Sabtu, 01 November 2014

Dinasti Ayyubiyyah


Ayyubiyyah atau Dinasti Ayyubiyyah adalah dinasti Muslim dari bangsaKurdi[2] yang menguasai MesirSuriahYaman (kecuali Pegunungan Utara),Diyar BakrMakkahHijaz dan Irak utara pada abad ke-12 dan 13. Ayyubiyyah juga dikenali sebagai AyyubidAyoubitesAyyoubites,Ayoubides atau Ayyoubides.
Dinasti Ayubiyyah didirikan oleh Salahuddin Al-Ayubbi yang bersamaShirkuh menaklukan Mesir untuk Raja Zengiyyah Nuruddin dari Damaskuspada 1169. Nama ini berasal dari ayah Salahuddin, Najm ad-Din Ayyub. Pada tahun 1171, Salahuddin menggulingkan Khalifah Fatimiyyah terakhir. Ketika Nur ad-Din meninggal pada 1174, Salahuddin menyatakan perang terhadap anak lelaki muda Nuruddin, As-Salih Ismail, dan menguasai Damaskus. Ismail melarikan diri ke Aleppo, dimana ia terus berjuang melawan Salahuddin hingga terbunuh pada 1181. Setelah itu, Salahuddin mengambil alih kawasan pedalaman hingga seluruh Suriah, dan menakluki Jazirah di Irak Utara. Pencapaian terbesarnya adalah mengalahkan tentara salib dalam Pertempuran Hattin dan penaklukan Baitulmuqaddis pada 1187. Salahuddin meninggal pada 1193 setelah menandatangani perjanjian dengan Richard I dari Inggris yang memberi kawasan pesisir dari Ashkelonhingga Antiokhia kepada tentara salib.
Setelah kematian Salahuddin, anak lelakinya berebut pembagian kekaisaran, hingga pada 1200 adik Salahuddin, Al-Adil, berhasilmengambil alih atas seluruh kekaisaran. Proses yang sama terjadi pada kematian Al-Adil pada 1218, dan pada anak lelakinya Al-Kamil yang meninggal pada 1238, tetapi Ayubiyyah tetap kuat. Pada 1250 Turanshah, Sultan Mesir Ayubiyyah terakhir, telah dibunuh dan digantikkan oleh jenderal-budakMamluknya Aibek, yang mendirikan Dinasti Bahri.
Ayyubiyyah terus menguasai Damaskus dan Aleppo hingga tahun 1260 ketika mereka dikuasai oleh Mongol dan setelah kekalahan mongol di Ain Jalut, seluruh Suriah jatuh ke Mamluk.
SUMBER: id.wikipedia.org
Sejarah Islam (Sejarah Berdirinya Dinasti Al-ayyubiyah)
Rangkuman materi:
1.1  Sejarah Pembentukan Dinasti Al-ayyubuyah (569-650/ 1174-1252 M)
            1.1.1      Berdirinya dinasti Al-ayyubiyah
Bani Ayyubiyah merupakan keturunan Ayyub suku Kurdi. Pendiri dinasti ini adalah Salahuddin Yusuf al-Ayyubi putra dari Najamuddin bin Ayyub. Pada masa Nuruddin Zanki (Gubernur Suriah dari bani Abbasiyah), Salahuddin diangkat sebagai kepala garnisum di Balbek.
Kehidupan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan. Semua itu dilakukan dalam rangka menunaikan tugas negara untuk memadamkan sebuah pemberontakan dan juga dalam menghadapi tentara salib.
Perang yang dilakukannya dalam rangka untuk mempertahankan dan membela agama. Selain itu Salahuddin Yusuf al-Ayyubi juga seorang yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap umat agama lain, hal ini terbukti:
a.       Ketika beliau menguasai Iskandariyah ia tetap mengunjungi orang-orang kristen
b.      Ketika perdamaian tercapai dengan tentara salib, ia mengijinkan orang-orang kristen berziarah ke Baitul Makdis.
Keberhasilan beliau sebagai tentara mulai terlihat ketika ia mendampingi pamannya Asaduddin Syirkuh yang mendapat tugas dari Nuruddin Zanki untuk membantu Bani Fatimiyah di Mesir yang perdana menterinya diserang oleh Dirgam. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berhasil mengalahkan Dirgam, sehingga beliau dan pamannya mendapat hadiah dari Perdana Menteri berupa sepertiga pajak tanah Mesir. Akhirnya Perdana Menteri Syawar berhasil menduduki kembali jabatannya pada tahun 1164 M.
Tiga tahun kemudian, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Hal ini dilakukan karena Perdana Menteri Syawar bersekutu/ bekerjasama dengan Amauri yaitu seorang panglima perang tentara salib yang dulu pernah membantu Dirgam. Maka terjadilah peperangan yang sangat sengit antara pasukan Salahuddin dan pasukan Syawar yang dibantu oleh Amauri. Dalam. Dalam peperangan tersebut pasukan Salahuddin berhasil menduduki Iskandariyah, tetapi ia dikepunt dari darat dan laut oleh tentara salib yang dipimpin oleh Amauri. Akhirnya peperangan ini berakhir dengan perjanjian damai pada bulah Agustus 1167 M, yang isinya adalah sebagai berikut:
a.       Pertukaran tawanan perang
b.      Salahuddin Yusuf al-Ayyubi harus kembali ke Suriah
c.       Amauri harus kembali ke Yerusalem
d.      Kota Iskandariyah diserahkan kembali kepada Syawar.
Pada tahun 1169, tentara salib yang dipimpin oleh Amauri melanggar perjanjian damai yang disepakati dahulu yaitu Dia menyerang Mesir dan bermaksud untuk menguasainya. Hal itu tentu saja sangat membahayakan keadaan umat islam di Mesir, karena:
a.       Mereka banyak membunuh rakyat di Mesir
b.      Mereka berusaha menurunkan Khalifah al-Adid dari jabatannya
Khalifah al-Addid mengangkat Asaduddin Syirkuh sebagai Perdana Menteri Mesir pada tahun 1169 M. ini merupakan pertama kalinya keluarga al-Ayyubi menjadi Perdana Menteri, tetapi sayang beliau menjadi Perdana Menteri hanya dua bulan karena meninggal dunia. Khalifal al-Adid akhirnya mengangkat Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menjadi Perdana Menteri menggantikan pamannya Asaduddin Syirkuh dalam usia 32 tahun. Sebagai Perdana Menteri beliau mendapati gelah al-Malik an-Nasir artinya penguasa yang bijaksana.
Setelah Khalifah al-Adid (Khalifah Dinasti Fatimah) yang terakhir wafat pada tahun 1171 M, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berkuasa penyh untuk menjalankan peran keagamaan dan politik. Maka sejak saat itulah Dinasti Ayyubiyah mulai berkuasa hingga sekitar 75 tahun lamanya.
            1.1.2        Penguasa-penguasa Dinasti Al-Ayyubiah
Selama lebih kurang 75 tahun dinasti Al-Ayyubiyah berkuasa, terdapat 9 orang penguasa yakni sebagai berikut:
1.      Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)
2.      Malik Al-Aziz Imaduddin (1193-1198 M)
3.      Malik Al-Mansur Nasiruddin (1198-1200 M)
4.      Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
5.      Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
6.      Malik Al-Adil Sifuddin, pemerintahan II (1238-1240 M)
7.      Malik As-Saleh Najmuddin (1240-1249 M)
8.      Malik Al-Mu’azzam Turansyah (1249-1250 M)
9.      Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (1250-1252 M)
Dalam uraian berikut akan dibahas mengenai penguasa-penguasa yang menonjol, yaitu:
1.      Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)
2.      Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
3.      Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)

1.      Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M)
Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi tidak hanya dikenal sebagai seorang panglima perang yang gagah berani dan ditakuti, akan tetapi lebih dari itu, beliau adalah seorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan. Salah satu karya monumental yang disumbangkannya selama beliau menjabat sebagai sultan adalah bangunan sebuah benteng pertahanan yang diberi nama Qal’atul Jabal yang dibangun di Kairo pada tahun 1183 M.
Selain itu beliau juga merupakan salah seorang Sultan dari dinasti Ayyubiyah yang memiliki kemampuan memimpin. Hal ini diketahui dari cara Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi dalam mengangkat para pembantunya (Wazir) yang terdiri dari orang-orang cerdas dan terdidik. Mereka antara lain seperti Al-Qadhi Al-Fadhil dan Al-Katib Al-Isfahani. Sementara itu sekretaris pribadinya bernama Bahruddin bin Syadad, yang kemudian dikenal sebagai penulis Biografinya.
Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi tidak membuat suatu kekuasaan yang terpusat di Mesir. Beliau justru membagi wilayak kekuasaannya kepada saudara-saudara dan keturunannya. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa cabang dinast Ayyubiyah berikut ini:
a.       Kesultanan Ayyubiyah di Mesir
b.      Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus
c.       Keamiran Ayyubiyah di Aleppo
d.      Kesultanan Ayyubiyah di Hamah
e.       Kesultanan Ayyubiyah di Homs
f.       Kesultanan Ayyubiyah di Mayyafaiqin
g.      Kesultanan Ayyubiyah di Sinjar
h.      Kesultanan Ayyubiyah di Hisn Kayfa
i.        Kesultanan Ayyubiyah di Yaman
j.        Keamiran Ayyubiyah di Kerak

Salahuddin Yusuf al-Ayyubi dianggap sebagai pembaharu di Mesir karena dapat mengembalikan mazhab sunni. Melihat keberhasilannya itu Khlaifah al-Mustadi dari Bani Abbasiyah memberi gelar kepadanya al-Mu’izz li Amiiril mu’miniin (penguasa yang mulia). Khalifah al-Mustadi juga memberikan Mesir, an-Naubah, Yaman, Tripoli, Suriah dan Maghrib sebagai wilayah kekuasaan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi pada tahun 1175 M. sejak saat itulah Salahuddin dianggap sebagai Sultanul Islam Wal Muslimiin (Pemimpin umat ilam dan kaum muslimin).
Di antara orang-orang yang iri dan melakukan pemberontakan terhadap Salahuddi Yusuf al-Ayyubi adalah sebagai berikut:
a.       Pemberontakan yang dilakukan Nuruddin Zanki, ia memberontak karena kebesaran namanya tersaingi oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi
b.      Pemberontakan yang dilakukan Hijab (Kepala rumah tangga Khalifah al-Adid), ia memberontak karena merasa hak-haknya banyak dikurangi.
c.       Pemberontakan yang dilakukan oleh kaum Asassin yang dipimpin oleh Syakh Sinan karena merasa tersaingi.
d.      Pemberontakan yang dilakukan Zanki, kelompok ini merupakan permbela Al-Malik as-Salih yang bersekongkol dengan al-Gazi (penguasa Mosul dan paman Malik as-Salih Ismail) yang beusaha menjatuhkan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi karena merasa tersaingi.
Perang melawan tentara salib yang pertama adalah melawan Amalric 1, taja Yerusalem, yang kedua melawan Baldwin IV (putra Amalric 1), yang ketiga melawan Raynald de Chatillon (penguasa benteng Karak di sebelah tidur laut mati), yang keempat melawan Raja Baldwin V sehingga kota-kota seperti Teberias, Nasirah, Samaria, Suweida, Beirut, Batrun, Akra, Ramalah, Gaza Hebron dan Baitul Maqdis berhasil dikuasai oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi.
Selain Clement III, para penguasa Eropa yang membantu dalam perang melawan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi adalah:
a.       Philip II, Raja Prancis
b.      Rivhard I, The Lion Heart (Hati Singa), Raja Inggris
c.       William, raja Sisilia
d.      Frederick Barbafossa, Kaisar Jerman
Setelah perang melawan tentara salib selesai, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi memindahkan pusat pemerintahannya dari Mesir ke Damaskus, dan dia meninggal di sana pada tahun 1193 M dalam usia 57 tahun.

2.      Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
Sering dipanggil Al-Adil nama lengkapnya adalah al-Malik al-Adil saifuddin Abu Bakar bin Ayyub. Dari nama Sifuddin inilah tentara salib memberi julukan Saphadin. Beliau putra Najmuddin Ayyub yang merupakan saudara muda Salahuddin Yusuf al-Ayyubi.
Setelah kematian Salahuddin, Ia menghadapi pemberontakan dari Izzuddin di Mosul. Ia juga menentukan siapa yang berhak menjadi penguasa ketika terjadi perselisihan diantara anak-anak Salahuddin Yusuf al-Ayyubi yaitu al-Aziz dan  al-Afdal. Setelah kematian al-Aziz. al-Afdal berusaha meduduki jabatan Sultan, akan tetapi al-Adil beranggapan al-Afdal tidak pantas menjadi Sulatan. Akhirnya terjadilah peperangan antara keduanya, al-Adil nberhasil mengalahkan al-Afdal dan beliau menjadi Sultan di Damaskus.
Al-Adil merupakan seorang pemimpin pemerintahan danpengatur strategi yang berbakat dan efektif.

3.      Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
Nama lengkap al-Kamil adalah al-Malik al-Kamil Nasruddin Abu al-Maali Muhammad. Selain dipuja karena mengalahkan dua kali pasukan salib ia juga dicaci maki karena menyerahkan kembali kota Yerusalem kepada orang Kristen.
Al-Kamil adalah putra dari al-Adil. Pada tahun 1218 al-Kamil memimpin pertahanan menghdapi pasukan salib yang mengepung kota Dimyat (Damietta) dan kemudian menjadi Sulatan sepeninggal ayahnya. Pada tahun 1219, Ia hampir kehilangan takhtanya karena konserpasi kaum kristen koptik. Al-Kamil kemudian pergi ke Yaman untuk menghindari konspirasi itu, akhirnya konspirasi itu berhasil dipadamkan oleh saudaranya bernama al-Mu’azzam yang menjabat sebagai gubernur Suriah.
Pada bulan Februari tahun 1229 M, al-Kamil menyepakati perdamaian selama 10 tahun denga  Federick II, yang berisi antara lain:
a.       Ia mngembalikan Yerusalem dan kota-kota suci lainnya kepada pasukan salib
b.      Kaum muslimin dan yahudi dilarang memalsuki kota itu kecuali disekitar Masjidil Aqsa dan Majid Umar.
Al-Kamil meninggal dunia pada tahun 1238 M. Kedudukannya sebagai Sultan digantikan oleh Salih al-Ayyubi.

            1.1.3        Berakhirnya dinasti Ayyubiyah
Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa pemerintahan Sultan As-Salih. Setelah As-Salih meniggal pada tahun 1249 M, kaum Mamluk mengangkati estri As-Salih, Syajaratud Durr sebagai Sultanah. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Dinasti Ayyubiah di Mesir. Medkipun demikian dinasti Ayyubiyah masih berkuasa di Suriah. Pada tahun 1260 M. tentara Mongol hendak menyerbu Mesir. Komando tentara Islam dipegang oleh Qutuz, panglima perang Mamluk. Dalam pertempuran di Ain Jalut, Qutuz berhasil mengalahkan tentara Mongol dengan gemilang. Selanjutnya, Qutuz mengambil alih Kekuasaan Dinasti Ayyubiyah. Sejak itu, berakhirlah kekuasaan Dinasti Ayyubiyah.
 Dinasti Ayyubiyah (567 – 648 H / 1171 – 1250 M) berdiri di atas puing-puing Dinasti Fatimiyah Syi’ah di Mesir. Di saat Mesir mengalami krisis di segala bidang maka orang-orang Nasrani memproklamirkan perang Salib melawan Islam, yang mana Mesir adalah salah satu Negara Islam yang diintai oleh Tentara Salib.Shalahudin al-Ayyubi seorang panglima tentara Islam tidak menghendaki Mesir jatuh ke tangan tentara Salib, maka dengan sigapnya Shalahudin mengadakan serangan ke Mesir untuk segera mengambil alih Mesir dari kekuasaan Fatimiyah yang jelas tidak akan mampu mempertahankan diri dari serangan Tentara Salib. Menyadari kelemahannya dinasti fatimiyah tidak banyak memberikan perlawanan, mereka lebih rela kekuasaannya diserahkan kepada shalahudin dari pada diperbudak tentara salib yang kafir, maka sejak saat itu selesailah kekuasaan dinasti fatimiyah di Mesir, berpindah tangan ke Shalahudin al-Ayyubi.Shalahudin panglima perang Muslim yang berhasil merebut Kota Yerusalem pada Perang Salib itu tak hanya dikenal di dunia Islam, tetapi juga peradaban Barat. Sosoknya begitu memesona. Ia adalah pemimpin yang dihormati kawan dan dikagumi lawan. Pada akhir 1169 M, Shalahudin mendirikan sebuah kerajaan Islam bernama Ayyubiyah. Di era keemasannya, dinasti ini menguasai wilayah Mesir, Damaskus, Aleppo, Diyarbakr, serta Yaman. Para penguasa Dinasti Ayyubiyah memiliki perhatian yang sangat besar dalam bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Tak heran jika kota-kota Islam yang dikuasai Ayyubiyah menjadi pusat intelektual. Di puncak kejayaannya, beragam jenis sekolah dibangun di seluruh wilayah kekuasaan dinasti itu. Madrasah-madrasah itu dibangun tak hanya sekadar untuk membangkitkan dunia pendidikan, tetapi juga memopulerkan pengetahuan tentang mazhab Sunni. Di masa kepemimpinan Shalahudin, di Kota Damaskus berdiri sebanyak 20 sekolah, 100 tempat pemandian, dan sejumlah tempat berkumpulnya para sufi. Bangunan madrasah juga didirikan di berbagai kota, seperti Aleppo, Yerusalem, Kairo, Alexandria, dan di berbagai kota lainnya di Hijaz. Sejumlah sekolah juga dibangun oleh para penerus tahta kerajaan Ayyubiyah. “Istri-istri dan anak-anak perempuan penguasa Ayyubiyah, komandan, dan orang-orang terkemuka di dinasti itu mendirikan dan membiayai lembaga-lembaga pendidikan’’ . Meski Dinasti Ayyubiyah menganut mazhab fikih Syafi’i, mereka mendirikan madrasah yang mengajarkan keempat mazhab fikih. Sebelum Ayyubiyah menguasai Suriah, di wilayah itu tak ditemukan sama sekali madrasah yang mengajarkan fikih mazhab Hambali dan Maliki. Setelah Ayyubiyah berkuasa di kawasan itu, para ahli sejarah menemukan 40 madrasah Syafi’i, 34 Hanafi, 10 Hambali, dan tiga Maliki.Dibalik kemajuan sebuah peradaban, terdapat juga kemunduran pada sebuah kekuasaan, tidak terkecuali pada Dinasti Ayyubiyah terutama dalam bidang politik dan pendidikannya.
            Untuk melihat bagaimana kemajuan dan kemunduran Dinasti Ayyubiyah dilihat dari politik dan pendidikan pada masa itu, maka pemakalah dalam hal ini akan membatasi pembahasan mengenai Dinasti Ayyubiyah; hubungan politik dengan pendidikan Islam dengan sub pembahasan yakni, sejarah dinasti ayyubiyah, politik dan pendidikan Islam dinasti ayyubiyah, universitas al-Azhar pada masa dinasti ayyubiyah, serta kemajuan-kemajuan pada masa dinasti ayyubiyah
http://duniamakalah88.wordpress.com/2010/01/07/dinasti-ayyubiyah/
.      Sejarah Munculnya Dinasti Ayyubiyyah
Pendiri dinasti ini adalah Shalahudin Al-Ayyubi, lahir di takriet 532 H/1137 M meninggal 589 H/ 1193 M dimasyurkan oleh bangsa Eropa dengan nama saladin pahlawan perang salib dari keluarga ayyubiyah suku kurdi.
Dinasti Ayyubiyah di Mesir berkuasa tahun 1169 sampai akhir abad ke-15 M. menggantikan dinasti Fatimiyah. Pendiri dinasti ini adalah Salahuddin. Ia menghapuskan sisa-sia Fatimiyah di Mesir yang bercorak Syi’i dan mengembalikannya ke faham sunni-ahlu sunnah wal jama’ah-. Reputasi Salahudin bersinar setelah sukses melawan tentara Salib dengan mempersatukan pasukan Turki, Kurdi dan Arab. Kota Yerussalem pada tahun 1187 kembali ke pangkuan Islam dari tangan tentara Salib yang telah menguasainya selama 80 tahun.
Gangguan politik terus-menerus dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi, Salahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah[1]. Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.
  1. Ketika ia menguasai Iskandariyah ia tetap mengunjungi orang-orang kristen
  2. Ketika perdamaian tercapai dengan tentara salib, ia mengijinkan orang-orang kristen berziarah ke Baitul Makdis.
            Keberhasilan beliau sebagai tentara mulai terlihat ketika ia mendampingi pamannya Asaduddin Syirkuh yang mendapat tugas dari Nuruddin Zanki untuk membantu Bani Fatimiyah di Mesir yang perdana menterinya diserang oleh Dirgam. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berhasil mengalahkan Dirgam, sehingga ia dan pamannya mendapat hadiah dari Perdana Menteri berupa sepertiga pajak tanah Mesir. Akhirnya Perdana Menteri Syawar berhasil menduduki kembali jabatannya pada tahun 1164 M.
Tiga tahun kemudian, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi kembali bergabung pamannya ke Mesir.Hal ini dilakukan karena Perdana Menteri Syawar berafiliasi / bekerjasama dengan Amauri yaitu seorang panglima perang tentara salib yang dulu pernah membantu Dirgam. Maka terjadilah perang yang sangat sengit antara pasukan Shalahuddin dan tim Syawar yang dibantu oleh Amauri. 

Dalam peperangan tersebut pasukan Shalahuddin berhasil menduduki Iskandariyah, tetapi ia dikepung dari darat dan laut oleh tentara salib yang dipimpin oleh Amauri. 
Akhirnya perang ini berakhir dengan perjanjian damai pada bulah Agustus 1167 M, yang isinya adalah sebagai berikut:
  1. Pertukaran tawanan perang
  2. Salahuddin Yusuf al-Ayyubi harus kembali ke Suriah
  3. Amauri harus kembali ke Yerusalem
  4. Kota Iskandariyah diserahkan kembali kepada Syawar.
Pada tahun 1169, tentara salib yang dipimpin oleh Amauri melanggar perjanjian damai yang disepakati sebelumnya yaitu Dia menyerang Mesir dan bermaksud untuk menguasainya. Hal itu tentu saja sangat membahayakan kondisi umat islam di Mesir, karena:
  1. Mereka banyak membunuh rakyat di Mesir
  2. Mereka berusaha menurunkan Khalifah al-Adid dari jabatannya
Khalifah al-Addid mengangkat Asaduddin Syirkuh sebagai Perdana Menteri Mesir pada tahun 1169 M. ini merupakan pertama kalinya keluarga al-Ayyubi menjadi Perdana Menteri, tetapi sayang beliau menjadi Perdana Menteri hanya dua bulan karena meninggal dunia.Khalifal al-Adid akhirnya mengangkat Salahuddin Yusuf al-Ayyubi menjadi Perdana Menteri menggantikan pamannya Asaduddin Syirkuh dalam usia 32 tahun. Sebagai Perdana Menteri diketahui gelah al-Malik an-Nasir artinya penguasa yang bijaksana. [2]
            Setelah Khalifah al-Adid (Khalifah Dinasti Fatimah) yang terakhir wafat pada tahun 1171 M, Salahuddin Yusuf al-Ayyubi berkuasa penyh untuk menjalankan peran keagamaan dan politik. Maka sejak saat itulah Dinasti Ayyubiyah mulai berkuasa sampai sekitar 75 tahun lamanya.
Salahudin sebenarnya mulai menguasai Mesir pada tahun 564H/1169M, akan tetapi baru dapat menghapuskan kekuasaan Daulah Fatimiyah pada tahun 567H/1171M. Dalam masa tiga tahun itu, ia telah menjadi penguasa penuh, namun tetap tunduk kepada Nuruddin Zangi dan tetap mengakui kekhalifahan Daulah Fatimiyah. Jatuhnya Daulah Fatimiyah ditandai dengan pengakuan Shalahudin atas khalifah Abbasiyah, al-Mustadi, dan penggantian Qadi Syi’ah dengan Sunni. Bahkan pada bulan Mei 1175, Shalahudin mendapat pengakuan dari Khilafah Abbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika Utara, Nubia, Hejaz dan Suriah. Kemudian ia menyebut dirinya sebagai Sultan . Sepeluh tahun kemudian ia menaklukan Mesopotamia dan menjadikan para penguasa setempat sebagai pemimpinnya.
Selain memperluas daerah kekuasaannya, sebagian besar usaianya juga dihabiskan untuk melawan kekuatan tentara Salib. Dalam kaitan itu, maka pada tahun 1170 M Salahudin telah berhasil menaklukan wilayah Masyhad dari tangan Rasyidin Sinan. Kemudian pada bulan Juli 1187 M ia juga berhasil merebut Tiberias, dan melancarkan perang Hattin untuk menangkis serangan tentara Salib. [2] 
http://smpnu2gresik.sch.id/?p=503
Dalam peperangan ini, pasukan Perancis dapat dikalahkan, Yerussalem sendiri kemudian menyerah tiga bulan berikutnya, tepatnya pada bulan Oktober 1187 M, pada saat itulah suara azan menggema kembali di Mesjid Yerussalem.
Jatunya pusat kerajaan Haatin ini memberi peluang bagi Shalahudin al-Ayyubi untuk menaklukkan kota-kota lainya di Palestina dan Suriah. Kota-kota di sini dapat ditaklukkan pada taun 1189 M, sementara kota-kota lainnya, seperti Tripol, Anthakiyah,Tyre an beberapa kota kecil lainnya masih berada di bawah kekuasaan tentara Salib.
  Setelah perang besar memperebutkan kota Acre yang berlangsung dari 1189-1191 M, kedua pasukan hidup dalam keadaan damai. Untuk itu, kedua belah pihak mengadakan perjanjian damai secara penuh pada bulan 2 November 1192 M. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa daerah pesisir dikuasai tentara Salib, sedangkan daerah pedalaman dikuasai oleh kaum muslim. Dengan demikian, tidak ada lagi gangguan terhadap umat Kristen yang akan berziarah ke Yerussalem. Keadaan ini benar-benar membawa kedamaian dan dapat dinikmati oleh Shalahudin al-Ayyubi hingga menjelang akhir hayatnya, karena pada 19 Februari 1193 ia jatuh sakit di Damaskus dan wafat dua belas hari kemudian dalam usia 55 tahun.
            Dalam catatan sejarah, Shalahudin tidak hanya dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti, akan tetapi lebih dari itu, ia adalah seorang yang angat memperhatikan kemajuan pendidikan, mendorong studi keagamaan, membangun bendungan, menggali terusan, serta mendirikan sekolah dan masjid. Salah satu karya yang sangat monumetal adalah Qal’ah al-Jabal, sebuah benteng yang dibangun di Kairo pada tahun 1183. Secara umum, para Wazirnya adalah orang-orang terdidik, seperti al-Qadi al-Fadl dan al-Katib al-Isfahani. Sementara itu, sekretaris pribadinya bernama Bahruddin ibn Syaddad kemudian juga dikenal sebagai penulis biografinya. Kekayaan Negara tidak digunakan untuk kepentingan dirinya, tetapi dibagi-bagikan terutama kepada para prajurit dan pensiunan, selain untuk membiayiai pembangunan. Dia hanya mewariskan empat puluh tujuh dirham dan sebatang emas.
            Setelah Shalahudin al-Ayyubi meninggal, daerah kekuaannya yang terbentang dari sungai Tigris hingga sunagi Nil itu kemdian dibagi-bagikan kepada keturunannya. Al- Malik al-Afdhal Ali, putera Shalahudin memperoleh kekuasaan untuk memerintah di Damaskus, al-Aziz berkuasa di Kairo, al-Malik al-Jahir berkuasa di Aleppo (Halab) , dan al-Adil, adik Shalahudin, memperoleh kekuasaan di al-Karak dan asy-Syaubak. Antara tahun 1196 dan 1199, al-‘Adil berhasil menguasai beberapa daerah lainnya, sehingga ia menjadi penguasa tunggal untuk Mesir dan sebagian besar Suriah. Al-‘Adil yeng bergelar Saifuddin itu mengutamakan politik perdamaian dan memajukan perdagangan dengan koloni Perancis. Setelah ia wafat pada 1218 M, beberapa cabang Bani Ayyub menegakkan kekuasaan sendiri di Mesir, Damaskus, Mesopotamia, Hims, Hamah, dan Yaman. Sejak itu, sering terjadi konflik internal di anara keluarga Ayyubiyah di Mesir dengan Ayubiyah di Damaskus untuk memperebutkan Suriah.
            Kemudian al-Kamil Muhammad, putera al’Adil, yang menguasai Mesir ( 615 – 635 H/ 1218 -1238 M) termasuk tokoh Bani Ayub yang paling menonjol. Ia bangkit untuk melindungi daerah kekuasaannya dari rongrongan tentara Salib yang telah menaklukkan Dimyat, tepi sungai Nil, utara Kairo pada masa pemerintahan ayahnya. Tentara Salib memang nampaknya terus berusaha menaklukan Mesir dengan bantuan Italia. Penaklukan Mesir menjadi sangat penting, karena dari negeri itulah mereka akan dapat menguasai jalur perdagangan Samudera Hindia melalui Laut Merah. Setelah hampir dua tahun (November 1219 hingga Agustus 1221 M) terjadi konflik antara tentara salib dengan pasukan Mesir, tetapi al-Kamil dapat memaksa tentara Salib untuk meningalkan Dimyati.
            Di samping memberikan perhatian serius pada dalam bidang politik dan militer, al-Kamil juga dikenal sebagai seorang penguasa yang memberikan perhatian terhadap pembangunan dalam negeri. Program pemerintahannya yang cukup menonjol ialah membangun saluran irigasi dan membuka lahan lahan pertanian serta menjalin hubungan perdagangan dengan Eropa. Selain itu, ia juga dapat menjaga kerukunan hidup beragama antar umat Islam dengan Kristen Koptik, dan bahkan sering mengadakan diskusi keagamaan dengan para pemimpin Koptik.
            Pada masa itu kota Yerussalem masih tetap berada di bawah kekuasaan tentara Salib sampai 1244 M. Ketika al- Malik al-Saleh, putera Malik al- Kamil, memerintah tahun 1240 – 1249, pasukan Turki dari Khawarizm mengembalikan kota itu ke tangan Islam. Pada 6 Juni 1249 M pelabuhan Dimyati di tepi sungai Nil ditaklukan kembali oleh tentara salib yang dipimpin oleh
Raja Louis IX ari Perancis.Ketika pasukan Salib hendak menuju Kairo, sungai Nil dalam keadaan pasang, sehingga mereka menghadapi kesulitan dan akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Ayyubiyah pada April 1250. Raja Louis IX dan beberapa bangsawan Perancis ditawan, tetapi kemudian mereka dibebaskan kembali setelah Dimyati dikembalikan ke tangan tentara muslim, disertai dengan sejumlah bahan makanan sebagai bahan tebusan. Kemudian pada bulan November 1249 M, Malik al-Saleh meninggal dunia. Semula ia akan digantikan oleh putera mahkota, Turansyah. Untuk itu, Turansyah dipanggil pulang dari Mesopotamia (Suriah) untuk menerima tampuk kekuasaan ini. Untuk menghindari kevakuman kekuasaan, sebelum Turansyah tiba di Mesir, ibu tirinya yaitu Sajaratuddur. Akan tetapi, ketika Turansyah akan mengambil alih kekuasan ia mendapat tantangan dai para Mamluk, hamba sahaya yang dimiliki tuannya, yang tidak menyenanginya. Belum genap satu tahun turansyah berkuasa, ia kemudian dibunuh oleh para mamluk tersebut atas perintah ibu tirinya, Sajaratuddur. Sejak saat itu, Sajaratddur menyatakan dirinya sebagai Sultanah pertama di Mesir. Pada saat yang bersamaan, seorang pemimpin Ayubiyah bernama al-Asyraf Musa dari Damaskus juga menyatakan dirinya sebagai sultan Ayyubiyah meskipun hanya sebatas lambang saja tanpa kedaulatan atau kekuasaan yang riel. Kekuasaan yang sebenarnya justeru berada di tangan seorang mamluk bernama Izzuddin Aybak, pendiri dinasti Mamluk (1250-1257 ) . Akan tetapi, sejak al-Asyraf Musa meninggal pada 1252 M, berakhirlah masa pemerintahan dinasti al-Ayubiyah, dan kekuasaan beralih ke pemerintahan Dinasti Mamluk ( 1250-121517 M).
            Selama lebih kurang 75 tahun dinasti Al-Ayyubiyah berkuasa, terdapat 9 orang penguasa, yakni sebagai berikut:
  1. Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi(1171-1193 M)
  2. Malik Al-Aziz Imaduddin (1193-1198 M)
  3. Malik Al-Mansur Nasiruddin (1198-1200 M)
  4. Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M)
  5. Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
  6. Malik Al-Adil Sifuddin, pemerintahan II (1238-1240 M)
  7. Malik As-Saleh Najmuddin (1240-1249 M)
  8. Malik Al-Mu’azzam Turansyah (1249-1250 M)
  9. Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (1250-1252 M)
B. Politik dan Pendidikan Islam Dinasti Ayyubiyah
Keberhasilan Shalahudin dalam perang Salib , membuat para tentara mengakuinya sebagai pengganti dari pamannya, Syirkuh yang telah meninggal setelah menguasai Mesir tahun 1169 M. Ia tetap mempertahankan lembaga–lembaga ilmiah yang didirikan oleh Dinasti Fatimiyah tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syi’ah menjadi Sunni.
            Penaklukan atas Mesir oleh Shalahudin pada 1171 M, membuka jalan politik bagi pembentukan madzhab-madzhab hukum sunni di Mesir. Madzhab Syafi’i tetap bertahan di bawah pemerintahan Fatimiyah, sebaliknya Shalahudin memberlakukan madzhab-madzhab Hanafi. Keberhasilannya di Mesir tersebut mendorongnya untuk menjadi penguasa otonom di Mesir.
            Sebelumnya, Shalahudin masih menghormati simbol-simbol Syi’ah pada pemerintahan Al-Adil Lidinillah, setelah ia diangkat menjadi Wazir (Gubernur). Namun, setelah al-Adil meninggal 1171 M, Shalahudin menyatakan loyalitasnya kepada Khalifah Abbasiyah (al-Mustadi) di Bagdad dan secara formal menandai berakhirnya rezim Fatimiyah di Kairo.
Dengan jatuhnya Dinasti Fatimiyah, secara otomatis terhentilah fungsi madrasah sebagai penyebaran faham Syi’ah. Salah satu penyebaran faham Syi’ah pada saat itu adalah melalui jalur pendidikan. Kemudian digantikan oleh Dinasti Ayyubiyah yang menganut faham Sunni. Belajar dari Politik Dinasti Fatimiyah yang memasukkan faham politik syi’ah ke lembaga pendidikan, Shalahudin kemudian mendirikan madrasah-madrasah sebagai pusat penyebaran faham Sunni. Selain itu, banyak pihak swasta yang mendirikan madrasah-madrasah dengan maksud untuk menanamkan ide-idenya dalam rangka mencari keridhaan Allah Swt. serta menyebarkan faham keagamaan yang dianutnya, yang tidak dapat disalurkan lewat mesjid karena berorientasi pada kepentingan pemerintah atau politik, yang semakin hari semakin bertambah banyak madrasah yang didirikan dalam masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah. Sebagai contoh adalah madrasah-madrasah berikut ini:Berbeda dengan kuttab dan mesjid, madrasah sudah mempunyai bangunan fisik tertentu seperti sekarang ini, yang bentuknya dirancang sesuai fungsinya untuk melanjutkan pendidikan mesjid. Bangunan madrasah tersebut meliputi tiga unit, yaitu; Unit madrasah, unit asrama, dan unit mesjid. Unit asarama dijadikan tempat murid-murid, guru-guru dan para pegawai madrasah sehingga membentuk keluarga besar, dengan demikian murid-murid dapat diberikan program-program belajar yang intensif dan membahas secara bersama-sama masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, keagamaan, kemasyarakatan, dan penghidupan.
             Tujuan pendidikannya selain untuk mengembangkan ilmu pengetahuan agama dan membentuk kader-kader yang mempunyai misi keagamaan dalam masyarakat, juga untuk mencetak tenaga-tenaga yang kreatif yang ahli dalam bidangnya masing-masing.
Perbedaan-perbedaan lainnya adalah madrasah sudah merupakan salah satu organisasi resmi Negara di mana dikeluarkan pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintahan. Pelajar-pelajar disitu juga resmi, dijalankan menurut peraturan-peraturan dan undang-undang, serupa yang dikenal selama ini. Segala sesuatu diatur seperti kehadiran dan kepulangan murid, program-program pelajaran, staf pengajar, perpustakaan dan gelar-gelar ilmiah. Di Mesir ketika itu hanya terdapat satu buah perguruan tinggi yaitu Universitas al-Azhar yang masih berdiri hingga sekarang.
            Selain itu, di masa pemerintahan Shalahudin, ia juga membina kekuatan militer yang tangguh dan perekonomian yang bekerja sama dengan penguasa Muslim di kawasan lain. Ia juga mambangun tembok kota sebagai benteng pertahanan di Kairo dan bukit Muqattam.
Pasukannya juga diperkuat oleh pasukan barbar, Turqi dan Afrika. Disamping digalakkan perdagangan dengan kota-kota dilaut tengah, lautan Hindia dan menyempurnakan sistem perpajakan. Atas dasar inilah, ia melancarkan gerakan ofensif guna merebut al-Quds (Jerusalem) dari tangan tentara Salib yang dipimpin oleh Guy de Lusignan di Hittin, dan menguasai Jerusalem tahun 1187 M. Inipun tetap tak merubah kedudukan Shalahudin, sampai akhirnya raja inggris Richard membuat perjanjian genjatan senjata yang dimanfaatkannya untuk menguasai kota Acre.Sampai ia meninggal (1193 M) , Shalahudin mewariskan pemerintahan yang stabil dan kokoh, kepada keturunan-keturunannya dan saudaranya yang memerintah diberbagai kota. Yang paling menonjol ialah al-Malik al-Adil (saudaranya), dan keponakannya al-Kamil, mereka berhasil menyatukan para penguasa Ayubi lokal dengan memusatkan pemerintahan mereka di Mesir.Selain hal di atas, aroma-aroma politik yang di jalankan pada masa Dinasti Ayyubiyah sampai juga di salah satu mesjid sekaligus madrasah ternama yakni al-Azhar. Disana disebarkan paham-paham Sunni yang semakin lama semakin menjamur.



C. Universitas Al-Azhar Pada Masa Dinasti Ayyubiyah
            Segera setelah dinasti Fatimiyah runtuh (1171M) Shalahudin al-Ayyubi meng-hapuskan dinasti tersebut dan secara jelas ia menyatakan dirinya sebagai penguasa baru atas Mesir, dengan nama dinasti Ayyubiyah. Dinasti ini lebih berorientasi ke Baghdad, yang Sunni.
Nasib al-Azhar pada masa pemerintahan dinasti Ayyubiyah, sebenarnya tidak lebih baik dari masa pemerintahan dinasti Fatimiyah. Sebab, setelah Shalahudin berkuasa, ia mengeluarkan beberapa kebijaksanaan baru mengenai al-Azhar. Kebijakan itu antara lain, penutupan al-Azhar. Al-Azhar tidak boleh lagi dipergunakan untuk shalat Jum’at dan Madrasah, juga dilarang dijadikan sebagai tempat belajar dan mengkaji ilmu-ilmu, baik agama, maupun ilmu umum. Alasannya, menurut Hasan Langgulung, penutupan itu diberlakukan karena al-Azhar pada masa dinasti Fatimiyah dijadikan sebagai alat atau wadah untuk mempropaganda ajaran Syi’ah. Hal itu amat berlawanan dengan mazhab resmi yang dianut dinasti Ayyubiyah, yaitu mazhab Sunni.
            Kebijakan lain yang diambilnya adalah menunjuk seorang Qadi, Sadr al Din Abd al-Malik ibn Darabas untuk menjadi Qadi tertinggi, yang nantinya berhak mengeluarkan fatwa-fatwa tentang hukum-hukum mazhab Syafi’i. Di antaran fatwa yang dikeluarkan adalah melarang umat Islam saat itu untuk melakukan shalat Jum’at di masjid al-Azhar, dan hanya boleh melakukannya di masjid al-Hakim. Alasannya, masjid al-Hakim lebih luas. Selain itu, dalam mazhab Syafi’i tidak boleh ada dua khutbah Jum’at dalam satu kota yang sama.Masjid al-Azhar tidak dipakai untuk shalat Jum’at dan kegiatan pendidikan selama lebih kurang seratus tahun, yaitu sejak Shalahudin berkuasa sampai khutbah Jum’at dihidupkan kembali pada zaman pemerintahan Sultan Malik al-Zahir Baybars dari Dinasti Mamluk yang berkuasa atas Mesir.Meskipun begitu, penutupan al-Azhar sebagai masjid dan perguruan tinggi pada masa dinasti Ayyubiyah, bukanlah berarti dinasti ini tidak memperhatikan bidang-bidang agama dan pendidikan. Bahkan pendidikan mendapat perhatian serius dari para penguasa dinasti ini. Indikasinya adalah pembangunan madrasah-madrasah di hampir setiap wilayah kekuasaan, mengadakan pengajian tinggi (kulliyat) dan universitas pun digalakkan. Oleh karena itu, tidak kurang dari 25 kulliyat didirikan oleh kerajaan Ayyubiyah. Diantara kulliyat-kuliyyat yang terkenal adalah Manazil al-‘Iz, al-Kulliyat al-‘Adiliyah, al-Kulliyat al-Arsufiyah, al-Kulliyat al- Fadiliyah, al-Kulliyat al-Azkasyiayah, dan al-kulliyat al- ‘Asuriyah. Semua nama-nama itu dinisbatkan kepada nama-nama pendirinya, yang biasanya sekaligus pemberi wakaf bagi murid-murid dan guru-gurunya.Meskipun ada semacam larangan untuk tidak mengunakan al-Azhar sebagai pusat kegiatan, masjid itu tidak begitu saja ditinggalkan oleh murid-murid dan guru-guru, karena hanya sebagian mereka yang pergi meninggalkan tempat itu. Itu pun karena al-Azhar tidak mendapat subsidi (wakaf dari pemerintah). Dengan demikian, al-Azhar praktis mengalami masa-masa surut.Keadaan demikian tidak selamanya terjadi, sebab pada masa pemerintahan Sultan al-Malik al-Aziz Imaduddin Usman, putra Shalahudin al-Ayyubi datang seorang alim ke tempat ini (al-Azhar), ia bernama Abd al-Latif al-Baghdadi yang datang ke Mesir tahun 1193M/589H. Beliau mengajar di al-Azhar selama Sultan al-Malik al-Aziz berkuasa. Materi yang diajarkannya meliputi mantiq dan Bayan.Kedatangan al- Baghdadi menambah semangat beberapa ulama yang masih menetap di al-Azhar, di antara mereka adalah Ibn al-Farid, ahli sufi terkenal, Syeikh Abu al-Qosim al-Manfaluti, Syeikh Jama al-Din al- Asyuti, Syeikh Shahabu al-Din al-Sahruri, dan Syams al-Din Ibn Khalikan, seorang ahli sejarah yang mengarang kitab wafiyyat al-‘Ayan.Selain mengajar mantiq dan bayan, al- Baghdadi juga mengajar hadits dan fiqh. Materi itu diajarkan kapada para muridnya pada pagi hari. Tengah hingga sore hari ia mengajar kedokteran dan ilmu-ilmu lainnya. Selain itu, al- Baghdadi juga memberi kelas-kelas privat di tempat-tempat lain. Ini merupakan upaya al- Baghdadi untuk memberikan informasi dan sekaligus mensosialisasikan mazhab Sunni kepada masyarakat Mesir.Selama masa pemerintahan dinasti Ayyubiyah di Mesir (1171-1250M), perkembangan aliran atau mazhab Sunni begitu pesat, pola dan sistem pendidikan yang dikembangkan tidak bisa lepas dari kontrol penguasa yang beraliran Sunni, sehingga al-Azhar dan masa-masa berikutnya merupakan lembaga tinggi yang sekaligus menjadi wadah pertahanan ajaran Sunni. Para penguasa dinasti Ayyubiyah yang sunni masih tetap menaruh hormat setia kepada pemerintahan khalifah Abbasiyah di Baghdad. Oleh karena itu, di bawah payung khalifah Abbasiyah mereka berusaha sungguh-sungguh menjalankan kebijaksanaan untuk kembali kepada ajaran Sunni. Salah satu lembaga strategis yang dapat diandalkan sebagai tempat pembelajaran.dan penyebaran ajaran mazhab Sunni adalah al-Azhar.
            Selain itu, masih banyak lagi perkembangan-perkembangan yang diciptakan pada masa Dinasti Ayyubiyah ini dalam berbagai bidang, seperti dapat kita baca pada pembahasan di bawah ini.
D. Kemajuan-keamajuan Pada Masa Dinasti Ayyubiyah
Sebagaimana dinasti-dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun mencapai kemajuan yang gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan bersejarah. Kemajuan-kemajuan itu mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah :
1. Bidang Arsitektur dan Pendidikan
Penguasa Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan. Ini ditandai dengan dibangunnya Madrasah al–Shauhiyyah tahun 1239 M sebagai pusat pengajaran empat madzhab hukum dalam sebuah lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al Hadist al-Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang secara umum terdapat diberbagai madzhab hukum sunni. Sedangkan dalam bidang arsitek dapat dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip gereja, serta istana-istana yang dibangun menyerupai gereja. Shalahuddin juga membangun benteng setelah menyadari bahwa ancaman pasukan salib akan terus menghantui, maka tugas utama dia adalah mengamankan Kairo dan sekitarnya (Fustat). Penasihat militernya saat itu mengatakan bahwa Kairo dan Fustat masing-masing membutuhkan benteng pertahanan, tapi Shalahuddin memiliki ide brilian, bahwa dia akan membangun benteng strategis yang melindungi secara total kotanya. Selanjutnya, dia memerintahkan untuk membangun benteng kokoh dan besar diatas bukit Muqattam yang melindungi dua kota sekaligus Kairo dan Fustat. Proyek besar Citadel dimulai pada 1176 M dibawah Amir Bahauddin Qaraqush. Shalahuddin juga membangun dinding yang memagari Kairo sebagai kota residen bani Fatimiyyah, sekaligus juga memagari benteng kebesarannya serta Qata’i-al Fustat yang saat itu merupakan pusat ekonomi Kairo terbesar.
2. Bidang Filsafat dan Keilmuan
Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath yang telah diterjemahkan, karya-karya orang Arab tentang astronomi dan geometri, penerjemahan bidang kedokteran. Di bidang kedokteran ini telah didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
3. Bidang Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang lebih canggih dibanding buatan orang Barat. Terdapat pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik gelas.
4. Bidang Perdagangan
Bidang ini membawa pengaruh bagi Eropa dan negara–negara yang dikuasai Ayyubiyah. Di Eropa terdapat perdagangan agriculture dan industri.
Hal ini menimbulkan perdagangan internasional melalui jalur laut, sejak saat itu Dunia ekonomi dan perdagangan sudah menggunakan sistem kredit, bank, termasuk Letter of Credit (LC), bahkan ketika itu sudah ada uang yang terbuat dari emas.
5. Bidang Militer
Selain memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang, panah, dan sebagainya, ia juga memiliki burung elang sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Disamping itu, adanya perang Salib telah membawa dampak positif, keuntungan dibidang industri, perdagangan, dan intelektual, misalnya dengan adanya irigasi. [3]

[3] http://alimzebua.wordpress.com/2012/02/19/adinasti-ayyubiyah-hubungan-politik-dengan-pendidikan-islam-oleh-ali-m-zebua-mahasiswa-magister-mpi-pascasarjana-iain-su-medan/

Dinasti Ayyubiah

Ayyubiyah adalah sebuah Dinasti Sunni yang berkuasa di Dyar Bakir hingga tahun 1429 M. Dinasti ini didirikan oleh Salahuddin al Ayyubi, wafat tahun 1193 M (Glasse, 1996:143). Ia berasal dari suku Kurdi Hadzbani, putra Najawddin Ayyub, yang menjadi abdi dari putra Zangi bernama Nuruddin. Keberhasilannya dalam perang Salib, membuat para tentara mengakuinya sebagai pengganti dari pamannya, Syirkuh yang telah meninggal setelah menguasai Mesir tahun 1169 M. Ia tetap mempertahankan lembaga–lembaga ilmiah yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syiah menjadi Sunni (Yatim, 2003:283).
Penaklukan atas Mesir oleh Salahuddin pada 1171 M, membuka jalan bagi pembentukan madzhab-madzhab hukum sunni di Mesir. Madzhab Syafi’i tetap bertahan di bawah pemerintahan Fathimiyah, sebaliknya Salahuddin memberlakukan madzhabmadzhab Hanafi (Lapidus, 1999:545). Keberhasilannya di Mesir tersebut mendorongnya untuk menjadi penguasa otonom di Mesir.
Najmudin Ayub adalah seorang yang berasal dari suku Kurdi Hadzbani dan menjadi panglima Turki 1138 M, di Mosul dan Aleppo, dibawa pemerintahan Zangi Ibnu Aq-Songur. Demikian juga adiknya Syirkuh, mengabdi pada Nuruddin, putra Zangi 1169 M. Syirkuh berhasil mengusir raja Almaric beserta pasukan salibnya dari Mesir. Kedatangan Syirkuh ke Mesir karena undangan Khalifah Fatimiyah untuk menggusir Almaric yang menduduki Kairo. Setelah Syirkuh meninggal 1169 M digantikan Shalahuddin (kaponakannya) sebagai pemimpin pasukan. Pertama-tama ia masih menghormati simbol-simbol Syi’ah pada pemerintahan Al-Adil Lidinillah, setelah ia diangkat menjadi Wazir (Gubernur). Tetapi setelah al-Adil meninggal 1171 M, Shalahuddin menyatakan loyalitasnya kepada Khalifah Abbasiyah (al-Mustadi) di Bagdad dan secara formal menandai berakhirnya rezim Fatimiyah di Kairo.
Keberhasilan Shalahuddin di Mesir mendorongnya menjadi penguasa otonom. Dalam mengkosolidasikan kekuatannya, ia banyak memanfaatkan keluarganya untuk ekspansi ke wilayah lain, seperti Turansyah. Saudaranya dikirim untuk menguasai Yaman 1173 M. Taqiyuddin, keponakannya disetting untuk melawan tentara Salib yang menduduki Dimyat. Sedang Syihabuddin, pamannya, untuk menduduki Mesir Hulu (Nubia). Kematian Nuruddin 1174 M menjadikan posisi Shalahuddin semakin kuat, yang akhirnya
memudahkan penaklukan Siria, termasuk Damaskus, Aleppo danMosul. Akhirnya pada 1175 M, ia diakui sebagai sultan atas Mesir, Yaman dan Siria oleh Khalifah Abbasiyah. 
Di masa pemerintahan Shalahuddin, ia membina kekuatan militer yang tangguh dan perekonomian yang bekerja sama dengan penguasa Muslim di kawasan lain. Ia juga mambangun tembokkota sebagai benteng pertahanan di Kairo dan bukit Muqattam. Pasukannya juga diperkuat oleh pasukan barbar, Turqi dan Afrika. Disamping digalakkan perdagangan dengan kota-kota dilaut tengah, lautan Hindia dan menyempurnakan sistem perpajakan. Atas dasar inilah, ia melancarkan gerakan ofensif guna merebut al-Quds (Jerusalem) dari tangan tentara Salib yang dipimpin oleh Guy de Lusignan di Hittin, dan menguasai Jerusalem tahun 1187 M. Inipun tetap tak merubah kedudukan Shalahuddin,sampai akhirnya raja inggris Richard membuat perjanjian genjatan senjata yang dimanfaatkannya untuk menguasai kota Acre. Sampai ia meninggal (1193 M), Shalahuddin mewariskan pemerintahan yang stabil dan kokoh, kepada keturunan-keturunannya dan saudaranya yang memerintah diberbagai kota. Yang paling menonjol ialah al-Malik al-Adil (saudaranya), dan keponakannya al-Kamil, mereka berhasil menyatukan para penguasa Ayubi lokal dengan memusatkan pemerintahan mereka di Mesir.
Namun pada masa pemerintahan al-Kamil Dinasti Ayubiyah bertempat di Diyarbar dan al-Josiah, mendapat tekanan dari Dinasti Seljuk Rum dan Dinasti Khiwarazim Syah, kemudian al-Kamil mengembalikan Jerusalem kepada kaisar Frederick II yang membawa damai dan keberuntungan ekonomi besar bagi Mesir dan Siria. Hiduplah kembali perdagangan dengan kekuatan KRISTEN Mediterrania. Setelah al-Kamil meninggal (1238 M) Dinasti Ayubiyah terkoyak oleh pertentangan-pertentangan intern. Pada pemerintahan Ash-Shalih serangan Salib 6 dapat diatasi, yang pemimpinya raja Prencis St. Louis ditangkap, tetapi kemudian pasukan budak (Mamluk) dari Turki merebut kekuasaan di Mesir. Ini secara otomatis mengakhiri pemerintahan Ayubiyah keseluruhan.

Langkah-Langkah Yang Dilakukan Salahuddin.

a. Melancarkan jihad terhadap tentara-tentara Salib di Palestina
b. Mempersatukan tentara Turki, Kurdi, dan Arab di jalan yang sama.
Dari Mesir, Shalahuddin juga dapat menyatukan Syiria danMesopotamia menjadi sebuah kesatuan negara Muslim. Pada tahun 1174 ia merebut Damascus, kemudian Alippo tahun 1185, dan merebut Mosul pada 1186. Setelah kukuh kekuasaannya Shalahuddin melancarkan gerakan ofensif guna mengambil alih al-Quds (Jerussalem) dari tangan tentara tanpa banyak kesulitan. Ini berarti Jerussalem sekali lagi menjadi Muslim setelah delapan puluh tahun, dan orang-orang Frank tersingkirkan, meskipun hanya untuk sementara. Usaha besar-besaran telah dilakukan pasukan Salib dari Inggris, Perancis, dan Jerman antara tahun 1189 – 1192 M, namun tidak berhasil mengubah kedudukan Salahuddin. Setelah perang berakhir, Salahuddin memindahkan pusat pemerintahan keDamascus.
Perjuangan Setelah Salahuddin.

Perjuangan Shalahuddin dalam merealisasikan tujuan-tujuan utamanya yaitu mengeluarkan kaum Salib dari Baitul Maqdis dan mengembalikan pada persatuan umat
Islam, telah menghabiskan kekuatannya dan mengganggu kesehatannya. Ia meninggal dan dimakamkan di Damaskus pada tahun 1193 M, setelah 25 tahun memerintah.
Sebelum meninggal, ia membagikan kekaisaran Ayyubiyah kepada para anggota keluarga. Karena itu pengendalian dari pusat tetap berada di bawah kekuasaan Al-‘Adl dan Al-kamil, sampai Al-Kamil meninggal. Di bawah kedua sultan ini, kebijaksanaan aktivis Shalahuddin memberikan tempat sebagai hubungan detente dan damai dengan orang-orang Frank.
Setelah kematian Shalahuddin, Ayyubiyah melanjutkan pemerintahan Mesir dan pemerintahan Syiria (sampai tahun 1260 M). Keluarga Ayyubiyah membagi imperiumnya
menjadi sejumlah kerajaan kecil Mesir, Damaskus, Alleppo, dan kerajaan Mosul sesuai dengan gagasan Saljuk bahwa negara merupakan warisan keluarga raja. Meskipun demikian, Ayyubiyah tidak mengalami perpecahan, karena dengan loyalitas kekeluargaan Mesir diintegrasikan berbagai imperium. Mereka menata pemerintahan dengan system birokrasi masa lampau yang telah berkembang di negara-negara Mesir dan Syiria melalui distribusi iqta’ kepada pejabat-pejabat militer yang berpengaruh.
Ayyubiyah secara khusus enggan melanjutkan pertempuran melawan sisa-sisa kekuatan pasukan Salib. Mereka lebih memprioritaskan untuk mempertahankan Mesir karena kesatuan mulai melemah. Pada tahun 1229 M Ayyubiyah menegosiasikan sebuah perjanjian dengan Fedrick II. Ini adalah puncak kebijaksanaan baru, dan pada periode damai inilah membawa keuntungan ekonomi yang besar bagi Mesir dan Syiria, termasuk hidupnya kembali perdagangan dengan kekuatan-kekuatan KRISTEN Mediterania (Bosworth, 1993:87) .

Kemunduran Dinasti Ayyubiyah.
Sepeninggal Al-Kamil tahu 1238 M, Dinasti Ayyubiyah terkoyak oleh pertentanganpertentangan intern. Serangan Salib keenam dapat diatasi, dan pimpinannya, Raja Perancis St. Louis ditangkap. Namun pada tahun 1250 M keluarga Ayyubiyah diruntuhkan oleh sebuah pemberontakan oleh salah satu resimen budak (Mamluk)nya, yang membunuh penguasa terakhir Ayyubiyah, dan mengangkat salah seorang pejabat Aybeng menjadi sultan baru. Keruntuhan ini terjadi di dua tempat, di wilayah Barat Ayyubiyah berakhir oleh serangan Mamluk, sedangkan di Syiria dihancurkan oleh pasukan Mongol (Glasse, 1996:552). Dengan demikian berakhirlah riwayat Ayyubiyah oleh Dinasti Mamluk. Dinasti yang mampu mempertahankan pusat kekuasaan dari serangan bangsa Mongol.
Kemajuan-Kemajuan Yang Diperoleh dan Peninggalan Dinasti Ayyubiyah.

Sebagaimana Dinasti-Dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun mencapai kemajuan yang gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan bersejarah. Kemajuan-kemajuan itu mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah :
a. Bidang Arsitektur dan Pendidikan
Penguasa Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagaikota pendidikan. Ini ditandai dengan dibangunnya Madrasah al–Shauhiyyah tahun 1239 M sebagai pusat pengajaran empat madzhab hukum dalam sebuah lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al Hadist al-Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang secara umum terdapat diberbagai madzhab hukum sunni. Sedangkan dalam bidang arsitek dapat dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid diBeirut yang mirip gereja, serta istana-istana yang dibangun menyerupai gereja.
b. Bidang Filsafat dan Keilmuan
Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath yang telah diterjemahkan, karya-karya orang Arab tentang astronomi dan geometri, penerjemahan bidang kedokteran. Di bidang kedokteran ini telah didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.Dinasti Ayyubiyah akhirnya berhasil merebut Mesir dari tangan Fathimiyyah. Dinasti ini didirikan oleh Salah Al Din Al-Ayyubi, seorang Kurdi yang beraliran Sunni. Ketika Ayyubiyah dibawah kekuasaannya perkembagangan yang dialami cukup pesat. Baik dibidang industri, pertanian, perdagangan, pendidikan, arsitektur, militer, dan filsafat serta keilmuan. Sedangkan peninggalan yang terpenting adalah Dar al Hadits Al Kamiliyah yang dibangun pada tahun 1222 M untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang secara umum terdapat diberbagai madzhab hukum sunni. Keberhasilannya yang gemilang adalah dapat menumpas tentara-tentara Salib dan mempersatukan kembali umat Islam di jalan yang sama. Kondisi ini tidak berlangsung lama, sepeninggal Salahuddin karena demam yang dideritanya tahun 1193 M, Ayyubiyah mulai menampakkan kemunduran. Dinasti ini mulai terkoyak oleh perselisihan intern keluarga sepeninggal Al-Kamil. Pada saat itu pemberontakan yang dilakukan oleh budak (Mamaliknya). Resimen inilah yang akhirnya dapat menaklukkan Ayyubiyah di bagian Barat pada tahun 1250 M. Sedangkan Ayyubiyah di Syiria ditaklukan oleh Mongol.
SUMBER:

Sejarah Daulah Ayyubiyah

Sejarah Daulah Ayyubiyah2


  

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar