Rabu, 29 Oktober 2014

Sa’id bin Zaid radhiallahuanhum


Menjelang hembusan nafas terakhirnya, Zaid berkata, Ya Allah, jika Engkau memang tidak menghendaki kebaikan ini (agama Islam) untukku, maka janganlah Engkau halangi anakku (Sa’id) darinya.”
Doa Zaid ini masih menggantung di antara langit dan bumi, hingga pada suatu hari ketika Sa’id sedang berada di Makkah, dia mengetahui bahwa Rasulullah telah diutus. Karenanya, dia beserta istrinya, Fatimah binti Khaththab, yang merupakan saudara perempuan ‘Umar bin Khaththab, segera beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.Said masih merahasiakan keimanannya dan dia sangat sabar menghadapi siksaan yang berasal dari kaumnya, sehingga dia pun tidak diusir dari Makkah, seperti yang dialami sebelumnya oleh orang tuanya. Akan tetapi kemudian, ‘Umar mengetahui keimanan Sa’id. ‘Umar pun bermaksud membunuhnya, lalu dia memukulnya hingga darah mengalir dari wajah Sa’id . Akan tetapi, kesabaran Sa’id dalam menghadapi sikap ‘Umar inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab masuknya ‘Umar radhiallahu ‘anhu ke dalam Islam.a’id pergi berhijrah ke Madinah bersama istrinya, Fathimah. Sebelum terjadinya perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memilihnya dan mengutusnya untuk pergi bersama Thalhah bin Ubaidillah dengan tujuan agar dia mengetahui jumlah pasukan kaum musyrikin dan mematai gerak-gerik mereka. Oleh karena itu, Sa’id pun tidak ikut serta dalam peperangan Badar. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberinya bagian ghanimah (harta rampasan) yang diperoleh dalam perang tersebut. Dia dianggap seperti orang yang ikut serta dalam perang itu.
Setelah itu Sa’id ikut serta dalam setiap peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia bertempur dengan menggunakan pedangnya dan beriman dengan menggunakan hatinya. Bahkan pada suatu hari dia pernah berada bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di gua Hira’ dengan para shahabat lainnya. Ketika itu tiba-tiba gunung Hira’ bergetar, maka nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  Tenanglah, wahai Hira’, karena sungguhnya tidak ada yang berada di atasmu, kecuali seorang nabi, seorang yang sangat jujur (ash-shiddiq), dan seorang syahid.”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda tentang Sa’id, Sa’id bin Zaid di surga.”
Sa’id merupakan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira bakal masuk surga. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhoinya.Dia memegang teguh janjinya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memerangi kaum musyrikin di negeri Persia, sehingga melalui tangannya dan juga tangan shahabat-shahabatnya, Allah pun memadamkan api yang menjadi sesembahan kaum Majusi ; dan berkat perjuangannya pula para penduduk Persia beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah penaklukan terhadap negeri Persia selesai, Sa’id tidak tinggal diam. Dia mengangkat pedang dan barang-barangnya untuk pergi ke negeri-negeri lain yang sedang di perangi oleh kaum muslimin.Pada masa Dinasti Bani Umayyah, Sa’id bin Zaid menangisi shahabat-shahabat Islam yang telah meninggal sebelumnya. Tinggalah dia seorang diri menyaksikan terjadinya fitnah (kerusuhan) dan menyaksikan bagaimana kehidupan dunia dengan segala macam perhiasannya telah masuk ke dalam hati kaum muslimin, maka Sa’id pun lebih memilih untuk kembali ke Madinah dan tinggal disana. Pada waktu itu yang menjadi gubernur di Madinah adalah Marwan bin Hakam bin ‘Ash.Saat itu seorang wanita yang bernama Arwa binti Uwais keluar, lalu dia berkata, Sesungguhnya Sa’id telah mencuri tanahku dan telah memasukkannya ke bagian tanahnya.” Sungguh perkataan itu sangat menyakitkan hati Sa’id bin Zaid, shahabat Rasulullah dan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira berupa surga. Karenanya, Sa’id pun berkata, Ya Allah, jika dia berbohong, maka hilangkanlah penglihatannya dan bunuhlah ia di tanahnya sendiri.”Seketika itu pula hujan turun dari langit sampai diperbatasan tanah yang menurut wanita itu Sa’id telah melampaui batas tersebut. Seketika mata wanita itupun menjadi buta dan hanya selang beberapa hari, wanita itu terjatuh dalam sebuah lubang yang berada di tanah miliknya hingga dia meninggal dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan doa Sa’id bin Zaid yang terzhalimi dan telah dituduh sebagai seorang pembohong dan pendusta.Pada suatu pagi penduduk Madinah dikagetkan oleh suara seorang pelayat yang menangisi kepergian Sa’id bin Zaid radhiallahu ‘anhu. Peristiws itu terjadi pada masa kekhalifahan Muawiyah bin Abi Sufyan, tepatnya pada tahun ke-50 Hijriyah. Dia di kuburkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu. Salam sejahtera baginya.Sumber:Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Anak, Dr. Hamid Ahmad Ath-Thahir, Irsyad Baitus Salam, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar