hulaghu Khan mengambil alih kekuasaan tahun 1258 M.10 Saat itulah umat Islam mulai mengalami disintegrasi sosial yang sangat parah seperti pertentangan sunni dengan syi’ah, pertentangan kelompok Turki dengan kelompok Arab-Persia. Akibat kehidupan sosial merosot dan keamanan sangat terganggu.[5]
Dalam keadaan seperti inilah para sufi yang sejak hidup zuhuddan kadang-kadang ber’uzlah sering dan berlama-lama dikunjungi banyak orang. Lama-kelamaan masyarakat yang sering mengunjungi para sufi ini menjadi sebuah majelis zikir dalam bentuk halakah, dan kemudian berkembang menjadi sebuah kelompok. Sufi yang kemudian menjadi seorang guru bagi kelompoknya, mengajarkan pengetahuan dan pengalaman berzikirnya mulai dari materi, adab, waktu, langkah-langkah dan sebagainya, yang kesemuanya dipatuhi dan diamalkan para pengikutnya. Maka atas dasar dan proses ini lahirlah sebuah komunitas zikir. Dan inilah yang disebut tarekat.
Ada teori lain yang mengatakan kemungkinan lahirnya tarekat dalam Islam tidak hanya faktor politik dan perubahan sosial dalam masyarakat Islam seperti dikemukakan di atas. Menurutnya faktor lain yang tidak kalahpentingnya adalah kecenderungan beribadah yang berlebihan dan perbedaan penafsiran. Pertama para sufi ingin mengamalkan ibadah sebanyak mungkin. Keinginan ini membuat mereka sadar atau tidak sadar, telah melakukan ibadah yang sesungguhnya tidak dipraktekkan oleh Rasulullah SAW, baik cara, maupun jumlahnya dalam pensucian jiwa, muncullah upaya-upaya untuk melembagakan cara yang sudah terbiasa dilakukan itu. Maka lahirlah tarekat sebagai aliran-aliran dalam tasawuf.[6]
Kedua perbedaan-perbedaan dikalangan para ulama dalam memahami ayat-ayat Al Qur’an mapaun hadits selalu terjadi. Perbedan pemahaman ini tentuberakibat pada perbedaan dalam implementasinya. Ada pandangan bahwa pensucian jiwa yang paling baik adalah jika dilakukan secara berkhalwat, melalui ajaran seorang guru, dengan bimbingan seorang Syekh. Pandangan seperti inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya cara beribadah dengan tarekat.[7]
Sejarah perkembangan tarekat dapat dismpulkan dalam tiga fase;
Fase pertama adalah tahap khanaqah. Khanaqah dalam istilah sufi/tarekat adalah sebuah tempat atau pusat pertemuan. Seorang Syekh hidup dengan muridnya dalam ikatan peraturan yang tidak terlalu ketat. Syekh menjadi mursyid atau guru. Amalan-amalan/zikir dan metode yang mereka lakukan tidak semuanya bersumber dari ajaran guru. Mereka melakukan kontemplasi kadang-kadangsecara individu, kadang-kadang secara bersam-sam. Hal ini terjadi sekitar abad X Masehi.
Kedua adalah fase tarekat. Pada fase ini ajaran-ajaran, metode, peraturan-peraturan sudah mulai terbentuk. Semua amalan yang dilakukan berpusat pada ajaran guru. Guru adalah sosok kharismatik yang wajib dipatuhi. Guru memiliki silsilah tarekatnya sampai kepada Rasulullah SAW. Dalam tahap ini para sufi mencapi kedekatannya kepada Tuhan dengan istilah-istilah tertentu seperti ma’rifat, mahabbah, dan sebagainya. Fase ini berlangsung sekitar abad XIII Masehi.
Tahap ketiga adalah tha’ifah yang terjadi sekitar abad XV Masehi. Pada masa ini terjadi transisi ajaran dan peraturan kepada pengikut. Pada tahap ini, tarekat memiliki arti lain yaitu organisasi sufi yang bertujuan melestarikan ajaran Syekh. Murid, setelah masa tertentu, tidak lagiharus bersama gurunya. Merekaboleh mendirikan cabang di tempat lain. Bahkan banyak cabang tarekat yang pada akhirnya baerbeda dengan tarekat asalnya. Dalam kaintan inilah muncul dan berkembangnya berbagai organisasi atrekat atau aliran tasawuf hingga saat ini.
Para awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu khurasan (Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada periode ini mulai timbul beberapa, di antaranya:
1. Tarekat Yasariyah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasari (wafat 562 H/ 1169 M) dan disusul oleh tarekat Kharwajagawiyah yang disponsori oleh Abd al-Khariq al-Ghuzdawani (wafat 617 H/ 1220 M).
2. Tarekat Naqsabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Baharuddin an-Naqsabandi al-Awisi al-Bukhari (wafat 1389 M) di Turkistan.
3. Tarekat Khalwatiyah yang didirikan oleh Umar al-Khalwati (wafat 1397 M). tarekat Khalwatiyah adalah salah satu tarekat yang terkenal berkembang di berbagai negeri, seperti Turki, Siria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Tarekat Khawaltiyah pertama kali muncul di Turki dan didirikan oleh Amir Sultan (wafat 1439 M).
4. Tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Safiyudin al-Ardabili (wafat 1334 M)
Di daerah Mesopotamia masih banyak tarekat yang muncul dalam periode ini dan cukup terkenal, tetapi tidak termasuk rumpun al-Junaid tarekat-tarekat ini antara lain:
1. Tarekat Qadariyah yang didirikan oleh Muhy ad-Din abd al-Qadr al-Jailani (471 H/ 1078 M).
2. Tarekat Syadziliyah yang dinisbatkan kepada Nur ad-Din Ahmad asy-Syadzili (593-656 H/ 1196-1258 M).
3. Tarekat Rifa’iyah yang didirikan oleh Ahmad bin Ali ar Rifa’i (1106-1182).
Karena banyaknya cabang tarekat yang timbul dari tiap-tiap tarekat induk, sulit bagi kita untuk menelusuri sejarah perkembangan tarekat itu secara sistematis dan konsepsional. Akan tetapi, yang jelas, sesuai dengan penjelasan Harun Nasution, cabang-cabang itu muncul akibat tersebarnya suatu alumni tarekat yang mendapat ijazah tarekat dari gurunya untuk membuka perguruan baru sebagai perluasan dari ilmu yang diperolehnya.[8] Alumni tadi meninggalkan ribat gurunya dan membuka ribat baru di daerah lain. Dengan cara ini, dari satu ribat induk kemudian timbul ribat cabat, dari ribat cabang tumbuh ribat ranting. Dan seterusnya sampai tarekat itu berkembang ke berbagai dunia Islam. Namun, ribat-ribat tersebut tetap mempunyai ikatan kerohanian, ketaatan, dan amalan-amalan yang sama dengan syaikhnya yang pertama.
Berikut adalah kejadian-kejadian penting yang perlu diketahui :
· Abad 1 H, Pembaiatan Hasan Bin Ali membaiat Muawiyah sebagai khalifah, para sahabat Sayidina Ali memisahkan diri , ini awal kaum muktazilah awal.
· Mereka yang memisahkan diri enggan berperang dengan Sayidina Ali, mereka berkata “Tidak sah memerangi Ali dan berperang bersamanya”, mereka adalah awal kaum muktazilah.
Diantaranya : Saad bin Malik, Abdullah bin Umar, Usamah Ibn Zaid dll.
· Abad 1 H, masa pembentukan, Hasan Bashri (wafat 110 H) ajarannya khauf, mempertebal takut kepada Tuhan, memperbaharui kerohanian muslim. Bibit tasawuf mulai muncul, dibuat garis-garis besar tharikat, jalan ibadah sudah mulai disusun, berlaku zuhud, mencela dunia.
· Rabi'ah Al Dawiyah (wafat 185 H) terkenal dengan ajaran cintanya terhadap Tuhan, ini merupakan cikal bakal filosof abad ke 3 dan 4, merupakan pendahuluan tasawuf falsafi dengan membuat kedalaman analisis.
· Abad 2, tasawuf tidak jauh berbeda corak kezuhudannya, walaupun penyebabnya berbeda
· Abad 3 dan 4 H, memiliki corak berbeda sekali dengan tasawuf sebelumnya. Tasawuf bercorak ke fanaan, yang menjurus kepada persatuan hamba dengan Khaliq.
Hidup dijaman ini Abu Yazid Al Bustami (261 H), pembahasannya : Fana fi Al Mahbub, Ittihad bi Al Mahbub, musyahadah (melihat Tuhan), bertemu Tuhan (liqo), Ana Al Haq, hulul (Al Hallaj zaman ini juga).
· Akhir abad ke 3, mulai pembahasan wahdat Al Wujud, Wahdat al Syuhud (kesatuan saksi), berhubungan dengan Tuhan (ittishal), Keindahan dan kesempurnaan Tuhan (Jamal wa Kamal), manusia sempurna (Insan Kamil) dan latihan teratur (Riyadhah)
· Junaid Al Baghdadi mulai meletakkan dasar-dasar ajaran tasawuf dan Thariqah, cara belajar mengajar tasawuf (Ini era 3-4 H), mursyid, murid, sehingga dia dinamakan Syaikh Ath Thaifah (ketua rombongan suci).
E. Pengaruh Tarekat di Dunia Islam
Dalam perkembangannya, tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian kepada tasawuf ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti politik. Umpanya tarekat Tijaniyah yang dikenal dengan gerakan politik yang menentang penjajahan perancis. Di Afrika Utara, Sanusiyah menentang orang-orang Salib yang dating ke Mesir. Jadi, sungguh pun mereka memusatkan perhatian kepada akhirat.
Tarekat mempengaruhi dunia Islam mulai dari abad ke-13. Kedudukan tarekat pada saat itu sama dengan PARPOL (Partai Politik). Bahkan, banyak tentara juga menjadi anggota tarekat. Penyokong tarekat Bektashi, umpamanya, adalah tentara Turki. Oleh karena itu, waktu tarekat itu dibubarkan oleh Sultan Mahmud II. Tentara Turki yang disebut Jenissari menentangnya. Jadi, tarekat itu hanya bergerak dalam persoalan dunia yang mereka pikirkan.
Akan tetapi, pada saat-saat itu telah terjadi “penyelewengan” di dalam tarekat-tarekat, antara lain penyelewengan yang terjadi dalam paham wasilah, yakni paham yang menjelaskan bahwa permohonan seseorang tidak dapat dialamatkan langsung kepada Allah, tetapi harus melalui guru, guru ke gurunya, terus demikian sampai kepada Syaikh, baru dapat bertemu dengan Allah atau berhubungan dengan Allah.
Para pembaharu dalam dunia Islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat Islam. Bahkan, Schimmel menyatakan bahwa tarekat-tarekat sufi yang muncul dari kebutuhan merohanikan Islam ternyata menjadi unsur yang menyebabkan kemandengan orang-orang Islam.
Oleh karena itu, pada abad ke-19 mulailah timbul pemikiran yang sinis terhadap tarekat dan juga terhadap tasawuf. Banyak orang menentang dan meninggalkan tarekat/tasawuf.
Akan tetapi, pada akhir-akhir ini perhatian kepada tasawuf timbul kembali karena dipengaruhi oleh paham materialism. Orang-orang barat melihat bahwa materialism itu memerlukan sesuatu yang bersifat rohani, yang bersifat immateri sehingga banyak orang yang kembali memperhatikan tasawuf.
F. Aliran-Aliran Termahsyur
1. Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah didirikan oleh Abd Al-Qadir Jailani [470/1077-561/1166] atau quthb al-awiya. Ciri khas dari Tarekat Qadiriyah ini adalah sifatnya yang luwes,tidak sempit sehingga tuan syekh atau Syekh Mursyid yang baru dapat menentukan langkahnya menuju kehadirat Allah SWT guna mendapat keridlaan-Nya. Keluwesan dan kemandirian inilah, yang menyebabkan tarekat ini cepat berkembang di sebagian besar dunia Islam. Terutama di Turki, Yaman, Mesir, India, Suria, Afrika dan termasuk ke Indonesia.
Qadiriyah didirikan oleh Abd Al-Qadir Jailani [470/1077-561/1166] atau quthb al-awiya. Ciri khas dari Tarekat Qadiriyah ini adalah sifatnya yang luwes,tidak sempit sehingga tuan syekh atau Syekh Mursyid yang baru dapat menentukan langkahnya menuju kehadirat Allah SWT guna mendapat keridlaan-Nya. Keluwesan dan kemandirian inilah, yang menyebabkan tarekat ini cepat berkembang di sebagian besar dunia Islam. Terutama di Turki, Yaman, Mesir, India, Suria, Afrika dan termasuk ke Indonesia.
2. Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah didirikan oleh Abu Al-Hasan Asy-Syadzili [593/1196-656/1258]. Syadziliyah menyebar luas di sebagian besar Dunia Muslim. Ia diwakili di Afrika Utara teerutama oleh cabang-cabang Fasiyah dan Darqawiyah serta berkembang pesat di Mesir, tempat 14 cabangnya dikenal secara resmi pada tahun 1985.[9]
3. Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi Al-Bukhari [w. 1389M] di Turkistan. Tarekat ini mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah, kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Cirri menonjol Tarekat Naksabandiyah adalah : Pertama, mengikuti syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekati Negara pada agama.
Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi Al-Bukhari [w. 1389M] di Turkistan. Tarekat ini mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah, kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Cirri menonjol Tarekat Naksabandiyah adalah : Pertama, mengikuti syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekati Negara pada agama.
4. Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah
Tarekat Yasafiyah didirikan oleh Ahmad Al-Yasafi [w. 562H/1169M] dan disusul tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani [w. 617 H/1220 M]. kedua tarekat ini menganut paham tasawuf Abu Yazid Al-Bustami [w. 425 H/1034 M] dan dilanjutkan oleh Abu Al-Farmadhi [w. 477 H/1084 M].[7] Tarekat Yasafiyah berkembang ke berbagai daerah, antara lain ke Turki.
Tarekat Yasafiyah didirikan oleh Ahmad Al-Yasafi [w. 562H/1169M] dan disusul tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani [w. 617 H/1220 M]. kedua tarekat ini menganut paham tasawuf Abu Yazid Al-Bustami [w. 425 H/1034 M] dan dilanjutkan oleh Abu Al-Farmadhi [w. 477 H/1084 M].[7] Tarekat Yasafiyah berkembang ke berbagai daerah, antara lain ke Turki.
5. Tarekat Khalwatiyah
Tarekat ini didirikan oleh Umar Al-Khalatawi [w. 1397 M] dan merupakan salah satu tarekat yang berkembang di berbagai negeri, seperti Turki, Syiria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di Mesir, tarekat Khalwatiyah didirikan oleh Ibrahim Gulsheini [w. 940 H/1534 M] yang kemudian terbagi kepada beberapa cabang, antara lain tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim As-Samani [1718-1775].
Tarekat ini didirikan oleh Umar Al-Khalatawi [w. 1397 M] dan merupakan salah satu tarekat yang berkembang di berbagai negeri, seperti Turki, Syiria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di Mesir, tarekat Khalwatiyah didirikan oleh Ibrahim Gulsheini [w. 940 H/1534 M] yang kemudian terbagi kepada beberapa cabang, antara lain tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim As-Samani [1718-1775].
6. Tarekat Syatariyah
Tarekat ini didirikan oleh Abdullah bin Syattar [w. 1485] dari India. Tarekat ini tidak mementingkan shalat lima waktu, tetapi mementingkan shalat permanen [shalat dhaim]. Adapun dasar tarekat ini adalah martabat tujuh yang sebenarnya tidak begitu erat hubungannya dengan praktik ritualnya.[10]
Tarekat ini didirikan oleh Abdullah bin Syattar [w. 1485] dari India. Tarekat ini tidak mementingkan shalat lima waktu, tetapi mementingkan shalat permanen [shalat dhaim]. Adapun dasar tarekat ini adalah martabat tujuh yang sebenarnya tidak begitu erat hubungannya dengan praktik ritualnya.[10]
7. Tarekat Rifa’iyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali ar-Rifa’I [1106-1182]. Tarekat sufi Sunni ini memainkan peranan penting dalam pelembagaan sufisme. Dari segala praktik kaum Rifa’iyah, dzikir mereka yang khas patut dicatat.
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali ar-Rifa’I [1106-1182]. Tarekat sufi Sunni ini memainkan peranan penting dalam pelembagaan sufisme. Dari segala praktik kaum Rifa’iyah, dzikir mereka yang khas patut dicatat.
8. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
Tarekat ini merupakan gabungan dari dua ajaran tarekat, yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke-19. Tarekat ini merupakan yang paling berpengaruh dan tersebar secara melua di Jawa saat ini.[11]
Tarekat ini merupakan gabungan dari dua ajaran tarekat, yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke-19. Tarekat ini merupakan yang paling berpengaruh dan tersebar secara melua di Jawa saat ini.[11]
9. Tarekat Sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin ‘Abd Al-Karim Al-Madani Asy-Syafi’I As- Samman [1130-1189/1718-1775]. Hal menarik dari tarekat ini yang menjadi ciri khasnya adalah corak wahdat al-wujud yang dianut dan syathahat yang terucap olehnya tidak bertentangan dengan syariat.
10. Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad At-Tijani [1150-1230 H/1737-1815 M]. Bentuk amalan tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis,yaitu wirid wajibah dan wirid ikhtiyariyah.
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad At-Tijani [1150-1230 H/1737-1815 M]. Bentuk amalan tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis,yaitu wirid wajibah dan wirid ikhtiyariyah.
11. Tarekat Chistiyah
Chistiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di Asia Selatan. Tarekat ini meyebar ke seluruh kawasan yang kini merupakan wilayah India, Pakista dan Banglades. Namun, tarekat ini hanya terkenal di India. Pendiri tarekat ini di India adalah Khwajah Mu’in Ad-Din Hasan, yang lebih populer dengan panggilan Mu’in Ad-Din Chisti.
Chistiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di Asia Selatan. Tarekat ini meyebar ke seluruh kawasan yang kini merupakan wilayah India, Pakista dan Banglades. Namun, tarekat ini hanya terkenal di India. Pendiri tarekat ini di India adalah Khwajah Mu’in Ad-Din Hasan, yang lebih populer dengan panggilan Mu’in Ad-Din Chisti.
12. Tarekat Mawlawiyah
Nama Mawlawiyah berasal dari kata “mawlana” [guru kami], yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada Muhammad Jalal Ad-Din Ar-Rumi [w. 1273]. Oleh karena itu, Rumi adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi. Salah satu mursyid sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari tarekat ini adalah Syekh Al-Kabir Helminski yang bermarkas di California, Amerika Serikat.[12]
Nama Mawlawiyah berasal dari kata “mawlana” [guru kami], yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada Muhammad Jalal Ad-Din Ar-Rumi [w. 1273]. Oleh karena itu, Rumi adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi. Salah satu mursyid sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari tarekat ini adalah Syekh Al-Kabir Helminski yang bermarkas di California, Amerika Serikat.[12]
13. Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Ni’matullahi adalah suatu mazhab sufi Persia yang segera setelah berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke-8-14 mengalihkan loyalitasnya kepada Syi’I Islam. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ni’matullahi Wal. Tarekat ini secara khusus menekankan pengabdian dalam pondok sufi itu sendiri.
Tarekat Ni’matullahi adalah suatu mazhab sufi Persia yang segera setelah berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke-8-14 mengalihkan loyalitasnya kepada Syi’I Islam. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ni’matullahi Wal. Tarekat ini secara khusus menekankan pengabdian dalam pondok sufi itu sendiri.
14. Tarekat Sanusiyah
Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Ali As-Sanusi. Dalam tarekat ini, dzikir bisa dilakukan bersama-sama atau sendirian. Tujuan dzikir itu lebih dimaksudkan untuk “melihat Nabi” ketimbang “melihat Tuhan”, sehingga tidak dikenal “keadaan ekstatis”’ sebagaimana yang ada pada tarekat lain.
Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Ali As-Sanusi. Dalam tarekat ini, dzikir bisa dilakukan bersama-sama atau sendirian. Tujuan dzikir itu lebih dimaksudkan untuk “melihat Nabi” ketimbang “melihat Tuhan”, sehingga tidak dikenal “keadaan ekstatis”’ sebagaimana yang ada pada tarekat lain.
G. Tarekat sebagai Sosial Institution di Indonesia
Mengikuti pendapat John Obert Voll (Jamil, 2005:35) berbicara mengenai perubahan dan kontinuitas peradaban Islam selalu terkait dengan komunitas pedagang Islam dan sufi (tarekat) setelah kemunduran ulama fiqh. Perubahan-perubahan dalam peradaban Islam tersebut merupakan dialektika dinamis dalam masyarakat Islam dengan faktor politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dari sudut pandang itu, sufisme di dalam dunia Islam tidak dapat dilepaskan dari faktor sosial. Memang pada awalnya, kemunculan sufisme dilatarbelakngi oleh kecenderungan para penguasa Islam yang semakin hedonis.
Pada sisi ini ajaran sufisme ini berhasil mengisi "kedahagaan spiritual" tersebut dengan memperbanyak amalan-amalan zikir dan wirid yang banyak memesona orang kebanyakan. Tak heran ajaran sufisme memperoleh banyak pengikut dan mulai mengorganisir diri menjadi tarekat. Tarekat-tarekat inilah yang berhasil menghimpun orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama menjadi kekuatan pembangkangan yang efektif. Segera setelah itu tarekat berubah dari gerakan para penzikir itu menjadi gerakan politik, bahkan bisa dikatakan tarekat lebih memfungsikan diri sebagai kekuatan politik ketimbang kekuatan spiritual keagama. Berkaitan dengan itu, Fazlurrahman (1985:239-41) mencatat "pada pertengahan abad ke-3/9 sufisme mulai diajarkan secara umum di Baghdad dan dimana-mana saja. Daya tariknya yang luar biasa, yang dapat dipengaruhi oleh orang-orang awam mesti dijelaskan dengan faktor agama, sosial dan politik....organsasi-organisasi sufi merupakan sejenis benteng dalam menghadapi otoritas negara, terutama sejak abad ke-5/11, ketika kesatuan politik dunia Islam mulai tercerai-berai, maka sufi memberikan tempat kepada masyarakat luas yang selalu merasa tidak aman dalam menghadapi otokratis dan para sultan, yang senantiasa bersikap zalim, yang otoritasnyajuga diterima oleh ulama sebagai kenyataan yang lebih jahat daripada kekacauan dan tak berhukum. Sufisme, dalam bentuknya yang terorganisir, juga berfungsi sebagai protes melawan tirani politik."
H. Tarekat di Indonesia
Berdasarkan kerangka berfikir Fazlurrahman di atas tentang kemunculan sufisme dan tarekat dalam dunia Islam, bahwa proses Islamisasi yang terjadi di kepulauan Nusantara tidak dapat dilepaskan dari faktor sosial-politik. Interaksi antara tarekat dengan politik sama tuanya dengan kedatangannya ke Nusantara. Keberadaan agen-agen Islamisasi dimanapun termasuk para sufi pengembara, tidak hadir dalam suatu ruang vakum kekuasaan. Hal ini terlihat dari gerakan para syaikh tarekat yang dekat dengan para raja lokal. Melalui kedekatan ini para syaikh berhasil mengislamkan raja dan rakyatnya. Oleh karena itu, sulit sekali memisahkan analisis tentang tarekat dengan analsis sosial-ekonomi-politik.
Sebenarnya hubungan antara para syaikh tarekat dan para raja lokal adalah hubungan yang saling membutuhkan. Di satu sisi, para syaikh tarekat mendekati para raja lokal adalah agar mereka dengan mudah melakukan Islamisasi, sementara di sisi lain para raja lokal pun mempunyai kepentingan sama mengambil para syaikh tarekat sebagai penasehat. Raja-raja lokal dekat dengan para syaikh karena mempunyai tujuan memperkuat legitimasi raja atas tahta kerajaan di mata rakyatnya dan raja-raja lain. Hal ini wajar sebab para syaikh memiliki karisma dan kedalaman pengetahuan keagamaan, pemerintahan, politik dan strategi perang. Seringkali para syikh tarekat menjadikan raja sebagai insan kamil (manusia sempurna) sehingga kedudukan raja menjadi semakin kuat di mata rakyatnya. Bahkan, di Buton ajaran tentang tingkatan maqam (tempat) dalam ajaran tarekat diidentikan dengan tingkatan stratifikasi sosial di sana. Yang terakhir ini barangkali contoh paling ekstrim dari usaha "pribumisasi" tasawuf di kepulauan Nusantara (Bruinessen, 1995b:337).
Tidak hanya raja dan kaum bangsawan yang tertarik kepada ajaran dan karisma para syaikh tarekat, orang awam pun banyak yang menjadi pengikut para syaikh tarekat. Ketertarikan mereka pada para syaikh tarekat adalah pada kekuatan-kekuatan supranatural yang dimiliki para syaikh tarekat. Pada waktu itu, kemampuan supranatural-kesaktian, kekebalan, kedigdayaan, kanuragan dan segala ilmu gaib lainnya masih menjadi simbol prestise bagi masyarakat awam. Oleh karena itu, bagi masyarakat awam tarekat lebih dikenal sebagai ajaran-ajaran tentang ilmu-ilmu kesakten dari pada jalan medekatkan kepada Tuhan. Bruinessen (1995b: 338) menambahkan, di Lombok ajaran tarekat Naqsyabandiyah sekarang lebih dikenal sebagai ilmu-ilmu tentang kesakten saja. Bahkan, keturunan para mursyidnya menjadi dukun yang bacaan-bacaannya banyak menggunakan wirid-wirid taraket ini.
Peran politik tarekat di kepulauan Nusantara yang cukup signifikan dapat dilihat sepanjang abad ke-19 karena tarekat menjadi sumber inspirasi pemberontakan anti-kolonial. Pada tahun 1819, di Palembang, terjadi pemberontakan yang dikenal dengan Perang Menteng. Pemberontakan ini dilakukan oleh para pengikut tarekat Sammaniyah, yang diketahui dibawa dan disebarkan oleh Syaikh Abdussomad al-Palimbangi pada akhir abad ke-18. Para pemberontak ini sebelum perang membaca asma-asma Allah sampai mereka fana atau mabuk dzikir, sehingga mereka tak kenal takut menghadapi serdadu kolonial. Di Banjarmasin pada tahun 1860 pemberontakan antikolonial juga terjadi, yakni setelah seorang guru mulai mengajar amalan yang dinamakan beratip be'amal, mirip dengan ajaran Tarekat Sammaniyah. Banyak orang yang dibaiat dan diberi jimat oleh guru itu, setelah itu mereka membaca dzikir sampai tak sadarkan diri. Barulah mereka berperang melawan tentara kolonal tanpa rasa takut (Bruinessen, 1995b:198).
Pada awal abad ke-19 di Banyumas, daerah dimana tarekat memiliki akar sangat kuat dalam tradisi Islam lokal khususnya di Sokaraja, para syaikh tarekat melakukan pemberontakan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Kyai Hasan Maolani (Lengkong, Cirebon), kemudian diteruskan oleh Kyai Nurhakim (Pasir Wetan, Purwokerto) dan Kyai Malangyuda (Rajawana, Purbalingga). Ketiganya dikenal sebagai mursyid tarekat asli Banyumas, yaitu tarekat Akmaliyah/Kamaliyah/Haqmaliyah. Tarekat ini diduga merupakan varian dari tarekat Syathariyyah dan sebuah tarekat yang banyak mencampurkan ajaran wahdatul wujud dan sinkretisme Jawa (Bruinessen, 1995b:203; Makhasin, 2007a: 43).
Tetapi barangkali pemberontakan yang paling dikenal luas adalah pemberontakan yang dilakukan oleh tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di daerah Cilegon, Banten pada 1888. Meskipun para syaikhnya sendiri tidak terlibat langsung dalam pemberontakan itu, tetapi jaringan sosial ikhwan para tarekat inilah yang menyatukan para pemberontak. Tentunya, para syaikh memberikan jimat-jimat kekebalan kepada para pemberontak sebelum bertempur (Bruinessen, 1995a:27).
Memasuki zaman kemerdekaan terakat tetap saja mempunyai potensi politik yang besar, tetapi tentu untuk tujuan dan cara yang berbeda. Jika tarekat pada abad ke-19 menjadi motor penggerak sejumlah pemberontakan anti-kolonial, maka setelah berdiri NKRI tarekat menjadi "gudang suara" bagi sejumlah kekuatan politik. Syaikh Jalaludin Bukittinggi mendirikan PPTI (Partai Persatuan Tarekat Indonesia) yang pada Pemilu 1955 partai ini mendapat perolehan suara sebanyak 35.000 di Sumatra Tengah (2,2%) dan 27.000 di Sumatra Utara (1,3%). PPTI terus berkembang dengan mendirikan cabang-cabang di beberapa daerah. Belakangan Syaikh Jalaludin menjadi pendukung setia Sukarno pada era Demokrasi Terpimpin. Pada masa orde baru, PPTI menjadi underbouw Golongan Karya (Golkar) dan pada Pemilu 1971 para pengikutnya menusuk gambar pohon beringin (Bruinessen: 1995b:343). Pada tahun 1970-an Kyai Musta'in Ramly dari Rejoso, Jombang, Jawa Timur, seorang mursyid tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah sekaligus ketua Jam'iyyah Ahli Thariqah Mu'tabarah, membelot mendukung Golkar. Peristiwa tersebut membuat gempar keluarga, santri dan pengikut tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah, Rejoso yang kebanyakan NU (pada saat itu NU masih berafiliasi ke PPP belum kembali ke khittah 1926). Kejadian itu membuat banyak pengikut Kyai Musta'in Ramly yang membelot kepada kyai lain (Bruinessen, 1995b: 343; Turmudi, 1999; Sujuthi, 2001).
Pada masa reformasi, para kyai khas NU seperti Kyai Abdulah Faqih (Langitan, Tuban), Kyai Dimyati Rois (Kendal), Kyai Musthofa Bisri (Rembang), yang tergabung dalam "Poros Langit" mendukung Gus Dur untuk menjadi presiden Republik Indonesia ke-4. Hal tersebut dilakukan mereka melakukan istikharah, sehingga akhirnya akhirnya para kyai ini mendapat isyarath al samawiyah untuk tetap merestui Abdurahman Wahid menjadi Presiden. Para kyai ini adalah penasehat Jami'iyyah Ahli Thariqah Mu'tabarah Nahdliyah (Jamil, 2005:145).
andikaselayang.blogspot.com/2011/12/sejarah-tarekat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar