A. Pengertian Mazhab Fiqih
Kata mazhab berasal dari bahasa Arab yaitu ism makan (kata benda tempat) dari akar kata dzahab (pergi). Jadi, secara etimologis mazhab artinya “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq).
Huzaemah Tahido Yanggo mengungkapkan
mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid
dalam memecahkan masalah atau mengistinbatkan hukum Islam. Sedangkan
menurut istilah ushul fiqh, mazhab adalah kumpulan pendapat mujtahid
yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil syariat yang
rinci serta berbagai kaidah (qawa’id) dan landasan (ushul) yang
mendasari pendapat tersebut dengan saling terkait satu sama lain sebegai
satu kesatuan yang utuh.
Menurut Muhammad Husain Abdullah, istilah mazhab mencakup dua hal:
- Sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali seorang imam mujtahid.
- Ushul fikih yang menjadi jalan (thariq) yang ditempuh mujtahid untuk menggali hukum-hukum Islam dari dalil-dalil yang rinci.
Sementara itu, fiqih secara etimologis berarti paham, sesuai dengan hadist Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan maka akan diberikan pemahaman pada masalah agama.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Makna fiqih sendiri secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari
hukum-hukum syariah amaliyah yang diambil dari dalil-dalil yang rinci.
Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan pengertian dari mazhab
fiqih adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid
dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum-hukum syariah
amaliyah.
B. Latar Belakang dan Sejarah Singkat Munculnya Empat Mazhab
Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar meluas ke
berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan
berpencar ke negara yang baru. Dengan demikian, kesempatan untuk
bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah sukar
dilaksanakan. Sejalan dengan kejadian tersebut, Qasim Abdul Aziz Khomis
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf di kalangan
sahabat ada tiga, yakni:
- perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash Al-Quran.
- Perbedaan para sahabat yang disebabkan perbedaan riwayat.
- Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu.
Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab ikhtilaf dari sudut pandang
yang berbeda. Beliau berpendapat bahwa salah satu penyebab utama
ikhtilaf di kalangan para sahabat adalah adanya prosedur penetapan hukum
untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada zaman Rasulullah
SAW.
Setelah berakhirnya masa sahabat, kemudian dilanjutkan dengan masa
Tabi’in. Ijtihad para sahabat dan Tabi’in dijadikan suri tauladan oleh
generasi penerusnya yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan
kekuasaan Islam pada waktu itu. Generasi ketiga ini dikenal dengan
Tabi’it dan Tabi’in. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai
ketika memasuki abad kedua hijriah, dimana pemerintahan Islam dipegang
oleh Daulah Abbasiyyah.
Dari mata rantai sejarah di atas, jelas terlihat bahwa pemikiran fiqih
dimulai dari zaman sahabat, tabiin, hingga munculnya mazhab-mazhab
fiqih. Dari sini pula dapat kita rumuskan sebab-sebab munculnya mazhab
pada periode ini. Namun, mazhab-mazhab pada masa itu tidak terbatas pada
empat Imam mazhab seperti yang ada sekarang.
Dr. Thaha Jabir Fayyadh al-‘Ulwani berkesimpulan bahwa saat itu muncul
sekitar tiga belas mazhab tetapi hanya delapan atau sembilan saja yang
dapat diketahui dengan jelas dasar-dasar metode fiqhiyah yang mereka
pergunakan.
C. Biografi Empat Imam Mazhab
1. Imam Hanafi (80 H - 150 H)
Nama Beliau sebenarnya adalah Imam Abu
Hanifah al-Nu’am bin Sabit bin Zauti. Lahir pada tahun 80 H di kota
Kuffah pada masa dinasti Umayyah. Semua literatur yang mengungkapkan
kehidupan Abu hanifah menyebutkan bahwa Abu Hanifah adalah seorang ‘alim
yang mengamalkan ilmunya, zuhud, ‘abid, wara’ taqiy, khusyu’, dan
tawadhu’.
Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh
yang pertama kali menyusun kitab Fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang
berawal dari kesucian (taharah), shalat, dan seterusnya, yang kemudian
diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam
Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim, dan lainnya.
Pada akhir hayatnya Abu Hanifah
diracuni. Sebagaimana yang disampaikan dalam kitab Al-Baar Adz-Dzahabi
berkata, diriwayatkan bahwa khalifah Al-Manshur memberi minuman beracun
kepada Imam Abu Hanifah dan dia pun meninggal sebagai syahid.
Latar belakang kematiannya karena ada
beberapa penyebar fitnah yang tidak suka pada Abu Hanifah, memberi
keterangan palsu pada Al-Manshur sehingga Al-Manshur melakukan
pembunuhan itu. Dan ada sebuah riwayat shahih mengatakan bahwa ketika
merasa kematiannya dekat, Abu Hanifah bersujud hingga Beliau meninggal
dalam keadaan sujud.
Para ahli sejarah sepakat bahwa Beliau meninggal pada bulan Rajab tahun 150 H dalam usia 70 tahun di Mesir.
2. Imam Maliki (93 H - 179 H)
Nama lengkap Beliau adalah Malik bin
Anas Abi Amir al-Ashbahi dengan julukan Abu Abdillah. Dalam sumber lain
menyebutkan bahwa nama lengkap Beliau adalah Malik bin Anas bin Malik
bin Abu ‘Amir bin ‘Amr bin Al-Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin ‘Amr
bin Al-Harits Al Himyari Al-Ashbahi Al-Madani.
Malik bin Anas lahir di Madinah pada
tahun 93 H. Sejak muda ia sudah menghafal Al-Quran dan sudah nampak
minatnya dalam ilmu pengetahuan. Ia dipandang ahli dalam berbagai cabang
bidang ilmu, khususnya ilmu haduts dan fiqih.
3. Imam Syafi’i (150 H - 204 H)
Beliau bernama Abu Abdullah, Muhammad ibnu Idris bin Abbas bin Usman bin Syafi’i bin Saaib bin ‘Abiid bin Abdu Yazid bin Hasim.
Kemudian pada tahun 199 H Beliau pindah ke Mesir, hingga Beliau wafat
tahun-tahun tarakhirnya digunakan untuk menulis dan merevisi buku-buku
yang pernah ditulisnya. Buku karya Imam Syafi’i diantaranya adalah Ar-Risalah
yang ditulis ketika Beliau di Makkah, kemudian direvisi dengan
dikurangi dan ditambah sesuai dengan perkembangan baru di Mesir. Imam
Syafi’i wafat pada tahun 204 H di Mesir.
4. Imam Hambali (164 H - 241 H)
Nama lengkap Beliau adalah Ahmad bin Hambal bin Hilal bin Usd bin Idris
bin Abdullah bin Hayyan ibn Abdullah binAnas bin Auf bin Qasit bin Mazin
bin Syaiban. Beliau terlahir di Baghdad, Irak pada tahun 164 H/780 M.
Ayahnya meninggal dunia ketika Beliau masih kecil, yang kemudian diasuh
oleh ibunya.
Ilmu pertama yang dipelajari Imam Hambali adalah Al Qur’an hingga
Beliau hafal pada usia 15 tahun, Beliau juga mahir baca-tulis dengan
sempurna sehingga dikenal sebagai orang yang paling indah tulisannya.
Selanjutnya Beliau mulai berkonsentrasi pada ilmu hadist di awal usianya
ketika menginjak 15 tahun. Beliau telah mempelajari Hadits sejak kecil
dan untuk mempelajari Hadits ini Beliau pernah pindah dan merantau ke
Syam (Syiria).
Setelah sakit sembilan hari, Imam Hambali menghembuskan nafas
terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul
Awwal 241 H pada usia 77 tahun. Jenazah Beliau dihadiri delapan ratus
ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.
SUMBER: sharingmahasiswa.blogspot.com
Profil Biografi Empat Imam Mazhab
1. Profil Biografi Imam Hanafi
Imam Hanafi merupakan ulama besar yang telah mewarnai dunia dengan khazanah ilmu teruma di bidang ilmu fiqih. Keluasan ilmu, pengalaman, kezuhudan, keberanian seolah menyatu dalam diri sang Imam. Profil biografi Imam Hanafi akan dibahas pada artikel berikut.
Nama asli dari Imam Hanafi adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M). Pada masa remajanya, beliau telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu, walaupun beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau menjauhi hidup mewah.
Disamping menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadits, bahasa arab dan ilmu hikmah. Imam Hanafi adalah seorang hamba Allah yang bertakwa dan soleh, seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika beliau berdoa matanya bercucuran air mata demi mengharapkan keridhaan Allah SWT.
Gubernur di Iraq pada waktu itu adalah Yazid bin Hurairah Al-Fazzari. Pada suatu ketika Imam Hanafi akan diangkat menjadi ketua urusan Baitul mal, tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Ia tidak mau menerima kedudukan tinggi tersebut. Sampai berulang kali Gabenor Yazid menawarkan pangkat itu kepadanya, namun tetap ditolaknya.
Pada saat yang lain Yazid menawarkan pangkat Hakim tetapi imama Hanafi juga menolaknya. Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum dengan hukum dera. Ketika Imam Hanafi mendengar kata ancaman hukum dera itu Imam Hanafi menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku akan dibunuh oleh pihak kerajaan.” Demikian beraninya Imam Hanafi dalam menegakkan pendirian hidupnya.
Akhirnya imam Hanafi ditangkap oleh gubernur dan dimasukkan ke dalam penjara selama dua minggu dan lima belas hari kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru dibebaskan. Beberapa hari sesudah itu gubernur menawarkan menjadi kadi, juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera sebanyak 110 kali. Namun demikian Imam Hanafi tetap dengan pendiriannya hingga ia dilepaskan kembali.
Imam Hanafi menolak semua tawaran yang diberikan oleh kerajaan daulah Umayyah dan Abbasiyah adalah kerana beliau tidak sesuai dengan corak pemerintahan yang mereka kendalikan. Oleh sebab itu mereka berusaha mengajak Imam Hanafi untuk bekerjasama mengikut gerak langkah mereka, dan akhirnya mereka siksa hingga meninggal pada usia 70 tahun.
Madzab Hanafi disebarluaskan oleh murid-murid beliau dan fatwa-fatwa beliau dituliskan dalam kitab-kitab fikih oleh para muridnya sehingga tersebar luas dan dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara murid beliau yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, yang merupakan guru dari Imam Syafi’i. Anda juga bisa membaca profil biografi Imam Syafi'i pada artikel sebelumnya.
Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar. Dalam menetapkan hukum, Imam Hanafi menggunakan metode berdasarkan Al Quran, Sunnah Rasul, Fatwa sahabat, Qiyas, Istihsan, Ijma’ dan ‘Urf. Sedangkan 'Urf maksudnya adalah adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat.
Imam Hanafi merupakan ulama besar yang telah mewarnai dunia dengan khazanah ilmu teruma di bidang ilmu fiqih. Keluasan ilmu, pengalaman, kezuhudan, keberanian seolah menyatu dalam diri sang Imam. Profil biografi Imam Hanafi akan dibahas pada artikel berikut.
Nama asli dari Imam Hanafi adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M). Pada masa remajanya, beliau telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu, walaupun beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau menjauhi hidup mewah.
Disamping menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadits, bahasa arab dan ilmu hikmah. Imam Hanafi adalah seorang hamba Allah yang bertakwa dan soleh, seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika beliau berdoa matanya bercucuran air mata demi mengharapkan keridhaan Allah SWT.
Gubernur di Iraq pada waktu itu adalah Yazid bin Hurairah Al-Fazzari. Pada suatu ketika Imam Hanafi akan diangkat menjadi ketua urusan Baitul mal, tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Ia tidak mau menerima kedudukan tinggi tersebut. Sampai berulang kali Gabenor Yazid menawarkan pangkat itu kepadanya, namun tetap ditolaknya.
Pada saat yang lain Yazid menawarkan pangkat Hakim tetapi imama Hanafi juga menolaknya. Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum dengan hukum dera. Ketika Imam Hanafi mendengar kata ancaman hukum dera itu Imam Hanafi menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku akan dibunuh oleh pihak kerajaan.” Demikian beraninya Imam Hanafi dalam menegakkan pendirian hidupnya.
Akhirnya imam Hanafi ditangkap oleh gubernur dan dimasukkan ke dalam penjara selama dua minggu dan lima belas hari kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru dibebaskan. Beberapa hari sesudah itu gubernur menawarkan menjadi kadi, juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera sebanyak 110 kali. Namun demikian Imam Hanafi tetap dengan pendiriannya hingga ia dilepaskan kembali.
Imam Hanafi menolak semua tawaran yang diberikan oleh kerajaan daulah Umayyah dan Abbasiyah adalah kerana beliau tidak sesuai dengan corak pemerintahan yang mereka kendalikan. Oleh sebab itu mereka berusaha mengajak Imam Hanafi untuk bekerjasama mengikut gerak langkah mereka, dan akhirnya mereka siksa hingga meninggal pada usia 70 tahun.
Madzab Hanafi disebarluaskan oleh murid-murid beliau dan fatwa-fatwa beliau dituliskan dalam kitab-kitab fikih oleh para muridnya sehingga tersebar luas dan dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara murid beliau yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, yang merupakan guru dari Imam Syafi’i. Anda juga bisa membaca profil biografi Imam Syafi'i pada artikel sebelumnya.
Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar. Dalam menetapkan hukum, Imam Hanafi menggunakan metode berdasarkan Al Quran, Sunnah Rasul, Fatwa sahabat, Qiyas, Istihsan, Ijma’ dan ‘Urf. Sedangkan 'Urf maksudnya adalah adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat.
2. Profil Biografi Imam Malik
Imam Malik merupakan salah satu imam ahli fikih yang masyhur dan termasuk dari 4 Imam Madzhab. Keluasan ilmu, kedermawanan, keshalehan pada diri beliau banyak dituliskan dalam kitab-kitab sejarah islam. Profil biografi imam malik penuh dengan semangat mencari ilmu yang akan kita bahas secara ringkas dalam artikel ini.
Imam malik dilahirkan di kota Madinah al Munawwaroh pada tahun 93 Hijriah (ada juga pendapat lain bahwa beliau lahir pada 90H, 94H dan 95H) dengan nama lengkapnya Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah.
Imam Malik menerima hadist dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Guru Imam Malik diantaranya adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.
Sedangkan murid-murid beliau diantaranya adalah Ibnul Mubarak, Imam Syafi’i, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.
Ahmad bin Hanbal berkata: "Jika engkau melihat seseorang yang membenci imam malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah". Seseorang bertanya kepada Imam Syafi'i "apakah anda menemukan seseorang yang (alim) seperti imam malik?" as-Syafi'i menjawab "aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami(orang sekarang) menemui yang seperti Malik?"
Al Muwaththa' merupakan kitab yang disusun oleh Imam Malik, yang beliau susun selama 40 tahun, dan telah ditunjukan kepada 70 ahli fiqh kota Madinah. Kitab Al Muwaththa’ berisi 100.000 hadits, yang diriwayatkan oleh lebih dari seribu orang dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Kitab Al-Muwaththa berisikan hadits-hadits serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Imam Malik menyeleksi dari 100.000 hadits yang beliau hafal, kemudian hanya 10.000 saja yang diakui sah dan dari 10.000 hadits tersebut, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih oleh beliau setelah diteliti dengan seksama.
Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat. Sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H pada usia 87 tahun. Seorang imam besar telah wafat yang telah berjasa atas penyebaran agama Islam dan semoga kita semua dapat meneladaninya.
Imam Malik merupakan salah satu imam ahli fikih yang masyhur dan termasuk dari 4 Imam Madzhab. Keluasan ilmu, kedermawanan, keshalehan pada diri beliau banyak dituliskan dalam kitab-kitab sejarah islam. Profil biografi imam malik penuh dengan semangat mencari ilmu yang akan kita bahas secara ringkas dalam artikel ini.
Imam malik dilahirkan di kota Madinah al Munawwaroh pada tahun 93 Hijriah (ada juga pendapat lain bahwa beliau lahir pada 90H, 94H dan 95H) dengan nama lengkapnya Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah.
Imam Malik menerima hadist dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Guru Imam Malik diantaranya adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.
Sedangkan murid-murid beliau diantaranya adalah Ibnul Mubarak, Imam Syafi’i, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.
Ahmad bin Hanbal berkata: "Jika engkau melihat seseorang yang membenci imam malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah". Seseorang bertanya kepada Imam Syafi'i "apakah anda menemukan seseorang yang (alim) seperti imam malik?" as-Syafi'i menjawab "aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami(orang sekarang) menemui yang seperti Malik?"
Al Muwaththa' merupakan kitab yang disusun oleh Imam Malik, yang beliau susun selama 40 tahun, dan telah ditunjukan kepada 70 ahli fiqh kota Madinah. Kitab Al Muwaththa’ berisi 100.000 hadits, yang diriwayatkan oleh lebih dari seribu orang dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Kitab Al-Muwaththa berisikan hadits-hadits serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Imam Malik menyeleksi dari 100.000 hadits yang beliau hafal, kemudian hanya 10.000 saja yang diakui sah dan dari 10.000 hadits tersebut, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih oleh beliau setelah diteliti dengan seksama.
Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat. Sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H pada usia 87 tahun. Seorang imam besar telah wafat yang telah berjasa atas penyebaran agama Islam dan semoga kita semua dapat meneladaninya.
3. Profil Biografi Imam Syafi'i
Imam Syafi'i merupakan ulama besar yang memiliki pengetahuan yang mendalam di berbagai disiplin ilu terutama di bidang fiqh. Termasyhur bukan hanya karena kejeniusannya tapi juga karena sifat dermawan, wara dan kezuhudan beliau. Profil biografi Imam Syafi'i moga dapat membuka cakrawala keislaman kita untuk bisa meneladaninya.
Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 H, tapi ada pendapat lain bahwa Imam Syafi'i lahir di Asqalan. Imam Syafi'i merupakan keturunan dari al-Muththalib, jadi dia termasuk ke dalam Bani Muththalib dan nasabnya bertemu Rasulullah di Abdul Manaf.
Perubahan perjalanan hidup sejarah Imam Syafi'i dimulai sejak wafat ayahnya, sang ibu membawanya ke Mekah. Sejak kecil Imam Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra. Kemudian beliau berguru fiqh kepada Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwa ketika masih berusia 15 tahun. Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, Muhammad bin Ali bin Syafi’, Sufyan bin Uyainah, Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya.
Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia belajar kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ialah Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, beliau meneruskan ke kota Baghdad, Iraq dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Salah satu karangannya adalah “Ar risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Ia mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Dasar madzhabnya ialah Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Pertemuan Imam Syafi’i dengan Imam Ahmad bin Hanbal terjadi di Mekah pada tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i banyak belajar tentang ilmu fiqh, ushul madzhab, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya. Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru. Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Imam Syafi'i merupakan ulama besar yang memiliki pengetahuan yang mendalam di berbagai disiplin ilu terutama di bidang fiqh. Termasyhur bukan hanya karena kejeniusannya tapi juga karena sifat dermawan, wara dan kezuhudan beliau. Profil biografi Imam Syafi'i moga dapat membuka cakrawala keislaman kita untuk bisa meneladaninya.
Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 H, tapi ada pendapat lain bahwa Imam Syafi'i lahir di Asqalan. Imam Syafi'i merupakan keturunan dari al-Muththalib, jadi dia termasuk ke dalam Bani Muththalib dan nasabnya bertemu Rasulullah di Abdul Manaf.
Perubahan perjalanan hidup sejarah Imam Syafi'i dimulai sejak wafat ayahnya, sang ibu membawanya ke Mekah. Sejak kecil Imam Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra. Kemudian beliau berguru fiqh kepada Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwa ketika masih berusia 15 tahun. Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, Muhammad bin Ali bin Syafi’, Sufyan bin Uyainah, Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya.
Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia belajar kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ialah Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, beliau meneruskan ke kota Baghdad, Iraq dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Salah satu karangannya adalah “Ar risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Ia mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Dasar madzhabnya ialah Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Pertemuan Imam Syafi’i dengan Imam Ahmad bin Hanbal terjadi di Mekah pada tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i banyak belajar tentang ilmu fiqh, ushul madzhab, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya. Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru. Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
4. Profil Biografi Imam Ahmad bin Hambal
Riwayat tentang sejarah kehidupan Imam Ahmad bin Hambal banyak ditulis oleh banyak 'ulama di berbagai kitab mereka. Keutamaan ilmu, kekuatan hafalan dan akhlak beliau menyinari perjuangan Islam di sepanjang sejarah. Profil biografi Imam Ahmad bin Hambal merupakan mutiara pelajaran besar yang dapat kita ambil hikmahnya.
Nama lengkap Imam Ahmad bin Hambal adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Beliau lahir pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 Hijriyah di Baghdad. Imam Ahmad bin Hambal menghafal Al Qur’an pada usia 15 tahun, beliau juga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya.
Imam Ahmad bin Hambal mempunyai hafalan yang kuat, bahkan beliau hafal satu juta hadits. Banyak pujian dari para ulama terhadap Imam Ahmad bin Hambal, seperti yang dikatakan Imam Asy-Syafi’i bahwa “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Kezuhudan beliau pun sangat terkenal, seperti yang diceritakan oleh Al Maimuni bahwa rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil. Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya.
Sifat tawadhu' seolah telah melekat pada diri beliau, sehingga banyak riwayat yang menceritakan ketawadu'an beliau. Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.
Ada kisah lain tentang sifat tawadhu'nya, bahwa beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” lalu beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”
Guru-guru Imam Ahmad bin Hambal jumlahnya lebih dari 280 ulama yang berasal dari berbagai tempat seperti Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan lainnya. Guru beliau diantaranya Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin ‘Uyainah, Abdurrazaq, Ibrahim bin Ma’qil.
Murid Ahmad bin Hambal banyak dari kalangan 'ulama besar diantaranya Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Asy-Syafi’i, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal, Hambal bin Ishaq dan lainnya.
Kitab beliau sangat banyak, di antaranya adalah Kitab Al Musnad yang berisi lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits, Az-Zuhud, Fadhail Ahlil Bait, Jawabatul Qur’an, Al Imaan, Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah, Al Asyribah dan Al Faraidh.
Setelah menderita sakit selama 9 hari, Imam Ahmad bin Hambal menghembuskan nafas terakhirnya pada umur 77 tahun. Pada saat itu pagi hari Jum’at tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H. Jenazah beliau dihadiri 800.000 orang pelayat lelaki dan 60.000 orang pelayat perempuan. Semoga rahmat Allah swt. tercurah kepadanya dan diterima semua amal shalihnya, amiin..
Riwayat tentang sejarah kehidupan Imam Ahmad bin Hambal banyak ditulis oleh banyak 'ulama di berbagai kitab mereka. Keutamaan ilmu, kekuatan hafalan dan akhlak beliau menyinari perjuangan Islam di sepanjang sejarah. Profil biografi Imam Ahmad bin Hambal merupakan mutiara pelajaran besar yang dapat kita ambil hikmahnya.
Nama lengkap Imam Ahmad bin Hambal adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Beliau lahir pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 Hijriyah di Baghdad. Imam Ahmad bin Hambal menghafal Al Qur’an pada usia 15 tahun, beliau juga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya.
Imam Ahmad bin Hambal mempunyai hafalan yang kuat, bahkan beliau hafal satu juta hadits. Banyak pujian dari para ulama terhadap Imam Ahmad bin Hambal, seperti yang dikatakan Imam Asy-Syafi’i bahwa “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Kezuhudan beliau pun sangat terkenal, seperti yang diceritakan oleh Al Maimuni bahwa rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil. Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya.
Sifat tawadhu' seolah telah melekat pada diri beliau, sehingga banyak riwayat yang menceritakan ketawadu'an beliau. Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.
Ada kisah lain tentang sifat tawadhu'nya, bahwa beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” lalu beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”
Guru-guru Imam Ahmad bin Hambal jumlahnya lebih dari 280 ulama yang berasal dari berbagai tempat seperti Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan lainnya. Guru beliau diantaranya Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin ‘Uyainah, Abdurrazaq, Ibrahim bin Ma’qil.
Murid Ahmad bin Hambal banyak dari kalangan 'ulama besar diantaranya Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Asy-Syafi’i, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal, Hambal bin Ishaq dan lainnya.
Kitab beliau sangat banyak, di antaranya adalah Kitab Al Musnad yang berisi lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits, Az-Zuhud, Fadhail Ahlil Bait, Jawabatul Qur’an, Al Imaan, Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah, Al Asyribah dan Al Faraidh.
Setelah menderita sakit selama 9 hari, Imam Ahmad bin Hambal menghembuskan nafas terakhirnya pada umur 77 tahun. Pada saat itu pagi hari Jum’at tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H. Jenazah beliau dihadiri 800.000 orang pelayat lelaki dan 60.000 orang pelayat perempuan. Semoga rahmat Allah swt. tercurah kepadanya dan diterima semua amal shalihnya, amiin..
SUMBER: imad09.mywapblog.com
Mengenal Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali
Abu Hanifah (Imam Hanafi)
Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan
at-Taymi (bahasa Arab: النعمان بن ثابت), lebih dikenal dengan nama Abū
Ḥanīfah, (bahasa Arab: بو حنيفة) (lahir di Kufah, Irak pada 80 H / 699 M
— meninggal di Baghdad, Irak, 148 H / 767 M) merupakan pendiri dari
Madzhab Hanafi.
Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah Sahabat nabi, karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin Malik, dan meriwayatkan hadis darinya serta sahabat lainnya.[3]
Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.
Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah Sahabat nabi, karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin Malik, dan meriwayatkan hadis darinya serta sahabat lainnya.[3]
Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.
Imam Malik
Mālik ibn Anas bin Malik bin ‘Āmr
al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin
`Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), (Bahasa
Arab: مالك بن أنس), lahir di (Madinah pada tahun 714 (93 H), dan
meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia adalah pakar ilmu fikih dan
hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.
Biografi
Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin
Abi Amirbin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail binAmr bin
al-Haris Dzi Ashbah. Imama malik dilahirkan di Madinah al Munawwaroh.
sedangkan mengenai masalah tahun kelahiranya terdapat perbedaaan
riwayat. al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa imam
malik dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang lain berpendapat
bahawa imam malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam al-Dzahabi
meriwayatkan imam malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir
meriwayatkan bahwa ia mendengar malik berkata :”aku dilahirkan pada 93
H”. dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam’ani dan ibn
farhun)[3].
Ia menyusun kitab Al Muwaththa’, dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Sejumlah ‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mnegetahui bandingannya.
Hadits-hadits yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ‘Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadits tanpa penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadaku” dan “ dari orang kepercayaan”, tetapi hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al Muwaththa’ Malik.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al Auza’i., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
Ia menyusun kitab Al Muwaththa’, dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Sejumlah ‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mnegetahui bandingannya.
Hadits-hadits yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ‘Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadits tanpa penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadaku” dan “ dari orang kepercayaan”, tetapi hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al Muwaththa’ Malik.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al Auza’i., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
Malik bin Anas menyusun kompilasi hadits dan ucapan para sahabat dalam buku yang terkenal hingga kini, Al Muwatta.
Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.
Di antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.
Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.
Di antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.
[sunting]Pujian Ulama untuk Imam Malik
An Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, tepercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”.
(Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Sedangkan Ibnu Hayyan berkata,” Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah”.
Imam as-Syafi’i berkata : “Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para Tabi’in “.
Yahya bin Ma’in berkata :”Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu) Hadits”
Ayyub bin Suwaid berkata :”Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam madinah) dan as-Sunnah ,seorang yang Tsiqah, seorang yang dapat dipercaya”.
Ahmad bin Hanbal berkata:” Jika engkau melihat seseorang yang membenci imam malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid’ah”
Seseorang bertanya kepada as-Syafi’i :” apakah anda menemukan seseorang yang (alim) seperti imam malik?” as-Syafi’i menjawab :”aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami(orang sekarang) menemui yang seperti Malik?[3] “
Kitab Al-Muwaththa
An Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, tepercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”.
(Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Sedangkan Ibnu Hayyan berkata,” Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah”.
Imam as-Syafi’i berkata : “Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para Tabi’in “.
Yahya bin Ma’in berkata :”Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu) Hadits”
Ayyub bin Suwaid berkata :”Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam madinah) dan as-Sunnah ,seorang yang Tsiqah, seorang yang dapat dipercaya”.
Ahmad bin Hanbal berkata:” Jika engkau melihat seseorang yang membenci imam malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid’ah”
Seseorang bertanya kepada as-Syafi’i :” apakah anda menemukan seseorang yang (alim) seperti imam malik?” as-Syafi’i menjawab :”aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami(orang sekarang) menemui yang seperti Malik?[3] “
Kitab Al-Muwaththa
Al-Muwaththa bererti ‘yang disepakati’
atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum
agama Islam. Al-Muwaththa merupakan sebuah kitab yang berisikan
hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para
sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai
problem agama yang merangkum ilmu hadits, ilmu fiqh dan sebagainya.
Semua hadits yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan
sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadits. Dia sangat
berhati-hati ketika menapis, mengasingkan, dan membahas serta menolak
riwayat yang meragukan. Dari 100.000 hadits yang dihafal beliau, hanya
10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadits itu, hanya 5.000 saja yang
disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan
al-Quran. Menurut sebuah riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk
mengumpul dan menapis hadits-hadits yang diterima dari guru-gurunya.
Imam Syafi pernah berkata, “Tiada sebuah kitab di muka bumi ini setelah
al qur`an yang lebih banyak mengandungi kebenaran selain dari kitab
Al-Muwaththa karangan Imam Malik.”
inilah karangan para ulama muaqoddimin
[sunting]Wafatnya Sang Imam Darul Hijroh
inilah karangan para ulama muaqoddimin
[sunting]Wafatnya Sang Imam Darul Hijroh
Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan
menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat.
sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H.
sahnun meriwayatkan dari abdullah bin nafi':” imam malik wafat pada usia 87 tahun” ibn kinanah bin abi zubair, putranya yahya dan sekretarisnya hubaib yang memandikan jenazah imam Malik. imam Malik dimakamkan di Baqi’
sahnun meriwayatkan dari abdullah bin nafi':” imam malik wafat pada usia 87 tahun” ibn kinanah bin abi zubair, putranya yahya dan sekretarisnya hubaib yang memandikan jenazah imam Malik. imam Malik dimakamkan di Baqi’
Imam Syafi’i
Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs
al-Shafiʿī atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i (bahasa Arab: محمد بن
إدريس الشافعي) yang akrab dipanggil Imam Syafi’i (Gaza, Palestina, 150 H
/ 767 – Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besar Sunni
Islam dan juga pendiri mazhab Syafi’i. Imam Syafi’i juga tergolong
kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu
keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek
Muhammad.
Saat usia 20 tahun, Imam Syafi’i pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana.
Imam Syafi`i mempunyai dua dasar berbeda untuk Mazhab Syafi’i. Yang pertama namanya Qaulun Qadim dan Qaulun Jadid.
http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Asy-Syafi’i
Saat usia 20 tahun, Imam Syafi’i pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana.
Imam Syafi`i mempunyai dua dasar berbeda untuk Mazhab Syafi’i. Yang pertama namanya Qaulun Qadim dan Qaulun Jadid.
http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Asy-Syafi’i
Tulisan di bawah terpaksa juga dihapus.
Bagaimana mungkin Imam Syafi’ie yang
lahir tahun 150 H dan wafat tahun 203 H disebut menolak paham
Asy’ariyyah yang memperkenalkan ajaran Sifat 20 sementara Imam Abu Hasan
Al Asy’ari sendiri baru lahir tahun 260 H atau 57 tahun setelah Imam
Syafi’ie meninggal?
Imam Syafi’ie adalah Imam Fiqih. Beda
dengan Imam Asy’ari yang merupakan Imam masalah Tauhid. Kalau seperti
itu, maka Imam Syafi’ie juga jauh dari paham Trinitas Tauhid yang dibawa
oleh Muhammad bin Abdul Wahab yang lahir tahun 1115 Hijriyah:
Imam Asy-Syafi`i termasuk Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, beliau jauh dari pemahaman Asy’ariyyah dan Maturidiyyah yang menyimpang dalam aqidah, khususnya dalam masalah aqidah yang berkaitan dengan Asma dan Shifat Allah subahanahu wa Ta’ala.Sumber: Majalah As-Salaam
Imam Hambali
Sebetulnya ingin mengambil referensi dari Wikipedia di bawah:
Namun ada yang aneh yang menyatakan Murid Imam Hambali adalah Imam Syafi’i:
Imam Asy-Syafi’i. Imam Ahmad juga pernah berguru kepadanya.
Padahal berbagai literatur yang ada
menyebut bahwa guru Imam Syafi’i yang lahir tahun 150 H adalah Imam
Malik (lahir tahun 93 H). Sementara Imam Hambali yang lahir tahun 164 H
(14 tahun lebih muda dari Imam Syafi’i) adalah murid dari Imam Syafi’i.
Hubungan Guru dengan Murid tak akan
pernah berubah meski seorang guru bertanya beberapa hal kepada muridnya.
Aneh kan jika Imam Hambali berkata: “Imam Syafi’i itu dulu Guruku.
Namun setelah aku lebih pintar, sekarang Imam Syafi’i jadi muridku”
Insya Allah tidak begitu.
Meski Imam Hambali adalah seorang Imam
yang cerdas, namun pernyataan bahwa murid Imam Hambali adalah Imam
Syafi’i menunjukkan adanya perubahan seenaknya oleh kaum Salafi Wahabi
dalam rangka memuja Imam Hambali yang mereka jadi panutan secara
berlebihan/ghulluw.
===
Imam Hambali
Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal
bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin
‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa‘labah adz-Dzuhli
asy-Syaibaniy. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada diri Nizar
bin Ma‘d bin ‘Adnan. Yang berarti bertemu nasab pula dengan nabi
Ibrahim.
Ketika beliau masih dalam kandungan, orang tua beliau pindah dari
kota Marwa, tempat tinggal sang ayah, ke kota Baghdad. Di kota itu
beliau dilahirkan, tepatnya pada bulan Rabi‘ul Awwal -menurut pendapat
yang paling masyhur- tahun 164 H.
Ayah beliau, Muhammad, meninggal dalam usia muda, 30 tahun, ketika
beliau baru berumur tiga tahun. Kakek beliau, Hanbal, berpindah ke
wilayah Kharasan dan menjadi wali kota Sarkhas pada masa pemeritahan
Bani Umawiyyah, kemudian bergabung ke dalam barisan pendukung Bani
‘Abbasiyah dan karenanya ikut merasakan penyiksaan dari Bani Umawiyyah.
Disebutkan bahwa dia dahulunya adalah seorang panglima.
Masa Menuntut Ilmu
Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim. Ibunya,
Shafiyyah binti Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, berperan
penuh dalam mendidik dan membesarkan beliau. Untungnya, sang ayah
meninggalkan untuk mereka dua buah rumah di kota Baghdad. Yang sebuah
mereka tempati sendiri, sedangkan yang sebuah lagi mereka sewakan dengan
harga yang sangat murah. Dalam hal ini, keadaan beliau sama dengan
keadaan syaikhnya, Imam Syafi‘i, yang yatim dan miskin, tetapi tetap
mempunyai semangat yang tinggi. Keduanya juga memiliki ibu yang mampu
mengantar mereka kepada kemajuan dan kemuliaan.
Beliau mendapatkan pendidikannya yang pertama di kota Baghdad. Saat
itu, kota Bagdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam, yang penuh
dengan manusia yang berbeda asalnya dan beragam kebudayaannya, serta
penuh dengan beragam jenis ilmu pengetahuan. Di sana tinggal para qari’,
ahli hadits, para sufi, ahli bahasa, filosof, dan sebagainya.
Setamatnya menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab
di al-Kuttab saat berumur 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke
ad-Diwan. Beliau terus menuntut ilmu dengan penuh azzam yang tinggi dan
tidak mudah goyah. Sang ibu banyak membimbing dan memberi beliau
dorongan semangat. Tidak lupa dia mengingatkan beliau agar tetap
memperhatikan keadaan diri sendiri, terutama dalam masalah kesehatan.
Tentang hal itu beliau pernah bercerita, “Terkadang aku ingin segera
pergi pagi-pagi sekali mengambil (periwayatan) hadits, tetapi Ibu
segera mengambil pakaianku dan berkata, ‘Bersabarlah dulu. Tunggu sampai
adzan berkumandang atau setelah orang-orang selesai shalat subuh.’”
Perhatian beliau saat itu memang tengah tertuju kepada keinginan
mengambil hadits dari para perawinya. Beliau mengatakan bahwa orang
pertama yang darinya beliau mengambil hadits adalah al-Qadhi Abu Yusuf,
murid/rekan Imam Abu Hanifah.
Imam Ahmad tertarik untuk menulis hadits pada tahun 179 saat
berumur 16 tahun. Beliau terus berada di kota Baghdad mengambil hadits
dari syaikh-syaikh hadits kota itu hingga tahun 186. Beliau melakukan
mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim al-Wasithiy
hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183. Disebutkan oleh putra beliau
bahwa beliau mengambil hadits dari Hasyim sekitar tiga ratus ribu hadits
lebih.
Pada tahun 186, beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits)
ke Bashrah lalu ke negeri Hijaz, Yaman, dan selainnya. Tokoh yang paling
menonjol yang beliau temui dan mengambil ilmu darinya selama
perjalanannya ke Hijaz dan selama tinggal di sana adalah Imam Syafi‘i.
Beliau banyak mengambil hadits dan faedah ilmu darinya. Imam Syafi‘i
sendiri amat memuliakan diri beliau dan terkadang menjadikan beliau
rujukan dalam mengenal keshahihan sebuah hadits. Ulama lain yang menjadi
sumber beliau mengambil ilmu adalah Sufyan bin ‘Uyainah, Ismail bin
‘Ulayyah, Waki‘ bin al-Jarrah, Yahya al-Qaththan, Yazid bin Harun, dan
lain-lain. Beliau berkata, “Saya tidak sempat bertemu dengan Imam
Malik, tetapi Allah menggantikannya untukku dengan Sufyan bin ‘Uyainah.
Dan saya tidak sempat pula bertemu dengan Hammad bin Zaid, tetapi Allah
menggantikannya dengan Ismail bin ‘Ulayyah.”
Demikianlah, beliau amat menekuni pencatatan hadits, dan
ketekunannya itu menyibukkannya dari hal-hal lain sampai-sampai dalam
hal berumah tangga. Beliau baru menikah setelah berumur 40 tahun. Ada
orang yang berkata kepada beliau, “Wahai Abu Abdillah, Anda telah mencapai semua ini. Anda telah menjadi imam kaum muslimin.” Beliau menjawab, “Bersama mahbarah (tempat tinta) hingga ke maqbarah (kubur). Aku akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur.” Dan
memang senantiasa seperti itulah keadaan beliau: menekuni hadits,
memberi fatwa, dan kegiatan-kegiatan lain yang memberi manfaat kepada
kaum muslimin. Sementara itu, murid-murid beliau berkumpul di
sekitarnya, mengambil darinya (ilmu) hadits, fiqih, dan lainnya. Ada
banyak ulama yang pernah mengambil ilmu dari beliau, di antaranya kedua
putra beliau, Abdullah dan Shalih, Abu Zur ‘ah, Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, al-Atsram, dan lain-lain.
Beliau menyusun kitabnya yang terkenal, al-Musnad,
dalam jangka waktu sekitar enam puluh tahun dan itu sudah dimulainya
sejak tahun tahun 180 saat pertama kali beliau mencari hadits. Beliau
juga menyusun kitab tentang tafsir, tentang an-nasikh dan al-mansukh,
tentang tarikh, tentang yang muqaddam dan muakhkhar dalam Alquran,
tentang jawaban-jawaban dalam Alquran. Beliau juga menyusun kitab al-manasik ash-shagir dan al-kabir, kitab az-Zuhud, kitab ar-radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-zindiqah(Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-Sunnah, kitab al-Wara ‘ wa al-Iman, kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha’il ash-Shahabah.
Pujian dan Penghormatan Ulama Lain Kepadanya
Imam Syafi‘i pernah mengusulkan kepada Khalifah Harun ar-Rasyid,
pada hari-hari akhir hidup khalifah tersebut, agar mengangkat Imam Ahmad
menjadi qadhi di Yaman, tetapi Imam Ahmad menolaknya dan berkata kepada
Imam Syafi‘i, “Saya datang kepada Anda untuk mengambil ilmu dari Anda,
tetapi Anda malah menyuruh saya menjadi qadhi untuk mereka.” Setelah itu
pada tahun 195, Imam Syafi‘i mengusulkan hal yang sama kepada Khalifah
al-Amin, tetapi lagi-lagi Imam Ahmad menolaknya.
Suatu hari, Imam Syafi‘i masuk menemui Imam Ahmad dan berkata, “Engkau
lebih tahu tentang hadits dan perawi-perawinya. Jika ada hadits shahih
(yang engkau tahu), maka beri tahulah aku. Insya Allah, jika (perawinya)
dari Kufah atau Syam, aku akan pergi mendatanginya jika memang shahih.” Ini menunjukkan kesempurnaan agama dan akal Imam Syafi‘i karena mau mengembalikan ilmu kepada ahlinya.
Imam Syafi‘i juga berkata, “Aku keluar (meninggalkan) Bagdad,
sementara itu tidak aku tinggalkan di kota tersebut orang yang lebih
wara’, lebih faqih, dan lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hanbal.”
Abdul Wahhab al-Warraq berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang seperti Ahmad bin Hanbal”. Orang-orang bertanya kepadanya, “Dalam hal apakah dari ilmu dan keutamaannya yang engkau pandang dia melebihi yang lain?” Al-Warraq menjawab, “Dia
seorang yang jika ditanya tentang 60.000 masalah, dia akan menjawabnya
dengan berkata, ‘Telah dikabarkan kepada kami,’ atau, “Telah disampaikan
hadits kepada kami’.”Ahmad bin Syaiban berkata, “Aku tidak
pernah melihat Yazid bin Harun memberi penghormatan kepada seseorang
yang lebih besar daripada kepada Ahmad bin Hanbal. Dia akan mendudukkan
beliau di sisinya jika menyampaikan hadits kepada kami. Dia sangat
menghormati beliau, tidak mau berkelakar dengannya”. Demikianlah,
padahal seperti diketahui bahwa Harun bin Yazid adalah salah seorang
guru beliau dan terkenal sebagai salah seorang imam huffazh.
Keteguhan di Masa Penuh Cobaan
Telah menjadi keniscayaan bahwa kehidupan seorang mukmin tidak akan
lepas dari ujian dan cobaan, terlebih lagi seorang alim yang berjalan
di atas jejak para nabi dan rasul. Dan Imam Ahmad termasuk di antaranya.
Beliau mendapatkan cobaan dari tiga orang khalifah Bani Abbasiyah
selama rentang waktu 16 tahun.
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, dengan jelas tampak
kecondongan khalifah yang berkuasa menjadikan unsur-unsur asing
(non-Arab) sebagai kekuatan penunjang kekuasaan mereka. Khalifah
al-Makmun menjadikan orang-orang Persia sebagai kekuatan pendukungnya,
sedangkan al-Mu‘tashim memilih orang-orang Turki. Akibatnya, justru
sedikit demi sedikit kelemahan menggerogoti kekuasaan mereka. Pada masa
itu dimulai penerjemahan ke dalam bahasa Arab buku-buku falsafah dari
Yunani, Rumania, Persia, dan India dengan sokongan dana dari penguasa.
Akibatnya, dengan cepat berbagai bentuk bid‘ah merasuk menyebar ke dalam
akidah dan ibadah kaum muslimin. Berbagai macam kelompok yang sesat
menyebar di tengah-tengah mereka, seperti Qadhariyah, Jahmyah,
Asy‘ariyah, Rafidhah, Mu‘tashilah, dan lain-lain.
Kelompok Mu‘tashilah, secara khusus, mendapat sokongan dari
penguasa, terutama dari Khalifah al-Makmun. Mereka, di bawah pimpinan
Ibnu Abi Duad, mampu mempengaruhi al-Makmun untuk membenarkan dan
menyebarkan pendapat-pendapat mereka, di antaranya pendapat yang
mengingkari sifat-sifat Allah, termasuk sifat kalam (berbicara).
Berangkat dari pengingkaran itulah, pada tahun 212, Khalifah al-Makmun
kemudian memaksa kaum muslimin, khususnya ulama mereka, untuk meyakini
kemakhlukan Alquran.
Sebenarnya Harun ar-Rasyid, khalifah sebelum al-Makmun, telah
menindak tegas pendapat tentang kemakhlukan Alquran. Selama hidupnya,
tidak ada seorang pun yang berani menyatakan pendapat itu sebagaimana
dikisahkan oleh Muhammad bin Nuh, “Aku pernah mendengar Harun
ar-Rasyid berkata, ‘Telah sampai berita kepadaku bahwa Bisyr al-Muraisiy
mengatakan bahwa Alquran itu makhluk. Merupakan kewajibanku, jika Allah
menguasakan orang itu kepadaku, niscaya akan aku hukum bunuh dia dengan
cara yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun’”. Tatkala
Khalifah ar-Rasyid wafat dan kekuasaan beralih ke tangan al-Amin,
kelompok Mu‘tazilah berusaha menggiring al-Amin ke dalam kelompok
mereka, tetapi al-Amin menolaknya. Baru kemudian ketika kekhalifahan
berpindah ke tangan al-Makmun, mereka mampu melakukannya.
Untuk memaksa kaum muslimin menerima pendapat kemakhlukan Alquran,
al-Makmun sampai mengadakan ujian kepada mereka. Selama masa pengujian
tersebut, tidak terhitung orang yang telah dipenjara, disiksa, dan
bahkan dibunuhnya. Ujian itu sendiri telah menyibukkan pemerintah dan
warganya baik yang umum maupun yang khusus. Ia telah menjadi bahan
pembicaraan mereka, baik di kota-kota maupun di desa-desa di negeri Irak
dan selainnya. Telah terjadi perdebatan yang sengit di kalangan ulama
tentang hal itu. Tidak terhitung dari mereka yang menolak pendapat
kemakhlukan Alquran, termasuk di antaranya Imam Ahmad. Beliau tetap
konsisten memegang pendapat yang hak, bahwa Alquran itu kalamullah,
bukan makhluk.
Al-Makmun bahkan sempat memerintahkan bawahannya agar membawa Imam
Ahmad dan Muhammad bin Nuh ke hadapannya di kota Thursus. Kedua ulama
itu pun akhirnya digiring ke Thursus dalam keadaan terbelenggu. Muhammad
bin Nuh meninggal dalam perjalanan sebelum sampai ke Thursus, sedangkan
Imam Ahmad dibawa kembali ke Bagdad dan dipenjara di sana karena telah
sampai kabar tentang kematian al-Makmun (tahun 218). Disebutkan bahwa
Imam Ahmad tetap mendoakan al-Makmun.
Sepeninggal al-Makmun, kekhalifahan berpindah ke tangan putranya,
al-Mu‘tashim. Dia telah mendapat wasiat dari al-Makmun agar meneruskan
pendapat kemakhlukan Alquran dan menguji orang-orang dalam hal tersebut;
dan dia pun melaksanakannya. Imam Ahmad dikeluarkannya dari penjara
lalu dipertemukan dengan Ibnu Abi Duad dan konco-konconya. Mereka
mendebat beliau tentang kemakhlukan Alquran, tetapi beliau mampu
membantahnya dengan bantahan yang tidak dapat mereka bantah. Akhirnya
beliau dicambuk sampai tidak sadarkan diri lalu dimasukkan kembali ke
dalam penjara dan mendekam di sana selama sekitar 28 bulan –atau 30-an
bulan menurut yang lain-. Selama itu beliau shalat dan tidur dalam
keadaan kaki terbelenggu.
Selama itu pula, setiap harinya al-Mu‘tashim mengutus orang untuk
mendebat beliau, tetapi jawaban beliau tetap sama, tidak berubah.
Akibatnya, bertambah kemarahan al-Mu‘tashim kepada beliau. Dia mengancam
dan memaki-maki beliau, dan menyuruh bawahannya mencambuk lebih keras
dan menambah belenggu di kaki beliau. Semua itu, diterima Imam Ahmad
dengan penuh kesabaran dan keteguhan bak gunung yang menjulang dengan
kokohnya.
Sakit dan Wafatnya
Pada akhirnya, beliau dibebaskan dari penjara. Beliau dikembalikan
ke rumah dalam keadaan tidak mampu berjalan. Setelah luka-lukanya sembuh
dan badannya telah kuat, beliau kembali menyampaikan
pelajaran-pelajarannya di masjid sampai al-Mu‘tashim wafat.
Selanjutnya, al-Watsiq diangkat menjadi khalifah. Tidak berbeda
dengan ayahnya, al-Mu‘tashim, al-Watsiq pun melanjutkan ujian yang
dilakukan ayah dan kakeknya. dia pun masih menjalin kedekatan dengan
Ibnu Abi Duad dan konco-konconya. Akibatnya, penduduk Bagdad merasakan
cobaan yang kian keras. Al-Watsiq melarang Imam Ahmad keluar berkumpul
bersama orang-orang. Akhirnya, Imam Ahmad bersembunyi di rumahnya, tidak
keluar darinya bahkan untuk keluar mengajar atau menghadiri shalat
jamaah. Dan itu dijalaninya selama kurang lebih lima tahun, yaitu sampai
al-Watsiq meninggal tahun 232.
Sesudah al-Watsiq wafat, al-Mutawakkil naik menggantikannya. Selama
dua tahun masa pemerintahannya, ujian tentang kemakhlukan Alquran masih
dilangsungkan. Kemudian pada tahun 234, dia menghentikan ujian
tersebut. Dia mengumumkan ke seluruh wilayah kerajaannya larangan atas
pendapat tentang kemakhlukan Alquran dan ancaman hukuman mati bagi yang
melibatkan diri dalam hal itu. Dia juga memerintahkan kepada para ahli
hadits untuk menyampaikan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah. Maka
demikianlah, orang-orang pun bergembira pun dengan adanya pengumuman
itu. Mereka memuji-muji khalifah atas keputusannya itu dan melupakan
kejelekan-kejelekannya. Di mana-mana terdengar doa untuknya dan namanya
disebut-sebut bersama nama Abu Bakar, Umar bin al-Khaththab, dan Umar
bin Abdul Aziz.
Menjelang wafatnya, beliau jatuh sakit selama sembilan hari.
Mendengar sakitnya, orang-orang pun berdatangan ingin menjenguknya.
Mereka berdesak-desakan di depan pintu rumahnya, sampai-sampai sultan
menempatkan orang untuk berjaga di depan pintu. Akhirnya, pada permulaan
hari Jumat tanggal 12 Rabi‘ul Awwal tahun 241, beliau menghadap kepada
rabbnya menjemput ajal yang telah dientukan kepadanya. Kaum muslimin
bersedih dengan kepergian beliau. Tak sedikit mereka yang turut
mengantar jenazah beliau sampai beratusan ribu orang. Ada yang
mengatakan 700 ribu orang, ada pula yang mengatakan 800 ribu orang,
bahkan ada yang mengatakan sampai satu juta lebih orang yang
menghadirinya. Semuanya menunjukkan bahwa sangat banyaknya mereka yang
hadir pada saat itu demi menunjukkan penghormatan dan kecintaan mereka
kepada beliau. Beliau pernah berkata ketika masih sehat, “Katakan kepada ahlu bid‘ah bahwa perbedaan antara kami dan kalian adalah (tampak pada) hari kematian kami”.
Demikianlah gambaran ringkas ujian yang dilalui oleh Imam Ahmad.
Terlihat bagaimana sikap agung beliau yang tidak akan diambil kecuali
oleh orang-orang yang penuh keteguhan lagi ikhlas. Beliau bersikap
seperti itu justru ketika sebagian ulama lain berpaling dari kebenaran.
Dan dengan keteguhan di atas kebenaran yang Allah berikan kepadanya itu,
maka madzhab Ahlussunnah pun dinisbatkan kepada dirinya karena beliau
sabar dan teguh dalam membelanya. Ali bin al-Madiniy berkata
menggambarkan keteguhan Imam Ahmad, “Allah telah mengokohkan agama
ini lewat dua orang laki-laki, tidak ada yang ketiganya. Yaitu, Abu
Bakar as-Shiddiq pada Yaumur Riddah (saat orang-orang banyak yang murtad
pada awal-awal pemerintahannya), dan Ahmad bin Hanbal pada Yaumul
Mihnah”.
Perbedaan Antar Mazhab?
Di antara tonggak penegang ajaran Islam
di muka bumi adalah muncul beberapa mazhab raksasa di tengah ratusan
mazhab kecil lainnya. Keempat mazhab itu adalah Al-Hanabilah,
Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Sebenarnya jumlah mazhab
besar tidak hanya terbatas hanya 4 saja, namun keempat mazhab itu memang
diakui eksistensi dan jati dirinya oleh umat selama 15 abad ini.
Keempatnya masih utuh tegak berdiri dan
dijalankan serta dikembangkan oleh mayoritas muslimin di muka bumi.
Masing-masing punya basis kekuatan syariah serta masih mampu melahirkan
para ulama besar di masa sekarang ini.
Berikut sekelumit sejarah keempat mazhab ini dengan sedikit gambaran landasan manhaj mereka.
1. MazhabAl-Hanifiyah.
Didirikan oleh An-Nu’man bin Tsabit atau
lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah. Beliau berasal dari Kufah dari
keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan
Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut tabiin , sebagian ahli sejarah
menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’in.
Mazhab Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok
oleh pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam masalah
pemanfaatan akal/ logika dalam mengupas masalah fiqih. Oleh para
pengamat dianalisa bahwa di antaralatar belakangnya adalah:
Karena beliau sangat berhati-hati dalam
menerima sebuah hadits. Bila beliau tidak terlalu yakin atas keshahihah
suatu hadits, maka beliau lebih memlih untuk tidak menggunakannnya. Dan
sebagai gantinya, beliau menemukan begitu banyak formula seperti
mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang punya dalil nash
syar’i.
Kurang tersedianya hadits yang sudah
diseleksi keshahihannya di tempat di mana beliau tinggal. Sebaliknya,
begitu banyak hadits palsu, lemah dan bermasalah yang beredar di masa
beliau. Perlu diketahui bahwa beliau hidup di masa 100 tahun pertama
semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum era imam Al-Bukhari dan imam
Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti hadits.
Di kemudian hari, metodologi yang beliau
perkenalkan memang sangat berguna buat umat Islam sedunia. Apalagi
mengingat Islam mengalami perluasan yang sangat jauh ke seluruh penjuru
dunia. Memasuki wilayah yang jauh dari pusat sumber syariah Islam.
Metodologi mazhab ini menjadi sangat menentukan dalam dunia fiqih di
berbagai negeri.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi .Berkembang sejak awal di kota Madinah dalam urusan fiqh.
Mazhab ini ditegakkan di atas doktrin
untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan
praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20
dasar; Al-Quran, As-Sunnah , Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah ,
perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab,
maslahah mursalah, syar’u man qablana .
Mazhab ini adalah kebalikan dari mazhan
Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan
logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab
Maliki justru ‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini
tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya
adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa
praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah
SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits
yang shahih para umumnya.
3. Mazhab As-Syafi’iyah
Didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy
Syafi’i . Beliau dilahirkan di Gaza Palestina tahun 150 H, tahun
wafatnya Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab
lamanya . Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan
madzhab baru . Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ‘ilm di akhir
bulan Rajab 204 H.
Salah satu karangannya adalah
“Ar-Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang
berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid
mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli
ra’yi dan fiqh ahli hadits .
Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’
dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap
sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan
sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan
penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan
istihsan maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad
mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah ,”
Kitab “Al-Hujjah” yang merupakan madzhab
lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur,
Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i. Sementara kitab “Al-Umm”
sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir;
Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i
mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan
dengan perkataanku, maka ia adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku
di belakang tembok,”
4. Mazhab Al-Hanabilah
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Asy
Syaibani . Dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga
meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan
mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah,
Madinah, Yaman, Syam.
Beliau berguru kepada Imam Syafi’i ketika
datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya
sangat banyak hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah hadis dan
menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru
kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari .
Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan
fiqh. Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir,”Saya
keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang
paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal ,”
Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.
Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun
tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari
perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun
beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih
hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad
mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada
hasan bukan hadis batil atau munkar.
Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh
bin Ahmad bin Hanbal anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin
Hanbal . Shalih bin Ahmad lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad
lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr
dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad , Abdul Malik bin Abdul Hamid bin
Mihran , Abu Bakr Al-Khallal , Abul Qasim yang terakhir ini memiliki
banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh
madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.
Wallahu a’lam bish-shawab, wassalamu ‘alaikm warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber Perbedaan Antar Mazhab? : http://assunnah.or.id
SUMBER: kabarislamia.com
Sejarah Singkat Imam 4 Mazhab
Berikut biografi Imam 4 mazhab di Indonesia.
1. Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian politik yang mengguncang ummat islam pada saat itu, Ali r.a mendoakan agar keturunan Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak lama kemudian ayahnya meninggal dunia.Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri. Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafi’i ” Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “.
karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum yang telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38 ribu diantaranya berkaitan dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia.
Metode yang digunakan dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok :
1. Al Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum.
2. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al Quran.
3. Fatwa sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.
4. Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah.
5. Istihsan yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan dengan Nash.
6. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.
7. ‘Urf yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat. Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar.
2. Imam Maliki bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris Al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712-796 M. Berasal dari keluarga Arab yang terhormat dan berstatus sosial yang tinggi, baik sebelum datangnya islam maupun sesudahnya, tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut islam mereka pindah ke Madinah, kakeknya Abu Amir adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama islam pada tahun ke dua Hijriah.
Kakek dan ayahnya termasuk ulama hadis terpandang di Madinah, oleh sebab itu, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu, karena beliau merasa Madinah adalah kota sumber ilmu yang berlimpah dengan ulama ulama besarnya. Imam Malik menekuni pelajaran hadis kepada ayah dan paman pamannya juga pernah berguru pada ulama ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab Al Zuhri, Abu Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said Al Anshari, Muhammad bin Munkadir, Abdurrahman bin Hurmuz dan Imam Ja’far AsShadiq. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan, tidak kurang empat Khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Harun Arrasyid dan Al Makmun pernah jadi muridnya, bahkan ulama ulama besar Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu darinya, menurut sebuah riwayat disebutkan bahwa murid Imam Malik yang terkenal mencapai 1.300 orang. Ciri pengajaran Imam malik adalah disiplin, ketentraman dan rasa hormat murid terhadap gurunya.
Karya Imam malik terbesar adalah bukunya Al Muwatha’ yaitu kitab fiqh yang berdasarkan himpunan hadis hadis pilihan, menurut beberapa riwayat mengatakan bahwa buku Al Muwatha’ tersebut tidak akan ada bila Imam Malik tidak dipaksa oleh Khalifah Al Mansur sebagai sangsi atas penolakannya untuk datang ke Baghdad, dan sangsinya yaitu mengumpulkan hadis hadis dan membukukannya, Awalnya imam Malik enggan untuk melakukannya, namun setelah dipikir pikir tak ada salahnya melakukan hal tersebut Akhirnya lahirlah Al Muwatha’ yang ditulis pada masa khalifah Al Mansur (754-775 M) dan selesai di masa khalifah Al Mahdi (775-785 M), semula kitab ini memuat 10 ribu hadis namun setelah diteliti ulang, Imam malik hanya memasukkan 1.720 hadis. Selain kitab tersebut, beliau juga mengarang buku Al Mudawwanah Al Kubra. Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqhinya di kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di dalam menetapkan hukum, sumber hukum yang menjadi pedoman dalam mazhab Maliki ini adalah Al Quran, Sunnah Rasulullah, Amalan para sahabat, Tradisi masyarakat Madinah, Qiyas dan Al Maslaha Al Mursal ( kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu.
3. Imam Syafi'i bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M), berasal dari keturunan bangsawan Qurays dan masih keluarga jauh rasulullah SAW. dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf (kakek ketiga rasulullah) dan dari ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a.
Semasa dalam kandungan, kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju palestina, setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat prihatin dan seba kekurangan, pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya kembali ke mekkah dan di kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu dan keluarganya secara lebih intensif. Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni.
Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya. Meskipun Imam Syafi’i menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, namun beliau lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikirannya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi).
Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam, karena itu, menurut beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam. Berkaitan dengan bid’ah, Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bid’ah terpuji dan sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut selaras dengan prinsip prinsip Al Quran dan Sunnah dan sebaliknya. dalam soal taklid, beliau selalu memberikan perhatian kepada murid muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau tidak senang murid muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya, sebaliknya malah menyuruh untuk bersikap kritis dan berhati hati dalam menerima suatu pendapat, sebagaimana ungkapan beliau ” Inilah ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad tersebut “.
Diantara karya karya Imam Syafi’i yaitu Al Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya, selain itu juga buku Al Musnadberisi tentang hadis hadis rasulullahyang dihimpun dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al hadis.
4. Imam Hambali/ Imam Ahmad Hambali adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambali bin Hilal Al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada Robiul Awal tahun 164 H ( 780 M ). Ahmad bin Hambali dibesarkan dalam keadaan yatim oleh ibunya, karena ayahnya meninggal ketika beliau masih bayi. Sejak kecil beliau telah menunjukan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik simpati banyak orang. Dan sejak kecil itu pula beliau telah menunjukan minat yang besar pada ilmu pengetahuan, kebetulan pada saat itu Baghdad merupakan kota pusat ilmu pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar menghafal Al- Qur’an, kemudian belajar bahasa Arab, Hadits, sejarah nabi dan sejarah sahabat serta para tabi’in. Untuk memperdalam ilmu, beliau pergi ke Basrah untuk beberapa kali, di sanalah beliau bertemu dengan Imam Syafi’i. Beliau juga pergi menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir.
Di antara guru beliau yang lain adalah Yusuf Al-Hasan bin Ziad, Husyaim, Umair, Ibnu Humam dan Ibnu Abbas. Imam Ahmad bin Hambali banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan beliau tidak mengambil hadits, kecuali hadits- hadits yang sudah jelas sahihnya. Oleh karena itu, akhirnya beliau berhasil mengarang kitab hadits, yang dikenal dengan nama Musnad Ahmad Hambali. Beliau mulai mengajar ketika berusia empat puluh tahun. Pada masa pemerintahan Al- Muktasim – Khalifah Abbasiyah beliau sempat di penjara, karena sependapat dengan opini yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Beliau di bebaskan pada masa Khalifah Al- Mutawwakkil. Imam Ahmad Hambali wafat di Baghdad pada usia 77 tahun, atau tepatnya pada tahun 241 H ( 855 M ) pada masa pemerintahan Khalifah Al-wathiq. Sepeninggal beliau, mazhab Hambali berkembang luas dan menjadi salah satu mazhab yang memiliki banyak penganut.
SUMBER: oeng69.blogspot.com
Biografi Imam Mazhab
I. IMAM ABU HANIFAH [80H/150H 699M/767M]
Imam Abu Hanifah bernama lengkap An-Nu`man bin Sabit binZuta At-Taymiy. Imam
Abu Hanifah adalah pengasas Mazhab Hanafi. Beliau dilahirkan pada tahun
80 Hijrah (699 Masehi) di sebuah perkampungan bernama Anbar di sekitar
bandar Kufah, Iraq. Beliau hidup di zaman pemerintahan Khalifah Abdul
Malik Bin Marwan, Khalifah Bani Umaiyah yang kelima. Beliau berketurunan
Farsi dan ayahnya seorang peniaga kain.
Kemasyhuran nama Abu Hanifah menurut para ahli sejarah ada beberapa sebab :
1. Karena ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Hanifah, maka ia diberi julukan dengan Abu Hanifah.
2. Karena
semenjak kecilnya sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang
dipelajarinya, maka ia dianggap seorang yang hanif
(kecenderungan/condong) pada agama. Itulah sebabnya ia masyhur dengan
gelaran Abu Hanifah.
3. Menurut
bahasa Persia, Hanifah bererti tinta. Imam Hanafi sangat rajin menulis
hadith-hadith, ke mana, ia pergi selalu membawa tinta. Kerana itu ia dinamakan Abu Hanifah.
Beliau
dibesarkan di kota Kufah dengan kehidupan yang senang dan mewah. Sejak
kecil beliau sudah terdidik dalam urusan perniagaan dan mendapat
kemudahan untuk menuntut ilmu. Ini menjadikannya seorang saudagar yang
berpengetahuan tinggi dan berpegang teguh dengan hukum Allah. Beliau
seorang yang berakhlaq mulia, pemurah, ikhlas, berani, suka memberi
nasihat, rajin berusaha dan bercita-cita tinggi. Beliau sering bangun malam untuk mengerjakan salat malam dan membaca Al-Qur’an.
Ulama yang mengikuti mazhab Abu Hanifah lebih
dikenal dengan ulama Hanafiyah. Diantaranya mereka yang terkenal adlah
Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, Hasan bin Ziyad, dan lainnya.Mazhab
Hanafiyah telah menyebar ke berbagai wilayah Islam, seperti Baghdad,
Persia, India, Bukhara, Yaman, Mesir, dan Syam. Mazhab Hanafiyah juga
adalah mazhab yang paling banyak dianut pada masa Dynasti ‘Abbasiyah.
Metode yang digunakan Beliau dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok
1. Al Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum.
2. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al Quran.
3. Fatwa
sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat
dan mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para
perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan
sebagaimana fatwa sahabat.
4. Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah.
5. Istihsan
yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain
yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut
berlawanan dengan Nash.
6. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.
7. ‘Urf
yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang
tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada
masa sahabat.
Imam Abu Hanifah wafat dalam bulan Rejab
tahun 150 hijrah (767 Masihi) dalam usia 70 tahun iaitu semasa
pemerintahan Khalifah Abu Jaafar Al Mansur, Khalifah Abbasiyah yang
kedua. Jenazah ulama agung ini dimaqamkan dengan penuh penghormatan oleh
puluhan ribu umat Islam di tanah perkuburan Al Khaizaran di kota
Baghdad.
II. IMAM MALIK [93H/179H 711M/796M]
Imam Malik bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin
Amr bin Haris Al Asbahi. Beliau digelar Syaykhu l-Islam, Hujjatu
l-Ummah, dan Imam Daru l-Hijrah. Ayahnya ialah Abu `Abdi Llah, Ibunya
bernama `Aliyah binti Syarik Al-Azdiyyah. Beliau
dilahirkan di Madinah pada tahun 93H/713M, yaitu pada tahun kematian
Anas khadam Rasulu Llah. Imam Malik meninggal dunia pada pagi hari Ahad
dalam bulan Rabi`u l-Awwal tahun 179H/ 789M ketika berusia 89 tahun dan
dimakamkan di perkuburan Baqi`, Madinah. Datuknya yang pertama, iaitu
Malik bin `Amir adalah golongan `ulama’ tabi`in yang terkemuka.
Moyangnya, `Amir bin Al-Haris adalah seorang sahabat dan pernah
berperang bersama-sama dengan Nabi Muhammad.
Imam
Malik seorang yang banyak mendampingi `ulama’ Madinah sejak kecil.
Ingatannya sangat kuat sehingga dapat menghafaz Al-Qur’an dan Hadis
sejak kecil. Beliau merupakan seorang Imam dalam hadis dan riwayatnya
dipercayaï. Beliau berguru dengan lebih daripada 900 orang guru daripada
kalangan tabi`in dan tabi` tabi`in. Gurunya yang pertama ialah Imam
`Abdu r-Rahman bin Hamzah. Beliau pernah mempelajari ilmu hadis daripada
Ibnu Syihab Az-Zuhriy dan ilmu ar-ra’y daripada Rabi`ah bin `Abdu
r-Rahman. Diantara guru-gurunya yaitu: Ayyub bin Abi Tamimah
As-Sikhtiyaniy, Ja`far bin Muhammad As-Sadiq,
Humayd At-Tawil, Dawud bin Al-Husayn, Zayd bin Aslam, Salim Abu n-Nadhr,
Sa`id bin Abi Sa`id Al-Maqburiy, Abi Hazim Salmah bin Dinar Al-Madaniy,
Suhayl bin Abi Salih, `Amir bin `Abdi Llah bin Az-Zubayr, `Abdu Llah
bin Dinar, `Amr bin Yahya bin `Ammarah Al-Maziniy, Muhammad bin Muslim
bin Syihab Az-Zuhriy, Nafi` Mawla Ibnu `Umar, Hisyam bin `Urwah, Yahya
bin Sa`id Al-Ansariy.
Kecintaannya kepada ilmu menjadikan
hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan, tidak kurang
empat Khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Harun Arrasyid dan Al
Makmun pernah jadi muridnya, bahkan ulama ulama besar Imam Abu Hanifah
dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu darinya, menurut sebuah riwayat
disebutkan bahwa murid Imam Malik yang terkenal mencapai 1.300 orang.
Ciri pengajaran Imam malik adalah disiplin, ketentraman dan rasa hormat
murid terhadap gurunya.
Karya Imam malik terbesar adalah
bukunya Al Muwatha’ yaitu kitab fiqh yang berdasarkan himpunan hadis
hadis pilihan, menurut beberapa riwayat mengatakan bahwa buku Al
Muwatha’ tersebut tidak akan ada bila Imam Malik tidak dipaksa oleh
Khalifah Al Mansur sebagai sangsi atas penolakannya untuk datang ke
Baghdad, dan sangsinya yaitu mengumpulkan hadis hadis dan membukukannya,
Awalnya imam Malik enggan untuk melakukannya, namun setelah dipikir
pikir tak ada salahnya melakukan hal tersebut Akhirnya lahirlah Al
Muwatha’ yang ditulis pada masa khalifah Al Mansur (754-775 M) dan
selesai di masa khalifah Al Mahdi (775-785 M), semula kitab ini memuat
10 ribu hadis namun setelah diteliti ulang, Imam malik hanya memasukkan
1.720 hadis.
Selain kitab tersebut, beliau juga mengarang buku Al Mudawwanah Al Kubra.
Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqhinya di kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di dalam menetapkan hukum, sumber hukum yang menjadi pedoman dalam mazhab Maliki ini adalah Al Quran, Sunnah Rasulullah, Amalan para sahabat, Tradisi masyarakat Madinah, Qiyas dan Al Maslaha Al Mursal ( kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu.
Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqhinya di kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di dalam menetapkan hukum, sumber hukum yang menjadi pedoman dalam mazhab Maliki ini adalah Al Quran, Sunnah Rasulullah, Amalan para sahabat, Tradisi masyarakat Madinah, Qiyas dan Al Maslaha Al Mursal ( kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu.
Mazhab Malikiyah terus dikembangkan oleh para pengikutnya dan menyebar ke banyak wilayah negeri Islam hingga kearah
Barat menemui wilayah Mesir, Afrika, Andalusia, dan Ujung Maroko yang
dekat ke Eropa. Begitu pula ke wilayah Timur, seperti Bashrah, Baghdad,
dan lainnya.
III. IMAM SYAFI’I [150H/204H 767M /820M]
Imam
Syafi’I bernama langkap Muhammad bin Idris bin Al-`Abbas bin `Usman bin
Syafi` bin As-Sa’ib dan nasabnya sampai kepada `Abdu Manaf kakek Nabi.
Dan ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a. Beliau
dilahirkan di desa Gaza, masuk kota ‘Asqolan pada tahun 150 H/767 M.
Saat beliau dilahirkan ke dunia oleh ibunya yang tercinta, bapaknya
tidak sempat membuainya, karena ajal Allah telah mendahuluinya dalam
usia yang masih muda. Lalu setelah berumur dua tahun, paman dan ibunya
membawa pindah ke kota kelahiran nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wassalam, Makkah Al Mukaramah. Beliau meninggal dunia pada 29 Rajab tahun 204H/820M di Mesir.
Imam Asy-Syafi`iy mula-mula belajar Al-Qur’an ketika berusia lima tahun dan telah menghafaz Al-Qur’an ketika berusia tujuh tahun.
Imam
Asy-Syafi`iy mempunyaï ingatan yang kuat, berkebolehan tinggi, dan
dapat menghafal semua pelajaran yang diajar. Diantara hal-hal yang
menunjukkan kecerdasannya antara lain:
1. Kemampuannya menghafal Al-Qur’an di luar kepala pada usianya yang masih belia, tujuh tahun.
Cepatnya menghafal kitab Hadits Al Muwathta’ karya Imam Darul Hijrah, Imam Malik bin Anas pada usia sepuluh tahun.
Cepatnya menghafal kitab Hadits Al Muwathta’ karya Imam Darul Hijrah, Imam Malik bin Anas pada usia sepuluh tahun.
2. Rekomendasi
para ulama sezamannya atas kecerdasannya, hingga ada yang mengatakan
bahwa ia belum pernah melihat manusia yang lebih cerdas dari Imam
Asy-Syafi`i.
3. Beliau diberi wewenang berfatwa pada umur 15 tahun.
Di
Madinah, Imam Asy-Syafi`iy belajar daripada Imam Malik bin Anas,
Ibrahim bin Abi Yahya As-Samiy, Muhammad bin Sa`id bin Abi Fudayl dan
`Abdu Llah bin Nafi` As- Sani`. Imam Asy-Syafi`iy menghafal kitab
Al-Muwatta’ Imam Malik ketika berusia 10 tahun semasa beliau di Makkah
dan belum lagi berjumpa dengan Imam Malik. Imam Asy-Syafi`iy telah
datang ke Iraq pada tahun 195H dan tinggal di sana selama dua tahun.
Para `ulama’ di sana telah belajar dengannya dan ramai antara mereka
telah bertukar kepada mazhab Asy-Syafi`iy daripada mazhab asal mereka.
Kemudian Asy- Syafi`iy telah kembali ke Makkah dan kemudian kembali ke
Baghdad pada tahun 198H dan tinggal di sana selama sebulan. Kemudian
Asy-Syafi`iy telah pergi ke Mesir sehingga dia wafat. Asy-Syafi`iy wafat
pada hari Juma`at pada penghujung bulan Rajab tahun 204H dan
dikebumikan di Al-Qarafah selepas `Asar.
Beliau
mewariskan kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh
para nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmu beliau banyak diriwayatkan
oleh para murid- muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin
ilmu. Bahkan beliau pelopor dalam menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih,
dengan karyanya yang monumental Risalah. Diantara sumbangannya yaitu:
1. Mengasaskan
kaedah-kaedah tertentu dalam mensabitkan hukum seperti menggunakan
hadis yang sahih untuk mengistinbatkan hukum tanpa melihat statusnya.
2. Tidak menerima kaedah istihsan.
3. Mempersempitkan penggunaan akal dalam mensabitkan sesuatu hukum.
4. Berijtihad mengikut tempat dan suasana.
5. Berhujah dengan golongan antihadis, disebut dalam kitab Ar-Risalah.
6. Sangat teliti dalam mengutarakan pandangan khususnya dalam masalah `ibadah.
7. Antara karangan beliau ialah Ar-Risalah, Al-Umm, Ikhtilafu l-Hadis, Al-Musnad
8. dan lain-lain.
Mazhab Syafi’iyah telah memenuhi
berbagai wilayah kota besar di Qatar selain penduduk asli dan suku
pedalaman. Mazhab Syafi’iyah juga berkembang di Palestina, Kurdistan,
dan Armenia.. begitu juga dengan para penganut Ahlus Sunnah di Persia,
Muslim di Wilayah Thailand, Philipina, Indonesia, India, Cina,
Australia, Iraq, Hijaz, dan Syam bersama-sama dengan mazhab lainnya.
IV. IMAM AHMAD BIN HANBAL [164H/241H 781M/856M]
Namanya ialah Abu `Abdi Llah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin `Abdi Llah bin Hayyan bin
`Abdi llah bin Anas bin `Awf bin Qasit bin Mazin Ibnu Syayban bin Zahl
bin Sa`labah bin `Ukabah bin Su`b, bin `Aliy bin Bakv Wa’il bin Qasit
bin Wahb bin Afsiy Asy-Syaybaniy Al-Muruziy Az-Zahliy Al- Baghdadiy.
Beliau lahir di kota Baghdad pada bulan rabi’ul Awwal tahun 164 H (780 M), pada masa Khalifah Muhammad al Mahdi dari Bani abbasiyyah ke III. Nasab Imam Ahmad kembali kepada Bani Syayban dan ia ialah suatu qabilah daripada Bani Rabi`ah `Adnaniyyah yang bertemu nasabnya dengan Nabi pada Nizar bin Ma`d bin `Adnan.
Ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih berusia tiga tahun. Ibunya bernama Safiyyah binti Maymunah binti `Abdu l-Malik Asy-Syaybaniy. Beliau wafat pada 12 Rabi’ul Awwal 241 H (855). Pada hari itu tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang hendak menshalatkannya dan 10.000 orang Yahudi dan Nashrani yang masuk Islam.
Beliau lahir di kota Baghdad pada bulan rabi’ul Awwal tahun 164 H (780 M), pada masa Khalifah Muhammad al Mahdi dari Bani abbasiyyah ke III. Nasab Imam Ahmad kembali kepada Bani Syayban dan ia ialah suatu qabilah daripada Bani Rabi`ah `Adnaniyyah yang bertemu nasabnya dengan Nabi pada Nizar bin Ma`d bin `Adnan.
Ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih berusia tiga tahun. Ibunya bernama Safiyyah binti Maymunah binti `Abdu l-Malik Asy-Syaybaniy. Beliau wafat pada 12 Rabi’ul Awwal 241 H (855). Pada hari itu tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang hendak menshalatkannya dan 10.000 orang Yahudi dan Nashrani yang masuk Islam.
Imam
Ahmad adalah seorang yang miskin. Beliau terpaksa mengambil upah
menjual kain dan membawa barang-barang di jalan untuk menyambung hidup.
Beliau sangat mementingkan pendapatan yang halal, justeru beliau tidak
menerima hadiah atau pemberian tanpa bekerja. Beliau sangat mementingkan kebersihan
dan kekemasan. Beliau seorang yang pendiam, suka berfikir dan tegas
menentang kemunkaran. Beliau juga tidak sombong atau bongkak. Beliau
mengasihi seseorang kerana Allah. Beliau bergaul dengan faqir miskin dan
selalu memberi bantuan kepada mereka.
Imam
Ahmad menghafal Al-Qur’an dan mempelajari bahasa `Arab. Beliau pergi
mengembara ke beberapa negeri untuk belajar seperti Kufah, Basrah, Syam
dan Yaman.
Beliau mula belajar hadis ketika berumur 16 tahun. Beliau menuntut ilmu dari banyak guru yang terkenal dan ahli di bidangnya. Misalnya dari
kalangan ahli hadits adalah Yahya bin Sa’id al Qathan, Abdurrahman bin
Mahdi, Yazid bin Harun, sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud ath Thayalisi.
Dari kalangan ahli fiqh adalah Waki’ bin Jarah, Muhammad bin Idris asy
Syafi’i dan Abu Yusuf (sahabat Abu Hanifah ) dll. dalam ilmu hadits,
beliau mampu menghafal sejuta hadits bersama sanad dan hal ikhwal
perawinya.
Salah
satu karya besar beliau adalah Al Musnad yang memuat empat puluh ribu
hadits. Disamping beliau mengatakannya sebagai kumpulan hadits-hadits
shahih dan layak dijadikan hujjah, karya tersebut juga mendapat pengakuan yang hebat dari para ahli hadits.
Selain
al Musnad karya beliau yang lain adalah : Tafsir al Qur’an, An Nasikh
wa al Mansukh, Al Muqaddam wa Al Muakhar fi al Qur’an, Jawabat al
Qur’an, At Tarih, Al Manasik Al Kabir, Al Manasik Ash Shaghir, Tha’atu
Rasul, Al ‘Ilal, Al Wara’ dan Ash Shalah.
Beliau sangat benci dan menentang fatwa terhadap suatu masalah yang tidak asa nash atau keterangan ulama terdahulu di dalamnya. Kekerasan beliau nampak dalam keyakinannya bahwa dalam kejadian harus ada nash atau atsarnya.
Para
sahabatnya terfokus pada upaya mengkaji berbagai pendapat beliau yang
tercantum dalam fatwa-fatwanya. Antara `ulama’ yang terkenal yang
menyebarkan mazhabnya ialah Abu Bakr bin Hani’,
Abu Qasim Al-Kharqiy, Muwaffiqu d-Din bin Qudamah, Syamsu d-Din bin
Qudamah Al-Maqdisiy, dan Taqiyyuddin Ahmad bin Taymiyyah. Mazhabnya
tersebar ke Mesir, Iraq, Syria, Hijaz dan Najd.
Masa Menuntut Ilmu
Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim. Ibunya,
Shafiyyah binti Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, berperan
penuh dalam mendidik dan membesarkan beliau. Untungnya, sang ayah
meninggalkan untuk mereka dua buah rumah di kota Baghdad. Yang sebuah
mereka tempati sendiri, sedangkan yang sebuah lagi mereka sewakan dengan
harga yang sangat murah. Dalam hal ini, keadaan beliau sama dengan
keadaan syaikhnya, Imam Syafi‘i, yang yatim dan miskin, tetapi tetap
mempunyai semangat yang tinggi. Keduanya juga memiliki ibu yang mampu
mengantar mereka kepada kemajuan dan kemuliaan.
Beliau mendapatkan pendidikannya yang pertama di kota Baghdad. Saat
itu, kota Bagdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam, yang penuh
dengan manusia yang berbeda asalnya dan beragam kebudayaannya, serta
penuh dengan beragam jenis ilmu pengetahuan. Di sana tinggal para qari’,
ahli hadits, para sufi, ahli bahasa, filosof, dan sebagainya.
Setamatnya
menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab
saat berumur 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan.
Beliau terus menuntut ilmu dengan penuh azzam yang tinggi dan tidak
mudah goyah. Sang ibu banyak membimbing dan memberi beliau dorongan
semangat. Tidak lupa dia mengingatkan beliau agar tetap memperhatikan
keadaan diri sendiri, terutama dalam masalah kesehatan. Tentang hal itu
beliau pernah bercerita, “Terkadang aku ingin segera pergi pagi-pagi
sekali mengambil (periwayatan) hadits, tetapi Ibu segera mengambil
pakaianku dan berkata, ‘Bersabarlah dulu. Tunggu sampai adzan
berkumandang atau setelah orang-orang selesai shalat subuh.’”
Perhatian beliau saat itu memang tengah tertuju kepada keinginan
mengambil hadits dari para perawinya. Beliau mengatakan bahwa orang
pertama yang darinya beliau mengambil hadits adalah al-Qadhi Abu Yusuf,
murid/rekan Imam Abu Hanifah.
Imam
Ahmad tertarik untuk menulis hadits pada tahun 179 saat berumur 16
tahun. Beliau terus berada di kota Baghdad mengambil hadits dari
syaikh-syaikh hadits kota itu hingga tahun 186. Beliau melakukan
mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim al-Wasithiy
hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183. Disebutkan oleh putra beliau
bahwa beliau mengambil hadits dari Hasyim sekitar tiga ratus ribu hadits
lebih.
Pada tahun 186, beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits)
ke Bashrah lalu ke negeri Hijaz, Yaman, dan selainnya. Tokoh yang
paling menonjol yang beliau temui dan mengambil ilmu darinya selama
perjalanannya ke Hijaz dan selama tinggal di sana adalah Imam Syafi‘i.
Beliau
banyak mengambil hadits dan faedah ilmu darinya. Imam Syafi‘i sendiri
amat memuliakan diri beliau dan terkadang menjadikan beliau rujukan
dalam mengenal keshahihan sebuah hadits. Ulama lain yang menjadi sumber
beliau mengambil ilmu adalah Sufyan bin ‘Uyainah, Ismail bin ‘Ulayyah,
Waki‘ bin al-Jarrah, Yahya al-Qaththan, Yazid bin Harun, dan lain-lain.
Beliau berkata, “Saya tidak sempat bertemu dengan Imam Malik, tetapi Allah menggantikannya untukku dengan Sufyan bin ‘Uyainah. Dan saya tidak sempat pula bertemu dengan Hammad bin Zaid, tetapi Allah menggantikannya dengan Ismail bin ‘Ulayyah.”
Beliau berkata, “Saya tidak sempat bertemu dengan Imam Malik, tetapi Allah menggantikannya untukku dengan Sufyan bin ‘Uyainah. Dan saya tidak sempat pula bertemu dengan Hammad bin Zaid, tetapi Allah menggantikannya dengan Ismail bin ‘Ulayyah.”
Demikianlah, beliau amat menekuni pencatatan hadits, dan
ketekunannya itu menyibukkannya dari hal-hal lain sampai-sampai dalam
hal berumah tangga. Beliau baru menikah setelah berumur 40 tahun. Ada
orang yang berkata kepada beliau, “Wahai Abu Abdillah, Anda telah mencapai semua ini. Anda telah menjadi imam kaum muslimin.” Beliau menjawab, “Bersama mahbarah (tempat tinta) hingga ke maqbarah (kubur). Aku akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur.” Dan
memang senantiasa seperti itulah keadaan beliau: menekuni hadits,
memberi fatwa, dan kegiatan-kegiatan lain yang memberi manfaat kepada
kaum muslimin.
Sementara
itu, murid-murid beliau berkumpul di sekitarnya, mengambil darinya
(ilmu) hadits, fiqih, dan lainnya. Ada banyak ulama yang pernah
mengambil ilmu dari beliau, di antaranya kedua putra beliau, Abdullah
dan Shalih, Abu Zur ‘ah, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Atsram, dan lain-lain.
Beliau menyusun kitabnya yang terkenal, al-Musnad,
dalam jangka waktu sekitar enam puluh tahun dan itu sudah dimulainya
sejak tahun tahun 180 saat pertama kali beliau mencari hadits. Beliau
juga menyusun kitab tentang tafsir, tentang an-nasikh dan al-mansukh,
tentang tarikh, tentang yang muqaddam dan muakhkhar dalam Alquran,
tentang jawaban-jawaban dalam Alquran.
Beliau juga menyusun kitab al-manasik ash-shagir dan al-kabir, kitab az-Zuhud, kitab ar-radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-zindiqah(Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-Sunnah, kitab al-Wara ‘ wa al-Iman, kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha’il ash-Shahabah.
Pujian dan Penghormatan Ulama Lain Kepadanya
Imam Syafi‘i pernah mengusulkan kepada Khalifah Harun ar-Rasyid,
pada hari-hari akhir hidup khalifah tersebut, agar mengangkat Imam Ahmad
menjadi qadhi di Yaman, tetapi Imam Ahmad menolaknya dan berkata kepada
Imam Syafi‘i, “Saya datang kepada Anda untuk mengambil ilmu dari Anda,
tetapi Anda malah menyuruh saya menjadi qadhi untuk mereka.” Setelah itu
pada tahun 195, Imam Syafi‘i mengusulkan hal yang sama kepada Khalifah
al-Amin, tetapi lagi-lagi Imam Ahmad menolaknya.
Suatu hari, Imam Syafi‘i masuk menemui Imam Ahmad dan berkata, “Engkau
lebih tahu tentang hadits dan perawi-perawinya. Jika ada hadits shahih
(yang engkau tahu), maka beri tahulah aku. Insya Allah, jika (perawinya)
dari Kufah atau Syam, aku akan pergi mendatanginya jika memang shahih.” Ini menunjukkan kesempurnaan agama dan akal Imam Syafi‘i karena mau mengembalikan ilmu kepada ahlinya.
Imam Syafi‘i juga berkata, “Aku
keluar (meninggalkan) Bagdad, sementara itu tidak aku tinggalkan di
kota tersebut orang yang lebih wara’, lebih faqih, dan lebih bertakwa
daripada Ahmad bin Hanbal.”
Abdul Wahhab al-Warraq berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang seperti Ahmad bin Hanbal”. Orang-orang bertanya kepadanya, “Dalam hal apakah dari ilmu dan keutamaannya yang engkau pandang dia melebihi yang lain?” Al-Warraq menjawab, “Dia
seorang yang jika ditanya tentang 60.000 masalah, dia akan menjawabnya
dengan berkata, ‘Telah dikabarkan kepada kami,’ atau, “Telah disampaikan
hadits kepada kami’.”Ahmad bin Syaiban berkata, “Aku tidak
pernah melihat Yazid bin Harun memberi penghormatan kepada seseorang
yang lebih besar daripada kepada Ahmad bin Hanbal. Dia akan mendudukkan
beliau di sisinya jika menyampaikan hadits kepada kami. Dia sangat
menghormati beliau, tidak mau berkelakar dengannya”. Demikianlah,
padahal seperti diketahui bahwa Harun bin Yazid adalah salah seorang
guru beliau dan terkenal sebagai salah seorang imam huffazh.
Sakit dan Wafatnya
Menjelang wafatnya, beliau jatuh sakit selama sembilan hari.
Mendengar sakitnya, orang-orang pun berdatangan ingin menjenguknya.
Mereka berdesak-desakan di depan pintu rumahnya, sampai-sampai sultan
menempatkan orang untuk berjaga di depan pintu. Akhirnya, pada permulaan
hari Jumat tanggal 12 Rabi‘ul Awwal tahun 241, beliau menghadap kepada
rabbnya menjemput ajal yang telah dientukan kepadanya.
Kaum muslimin bersedih dengan kepergian beliau. Tak sedikit mereka
yang turut mengantar jenazah beliau sampai beratusan ribu orang. Ada
yang mengatakan 700 ribu orang, ada pula yang mengatakan 800 ribu orang,
bahkan ada yang mengatakan sampai satu juta lebih orang yang
menghadirinya. Semuanya menunjukkan bahwa sangat banyaknya mereka yang
hadir pada saat itu demi menunjukkan penghormatan dan kecintaan mereka
kepada beliau.
ketika masih sehat, “Katakan kepada ahlu bid‘ah bahwa perbedaan antara kami dan kalian adalah (tampak pada) hari kematian kami”.
Dan dengan keteguhan di atas kebenaran yang Allah berikan kepadanya
itu, maka madzhab Ahlussunnah pun dinisbatkan kepada dirinya karena
beliau sabar dan teguh dalam membelanya. Ali bin al-Madiniy berkata
menggambarkan keteguhan Imam Ahmad, “Allah telah mengokohkan agama
ini lewat dua orang laki-laki, tidak ada yang ketiganya. Yaitu, Abu
Bakar as-Shiddiq pada Yaumur Riddah (saat orang-orang banyak yang murtad
pada awal-awal pemerintahannya), dan Ahmad bin Hanbal pada Yaumul
Mihnah”.
SUMBER: wirput.blogspot.com
Biografi Singkat Empat Imam Besar dalam Dunia Islam
Beliau
dilahirkan pada tahun 80 H dan meninggal dunia di Bagdad pada tahun 150
H. Beliau belajar di Kufah dan disanalah beliau mulai menyusun
mazhabnya. Kemudian beliau duduk berfatwa mengembangkan ilmu pengatahuan
di Bagdad. Beliau memberikan penerangan kepada segenap lapisan
muslimin, sehingga beliau terkenal sebagai seorag alim yang terbesar di
masa itu, mahir dalam ilmu fiqh serta pandai meng-istinbat-kan hukum dari Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut riwayat yang dapat dipercaya, beliau adalah wadi’ilmu fiqh
(yang mula-mula menyusun ilmu fiqh sebagaimana susunan sekarang ini).
Beberapa ulama telah bergaul dengan Beliau, mereka pelajari mazhab
beliau dan hukum yang mereka dapat dari beliau itu mereka tulis
(bukukan). Mereka sebagai pendukung mazhab Abu Hanifah, sebagian besar
dari mereka kembali menyelidiki dan memeriksa hukum-hukum dengan
memeriksa dalil-dalilnya serta disesuaikan dengan keadaan-keadaan
kefaedahan dan kemudaratannya, sehingga beberapa di antara mereka ada
yang tidak mufakat terhadap sebagian dari hukum-hukum yang telah
ditetapkan oleh sang imam, bahkan mereka tetapkan hukumnya menurut
pendapat mereka sendiri, berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
Mereka inilah yang dinamakan sahabat-sahabat Abu Hanifah, diantaranya
Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan , dan Zufar. Mazhab ini banyak tersiar di
Bagdad, Parsi, Bukhara, Mesir, Syam, dan tempat-tempat lain.
Imam Maliki (93-170 H)
Imam
Malik bin Anas Al-Asbahi dilahirkan tahun 93 H dan meninggal dunia
dalam bulan Safar tahun 170 H. Beliau belajar di Madinah dan di sanalah
beliau menulis kitab Al-Muwatta, kitab hadits yang terkenal
sampai sekarang. Beliau menyusun kitab tersebut atas anjuran Khalifah
Mansur ketika beliau bertemu pada waktu menunaikan ibadah haji.
Beliau
menyusun mazhabnya atas empat dasar: Kitab Suci, Sunnah Rasul, Ijma’,
dan Qias. Hanya dasar yang terakhir ini beliau gunakan dalam hal-hal
yang terbatas sekali karena beliau adalah ahli hadits. Beliau berkata,
“Sesungguhnya saya sebagai manusia biasa kadang-kadang betul dan
kadang-kadang salah, maka hendaklah kamu periksa dan kamu selidiki
pendapat-pendapatku itu; mana yang sesuai dengan sunnah, ambillah!”.
Imam
Malik adalah ahli fiqih dan hadits. Pada masanya beliau terbilang
paling berpengaruh di seluruh Hijaz. Orang menyebutnya “Sayyid Fuqaha
Al-Hijaz” (pemimpin ahli fiqih di seluruh daerah Hiajz). Beliau
mempunyai banyak sahabat (murid), di antaranya yang terkemuka ialah
Muhammad bin Idris bin syafii, Al-Laisy bin Sa’ad, Abu Ishaq Al Farazi.
Pengikut mazhab ini yang terbanyak terdapat di Tunisia, Tripoli,
Magribi, dan Mesir.
Imam Syafii (150-204 H)
Beliau
merupaka keturunan Quraisy, dilahirkan di Khuzzah tahun 150 H dan
meninggal dunia di Mesir tahun 204 H. Sewaktur berumur 7 tahun, beliau
telah hafal Al-Qur’an. Setelah berumur 10 tahun, beliau hafal Al-Muwatta
(kitab guru beliau, Imam Malik). Setelah beliau berumur 20 tahun,
beliau mendapat izin dari gurunya (Muslim bin Khalid) untuk berfatwa.
Kata Ali bin Usman, “Saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih
pintar daripada Syafii”. Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang
menyamainya di masa itu. Ia pintar dalam segala pengetahuan, sehingga
bila ia melontarkan anak panah, dapat dijamin 90% akan mengenai
sasarannya”.
Ketika
hampir berumur 20 tahun, beliau pergi ke Madinah karena mendengar kabar
tentang Imam Malik yang begitu terkenal sebagai ulama besar dalam ilmu
hadits dan fiqih. Di sana beliau belajar kepada Imam Malik. Kemudian
beliau pergi ke Irak, di sana bergaul dengan sahabat-sahabat Imam Abu
Hanifah. Beliau terus ke Parsi dan beberapa negeri lain. Kira-kira dua
tahun lamanya beliau dalam perjalanan ini.
Dalam
perjalanan ke negeri-negeri itu bertambahlah pengetahuan beliau tentang
keadaan penghidupan dan tabiat manusia. Misalnya keadaan yang
menimbulkan perbedaan adat dan akhlak, sangat berguna bagi beliau
sebagai alat untuk mempertimbangkan hukum peristiwa-peristiwa yang akan
beliau hadapi. Kemudian beliau diminta oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid
supaya tetap tinggal di Bagdad. Setelah menetap di Bagdad, disanalah
beliau menyiarkan agama, dan pendapat-pendapat beliau diterima oleh
segala lapisan.
Beliau
bergaul baik dengan rakyat maupun dengan pemerintah, bertukar pikiran
dengan ulama-ulama terutama sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah, sehingga
dengan pergaulan dan pertukaran pikiran itu beliau dapat menyusun
pendapat “qadim” (pendapat beliau yang pertama). Kemudian beliau kembali
ke Mekah hingga tahun 198 H. Pada tahun itu pula beliau pergi ke Mesir,
di sana beliau menyusun pendapat beliau yang baru (qaulul jadid).
Kata-kata
Syafii yang sangat perlu menjadi perhatian, terutama bagi ulama yang
mendukung dan mengikuti mazhab Syafii, ialah “Apabila hadits itu sah,
itulah mazhabku, dan buanglah perkataanku yang timbul dari ijtihadku”.
Pengikut mazhab Syafii yang terbanyak ialah di Mesir, Kurdistan, Yaman,
Aden, Hadramaut, Mekah, Pakistan, dan Indonesia.
Imam Hanbali (meninggal 241 H)
Ahmah
bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal adalah nama beliau. Dilahirkan di
Bagdad dan meninggal dunia pada hari jumat tanggal 12 Rabiul Awwal tahun
241 H. Semenjak kecil beliau belajar di Bagdad, Syam, Hijaz, dan Yaman.
Beliau adalah murid Imam Syafii dan memuji beliau. Katanya, “Saya
keluar dari Bagdad, tidak saya tinggalkan di sana seorang yang lebih
takwa, lebih wara’, dan lebih alim selain selain Ahmad bin Hanbal, yang
sungguh banyak menghafal hadits.”
Murid
beliau banyak yang terkemuka, diantaranya yaitu Bukhari dan Muslim.
Beliau berpegang teguh pada fatwa sahabat apabila tidak ada nas. Beliau menyusun mazhabnya atas 4 dasar.
Dasar pertama ialah nas Qur’an dan Hadits. Dalam soal yang beliau hadapi, beliau selidiki ada atau tidaknya nas, kalau ada nas, beliau berftawa menurut nas itu.
Dasar kedua ialah fatwa sahabat. Dalam satu peristiwa, apabila tidak ada nas yang
bersangkutan dengan peristiwa itu, beliau cari fatwa para sahabat.
Apabila ada fatwa dari salah seorang sahabat, sedangkan beliau tidak
melihat bantahannya dari sahabat-sahabat lain, beliau hukumkan peristiwa
itu menurut fatwa sahabat tadi. Jika fatwa itu berbeda antara beberapa
sahabat, beliau pilih yang lebih dekat pada Kitab dan Sunnah.
Dasar ketiga ialah hadits mursal atau lemah, apabila tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang lain.
Dasar keempat ialah qias. Beliau tidak memakai qias kecuali apabila tidak ada jalan lain.
Beliau sangat hati-hati dalam melahirkan fatwa apabila tidak ada nas atau asar sahabat.
Kemungkinan besar karena sangat hati-hatinya beliau menjalankan fatwa
itulah yang menyebabkan lambatnya mazhab beliau tersiar di daerah-daerah
yang jauh, apalagi murid-murid beliau pun sangat berhati-hati pula.
Mula-mula mazhab itu tersiar di Bagdad, kemudian berangsur-angsur keluar
ke daerah-daerah lain. Sekarang yang terbanyak pengikutnya ialah Hijaz,
apalagi sesudah Raja Ibnu Sa’ud menetapkan bahwa mazhab Hanbali menjadi
mazhab resmi bagi pemerintah Saudi Arabia. Di mesir tidak tampak mazhab
ini kecuali pada abad ke-7 H. Hingga sekarang tidak banyak rakyat Mesir
yang mengikuti mazhab ini.
Demikianlah
ringkasan seputar empat Imam besar yang paling berpengaruh dalam
perkembangan hukum fiqih Islam, semoga bermanfaat dan menjadi pelajaran
bagi kita semua. Amin
SUMBER: http://sutaidokenzo.blogspot.com/2011/10/biografi-singkat-empat-imam-besar-dalam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar