Sabtu, 22 November 2014

Dinasti Mamluk

Mamluk atau Mameluk (Bahasa Arab:مملوكmamlūk (tunggal), مماليكmamālīk(jamak)) adalah tentara budak yang telah memeluk Islam dan berdinas untukkhalifah Islam dan Kesultanan Ayyubi pada Abad Pertengahan. Mereka akhirnya menjadi tentara yang paling berkuasa dan juga pernah mendirikan Kesultanan Mamluk di Mesir.

Selayang pandang


Pasukan Mamluk pertama dikerahkan pada zaman Abbasiyyah pada abad ke-9. Bani Abbasiyyah merekrut tentara-tentara ini dari kawasan Kaukasus dan Laut Hitam dan mereka ini pada mulanya bukanlah orang Islam. Dari Laut Hitam direkrutbangsa Turki dan kebanyakan dari suku Kipchak.
Keistimewaan tentara Mamluk ini ialah mereka tidak mempunyai hubungan dengan golongan bangsawan atau pemerintah lain. Tentera-tentera Islam selalu setia kepada syekh, suku dan juga bangsawan mereka. Jika terdapat penentangan tentara Islam ini, cukup sulit bagi khalifah untuk menanganinya tanpa bantahan dari golongan bangsawan. Tentaa budak juga golongan asing dan merupakan lapisan yang terendah dalam masyarakat. Sehingga mereka tidak akan menentang khalifah dan mudah dijatuhkan hukuman jika menimbulkan masalah. Oleh karena itu, tentara Mamluk adalah aset terpenting dalam militer.

Organisasi


Setelah memeluk Islam, seorang Mamluk akan dilatih sebagai tentara berkuda. Mereka harus mematuhi Furisiyyah, sebuah aturan perilaku yang memasukkan nilai-nilai seperti keberanian dan kemurahan hati dan juga doktrin mengenai taktik perang berkuda, kemahiran menunggang kuda, kemahiran memanah dan juga kemahiran merawat luka dan cedera.
Tentara Mamluk ini hidup di dalam komunitas mereka sendiri saja. Masa lapang mereka diisi dengan permainan seperti memanah dan juga persembahan kemahiran bertempur. Latihan yang intensif dan ketat untuk anggota-anggota baru Mamluk juga akan memastikan bahawa kebudayaan Mamluk ini abadi.
Setelah tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka harus setia kepada khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus dari khalifah atau sultan. Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk menyelesaikan perselisihan antara suku setempat. Pemerintah setempat seperti amir juga mempunyai pasukan Mamluk sendiri tetapi lebih kecil dibandingkan pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.
Pada mulanya, status tentara Mamluk ini tidak boleh diwariskan dan anak lelaki tentara Mamluk dilarang mengikuti jejak langkah ayahnya. Di sebagian kawasan seperti Mesir, tentara Mamluk mulai menjalin hubungan dengan pemerintah setempat dan akhirnya mendapat pengaruh yang luas.

Kemajuan di bidang Ilmu kemiliteran


Pada era Dinasti Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada zamanShalahuddin, ada buku manual militer karya AT-Thurtusi (570 H/1174 M) yang membahas keberhasilan menaklukanYerussalem. Semenjak awal Islam memang menaruh perhatian khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi MuhammadShallallahu 'Alaihi Wasallam pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang, gulat, dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Daud dan Jalut juga dikisahkan dengan apik dalam Al-Qur'an. Bahkan, ada satu surat di Al-Qur'an yang berkisah tentang `heroisme’ kuda-kuda yang berlari kencang dalam kecamuk peperangan.
”Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan menyerbu ke tengah kumpulan musuh.” (Al-‘aAdiyat 1-4).
Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku mengenai 'jihad' dan pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat antara 380H-338 H/990-998 M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah dipakai oleh semua bangsa. Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh Khalifah al-Manshur dan al-Ma’mun. Bahkan, pada periode kekuasaan Daulah Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.
Pada zaman Shalahuddin, ada sebuah buku manual militer yang disusun oleh At-Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku ini membahas mengenai keberhasilan Shalahuddin di dalam memenangkan perang melawan bala tentara salib dan menaklukan Yerussalem. Buku ini ditulis dengan bahasa Arab, meski sang penulisnya orang Armenia. Manual yang ditulisnya selain berisi tentang penggunaan panah, juga membahas mengenai ‘mesin-mesin perang’ saat itu, sepertimangonel (pelempar batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi dengan keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku lain yang membahas mengenai militer adalah karya yang ditulis oleh Ali ibnu Abi Bakar Al Harawi (wafat 611 H/1214 M). Buku ini membahas secara detail mengenai soal taktik perang, organisasi militer, tata cara pengepungan, dan formasi tempur. Kalangan ahli militer di Barat menyebut buku ini sebagai sebuah penelitian yang lengkap tentang pasukan muslim di medan tempur dan dalam pengepungan. Pada lingkungan militer Daulah Mamluk menghasilkan banyak karya tentang militer, khususnya keahlian menunggang kuda atau fu'usiyyah. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana cara seorang calon satria melatih diri dan kuda untuk berperang, cara menggunakan senjatanya, dan bagaimana mengatur pasukan berkuda atau kavaleri.
Contoh buku yang lain adalah karya Al-Aqsara’i (wafat74 H/1348 M) yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi An End to Questioning and Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of Horsemenship. Buku ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda, pasukan, dan senjata, namun juga membahas mengenai doktrin dan pembahasan pembagaian rampasan perang.

Layanan Pos Ala Dinasti Mamluk


Layanan pos di era kejayaan Islam tak hanya sekadar sebagai pengantar pesan. Dinasti Mamluk yang berkuasa di Mesirpada 1250 M hingga 1517 M juga menjadikan pos sebagai alat pertahanan. Guna mencegah invasi pasukan tentaraMongol di bawah komando Hulagu Khan pada medio abad ke-13 M, para insinyur Mamluk membangun menara pengawas di sepanjang rute pos Irak hingga Mesir.
Di atas menara pengawas itu, selama 24 jam penuh para penjaga telah menyiapkan tanda-tanda bahaya. Jika bahaya mengancam di siang hari, petugas akan membakar kayu basah yang dapat mengepulkan asap hitam. Sedangkan di malam hari, petugas akan membakar kayu kering. Upaya itu ternyata tak sepenuhnya berhasil. Tentara Mongol mampu menembusBaghdad dan memorak-porandakan metropolis intelektual itu. Meski begitu, peringatan awal yang ditempatkan di sepanjang rute pos itu juga berhasil mencegah masuknya tentara Mongol ke KairoMesir.
Hanya dalam waktu delapan jam, berita pasukan Mongol akan menyerbu Kairo sudah diperoleh pasukan tentara Muslim. Itu berarti, sama dengan waktu yang diperlukan untuk menerima telegram dari Baghdad ke Kairo di era modern. Berkat informasi berantai dari menara pengawas itu, pasukan Mamluk mampu memukul mundur tentara Mongol yang akan menginvasi Kairo. Menurut Paul Lunde, layanan pos melalui jalur darat pada era kekuasaan Dinasti Mamluk juga sempat terhenti ketika pasukan Tentara Salib memblokir rute pos. Meski begitu, penguasa Dinasti Mamluk tak kehabisan akal.
Sejak saat itu, kata dia, Dinasti Mamluk mulai menggunakan merpati pos. Dengan menggunakan burung merpati sebagai pengantar pesan, pasukan Tentara Salib tak dapat mencegah masuknya pesan dari Kairo ke Irak. Merpati pos mampu mengantarkan surat dari Kairo ke Baghdad dalam waktu dua hari, tutur Lunde. Sejak itu, peradaban Barat juga mulai meniru layanan pos dengan merpati seperti yang digunakan penguasa Dinasti Mamluk.
Lunde menuturkan, pada 1300 M Dinasti Mamluk memiliki tak kurang dari 1.900 merpati pos. Burung merpati itu sudah sangat terlatih dan teruji mampu mengirimkan pesan ketempat tujuan. Seorang tentara Jerman bernama Johan Schiltbergermenuturkan kehebatan pasukan merpati pos yang dimiliki penguasa Dinasti MamlukSultan Mamluk mengirim surat dengan merpati, sebab dia memiliki banyak musuh, cetus Schiltberger. Dinasti Mamluk memang bukan yang pertama menggunakan merpati pos. Penggunaan merpati untuk mengirimkan pesan kali pertama diterapkan peradaban Mesir kuno pada 2900 SM.
Pada masa kekuasaan Dinasti Mamluk, merpati pos juga berfungsi untuk mengirimkan pesanan pos parcel. Al-kisah, penguasa Mamluk sangat puas dengan kiriman buah ceri dari Lebanon yang dikirimkan ke Kairo dengan burung merpati. Setiap burung merpati membawa satu biji buah ceri yang dibungkus dengan kain sutra. Pada masa itu, sepasang burung merpati pos harganya mencapai 1.000 keping emas. Layanan merpati pos ala Dinasti Mamluk itu tercatat sebagai sistem komunikasi yang tercepat di abad pertengahan.

Masa Kekuasaan Daulah Mamalik di Mesir


Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan dinasti Mamalik. Karena negeri ini terhindar dari kerhancuran, maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa klasik relatif terlihat dan beberapa di antara prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir. Walaupun demikian, kemajuan yang dicapai oleh dinasti ini, masih di bawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat Islam pada masa klasik. Hal itu mungkin karena metode berpikir tradisional sudah tertanam sangat kuat sejak berkembangnya aliran teologi 'Asy'ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak pemikiran al- Ghazali mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam, dan yang lebih penting lagi adalah karena Baghdad dengan fasilitas-fasilitas ilmiahnya yang banyak memberi inspirasi ke pusat-pusat peradaban Islam, hancur.
Mamalik adalah jamak dari Mamluk yang berarti budak. Dinasti Mamalik memang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, al-Malik al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa penguasa ini, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material. Pada umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan Laut Kaspia. Di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan militer dan keagamaan. Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri. Saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.
Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sulthan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri al-Malik al-SalihSyajarah al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajarah al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan "syar'i" (formal) disamping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta,Baybars yang mengasingkan diri ke Syria karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan QutuzBaybarsdan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan sumpah setia kepada penguasa Mamalik.
Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia. Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260- 1277 M). Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.
Sejarah daulah ini hanya berlangsung sampai tahun 1517 M, ketika dikalahkan oleh Bani Utsmani, Daulah ini dibagi menjadi dua periode :
Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M.
Kedua periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh Bani Utsmani tahun 1517 M.
Daulah Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun (1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun temurun. AnakQalawun berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295- 1297 M). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Kedudukan amir menjadi sangat penting. Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di 'Ayn al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongolal-Mustanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulaghu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di pegunungan SyriaCyrenia (tempat berkuasanya orang-orangArmenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad menjadikan kota Kairosebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, dan menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn KhalikanIbn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nashiruddin ath-Thusi. Di bidang matematika Abul Faraj al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran: Abul Hasan 'Ali an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abdul Mun'im ad-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Shalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Syaikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah, seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam As-Suyuthi Rahimahullah yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullah dalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.
Daulah Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.
Kemajuan-kemajuan itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa Sulthan yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat, dan stabilitas negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, daulah Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak-budak dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, solidaritas antar sesama militer menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya di kalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negara tidak stabil. Disamping itu, ditemukannya Tanjung Harapan oleh kaum Eropa tahun 1498 M, menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa melalui Mesir menurun fungsinya. Kondisi ini diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit.
Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi Mamalik, yaitu Daulah Bani Utsmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Utsmaniyah dalam pertempuran menentukan di luar kota Kairo tahun 1517 M . Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan KesultananBani Utsmani sebagai salah satu propinsinya. Wallahul Musta’an.

Pembubaran Mamalik

Dimasa kekuasaan Muhammad Ali Mamalik dibubarkan melalui pembantaian dalam sebuah pesta kenegaraan di Al-Qal'ahpada 11 Maret 1811 M. Ketika para perwiwa tinggi mamlik telah berkumpul di pesta kenegaraan Muhammad Ali memrintahkan para pengawalnya untuk mengunci semua pintu dan dan dengan serentak menembaki para perwira Mamalik, Jumlah perwira yang dibantai mencapai 1000 orang tanpa seorangpun dari mereka dapat lolos. Pembantaian ini memang keji namun Muhammad Ali memandang pada sejarah Mamalik yang sering melakukan penghianatan dan penggulingan kekuasaan berdarah.

SEJARAH DINASTI MAMALIK DI MESIR


SEJARAH DINASTI MAMALIK DI MESIR

PETA WILAYAH KEKUASAAN DINASTI MAMALIK

A.    SEJARAH MUNCULNYA DINASTI MAMALIK/MAMLUK DI MESIR
Kata Mamluk berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja agar manjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal dari ibu-bapak yang merdeka (bukan budak atau hamba). Ini berbeda dengan ‘abd yang berarti hamba sahaya yang dilahirkan oleh ibu-bapak yang juga berstatus sebagai hamba dan kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk berkulit putih, sedangkan ‘abd berkulit hitam. Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, dari golongan hamba yang dimiliki oleh para sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayub. Mamluk Dinasti Ayubi’yah berasaldari Asia kecil, Persia (Iran), Turkistan, dan Asia Tengah (Transoksiana). Mereka terdiri atas suku-suku Bangsa Turki, Syracuse, Sum, Rusia, kurdi, dan bagian kecil dari bangsa Eropa. Mamluk sultan yang berkuasa merupakan gabungan para Mamluk sultan-sultan sebelumnya, yakni Mamluk para amir yang disingkirkan atau meninggal dunia.
Dinasti mamluk atau mamalik adalah sebuah dinasti atau pemerintahan yang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti ayubiyah sebagai budak, yang kemudian di didik dan dijadikan tentara, dan mereka ditempatkan di tempat yang tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa ayubiyah yang terakhir, al Malik al Saleh, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa itu mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam ketentaraan maupun dalam imbalan-imbaan meteriil.
Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri al-Malik al-Salih, Syajarah al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajaruh al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan "syar'i" (formal) disamping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.

B.     PEMERINTAHAN PADA MASA DINASTI MAMALIK BAHRI
Nama Mamluk Bahriyah dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik Al-Saleh Najmudin Ayyub kepada para Mamluk. Tempat ini berada di pulau Raudhah di tepi sungai Nil yang dilaengkapi dengan senjata, pusat pendidikan, dan latihan materi-materi sipil dan militerSejak itu, para Mamluk dikenal dengan Al-Mamalik Al-Bahriyyah (para budak lautan). Dinasti mamalik bahri dirintis oleh Aybak yang sekaligus menjadi sultan pertama di dinasti tersebut.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta,Baybars yang mengasingkan diri ke Syria karena tidak senang dengan kepemimpinanAybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongolyang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz,Baybars dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan sumpah setia kepada penguasa Mamalik.
Pusat kekhalifahan Islam akhirnya berada di kairo setelah Baghdad hancur total oleh tentara Mongol. Setelah Qutuz digulingkan oleh Baybars, kerajaan Mamluk bertambah kuat. Bahkan, Baybars, mampu berkuasa selama tujuh belas tahun (657 H./1260 M.-676 H./1277 M.) karena mendapat dukungan militer dan tidak ada Mamluk yang senior lagi, selain Baybars9). Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.Kejayaan yang diraih pada masa Baybars adalah memporak-porandakan tentara salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di Pegunungan Siria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia dan kapal-kapal Mongol di Anatolia10). Terlebih lagi prestasi Baybars adalah menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258.
 Pemerintah Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiah. Diawali oleh Azh-Zhahir Bibaris mengundang Ahmad, anak Khalifah Bani Abbasiyah Al-Zhahir ke Kairo. Sebelumnya, Ahmad melarikan diri dari Baghdad setelah dihancur leburkan oleh orang-orang Mongolia, kemudian dia dibaiat sebagai khalifah dan diberi gelar Al-Mustanshir pada tahun 659 H./1260 M.Tujuan dilakukannya hal itu oleh Babiris adalah untuk menguatkan pusat kekuasaan di Kairo dan menarik dukungan negeri-negeri Islam yang lain serta melindungi kursi kekuasaan Mamluk dengan legalitas syariah. Setelah itu, Bani Abbasiyah secara berturut-turut berkuasa dengan jumlah khalifah sebanyak 18 orang antara tahun 659-92Bani Abbasiyah secara berturut-turut berkuasa dengan jumlah khalifah sebanyak 18 orang antara tahun 659-923 H./1260-1517 M.
Tidak begitu banyak yang berarti Kerajaan Mamluk di bawah pimpinan Bani Babiris. Sultan Al-Mansur Qalawun (678 H./1280 M.-689H./1290 M.) yang telah menyumbangkan jasanya dalam pengembangan administrasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri untuk memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional. Sultan Qalawun berhasil mewariskan tahtanya kepada keturunannya. Hal ini terjadi berkat keberadaan 12.000 Mamluk Burji yang memang dipersiapkan untuk melindungi kepentingan pribadinya.
Sultan Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Qalawun adalah putra pengganti Qalawun, yakni Nashir Muhammad (696 H./1296 M.). Sultan memegang tampuk pemerintahan selama tiga kali dan mengalami dua kali turun tahta.Masa setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk dipimpin oleh Mamluk keturunan Muhammad hingga 9 sultan. Kesembilan sultan ini hanyalah simbul nama dan tidak berpengaruh terhadap masyarakat umum lainnya. Dalam analisis Ahmad Al-Usairy15), “mereka tidak memiliki daya dan upaya, pandangan maupun kebijakan apapun “, sampai sultan terakhir dari Dinasti Mamluk yang berasal dari Bani Sya’baniyah, Al-Shalih Hajj Asyraf bin Sya’ban sekitar tahun 791 H./1388 M. digulingkan oleh Sultan Barquq yang menjadi cikal bakal sultan pertama pada pemerintahan Mamluk Burji.
C.     PEMERINTAHAN PADA MASA DINASTI MAMALIK BURJI
Masa pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya Sultan Brquq (784 H./1382 M.-801 H./1399 M.) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk Bahri, Shalih Haj bin Asyraf Sya’ban. Sesungguhnya tidak ada perbedaan pemerintahan Mamluk Bahri dan Burji, baik dari segi status para sultan yang dimerdekakan atau pun dari segi sistem pemerintahan yang oligarki. Hal-hal yang membedakan kedua pemerintah tersebut adalah sukses pemerintahan Mamluk Bahri lebih banyak terjadi dengan turun-temurun, sedangkan pada masa Mamluk Burji suksesi lebih banyak terjadi karena perang saudara dan huru-hara. Pertentangan ini disebabkan sisteam pendidikan bagi para Mamluk tidak ketat, dan mereka diperbolehkan untuk tinggal di luar pusat-pusat latihan bersama rakyat biasa.
Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh Sultan Al-Nashir Faraj (801 H./1399 M.-808 H./1405 M.), putra sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu jengis khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan, Timur Lenk (771 H./1370 M.-807 H./1405 M.), melakukan penyerangan ke wilayang Suriah. Timur Lenk tampaknya mengulang kembali sejarah keberingasan pasukan Mongol pada zaman Hulagu Khan ketika menguasai wilayah-wilayah tetangganya yang muslim. Pasukan Mamluk pun menyiapkan diri untuk menghadang serangan Timur Lenk tersebut. Pada tahun 1401, Aleppo dapat dikuasai oleh pasukan Timur Lenk dan disusul dengan Damaskus yang menyerah setelah tentara Mamluk dapat dikalahkan. Kota Damaskus dibumihanguskan, baik sekolah maupun masjid dibakar. Ketika pasukan Mamluk disiagakan kembali untuk merebut Damaskus, Timur Lenk sudah meninggalkan kota itu dan akhirnya diadakanlah perjanjian perdamaian serta bertukar tawanan perang19).
Sementara itu, dua Sultan Mamluk Burji, yakni Al-Asyraf Baribai (825 H./1422 M.-841 H./1437 M.) dan Al-Zahir Khusyqadam (865 H./1461 M.-872 H./1467 M.) masih harus terus mempertahankan wilayahnya dari serangan pasukan salib di kepulauan Cyprus dan Rhodos (Laut Aegea, sekarang milik Yunani). Kedua ekspedisi militer ini berhasil menahan kekuatan kaum Nasrani dan dengan demikian, pasukan Mamluk kembali membuktikan keunggulanya untuk dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Banyak dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab melemahnya Dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu disibukkan dengan gejolak atau pertentangan yang terjadi. Dana kesultanan lebih banyak dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara itu pemasukan semakin menipis. Rongrongan dari luar wilayah Mamluk pun datang beruntun karena para Mamluk tidak mengutamakan persatuan dan banyak yang meminta bantuan dari luar. Sebagai contoh pada masa pemerintahan Sultan Asyraf Qaitbay (872 H./1468 M.-901 H./1496 M.), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir Mamluk di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan dari orang Arab di selatan Mesir. Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan pasukan Turki Utsmani terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal-bakal permusuhan antara Dinasti Mamluk dan tentara Turki Utsmani.
Begitulah seterusnya para Sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik dari dalam (Mamluk) maupun dari pihak luar seperti serangan tentara Turki Utsmani, orang portugis yang melarang dan mengusik jalur perdagangan Mamluk di Laut Tengah hingga tewasnya Sultan Qanshus Al-Guri ketika berperang melawan tentara Turki Utsmani pada tahun 922 H./1516 M. sejak saat itu, Dinasti Mamluk di bawah bayang-bayang tentara Turki Utsmani.
Sultan terakhir Dinasti Mamluk Burji adalah Al-Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang yang gigih. Namun, pada saat itu ia tidak memperoleh dukungan dari golongan Mamluk sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani. Akhirnya, Tumanbai ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan kemudian digantung di salah satu gerbang kota Kairo, pada tahun 923 H./1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk dan dimulainya masa penguasaan Turki Utsmani di Mesir dan Syam.

D.    KEMAJUAN-KEMAJUAN YANG DI CAPAI OLEH DINASTI MAMALIK DALAM DUNIA ISLAM
a.       Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongoldi 'Ayn al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsaMongolal-Mustanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulaghu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di pegunungan Syria,Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol diAnatolia.
b.      Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang denganPerancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad menjadikan kota Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, dan menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
c.       Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn KhalikanIbn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal namaNashiruddin ath-Thusi. Di bidang matematika Abul Faraj al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran: Abul Hasan 'Ali an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abdul Mun'im ad-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal namaShalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Syaikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah, seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam As-Suyuthi Rahimahullah yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullah dalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.
d.      Daulah Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.

E.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNDURAN DAN KERUNTUHAN DINASTI MAMALIK DI MESIR
1.      Faktor interal
·         Pola hidup para penguasa yang suka hidupmewah dan berfoya-foya.
·         Prilaku buruk dari para sultan atau para pegawainya seperti, tipudaya, pembunuhan dan pembantaian.
·         Korupsi dan monopoli ekonomi dilakukan oleh para sultan dalam mengelola pembangunan.
·         Terjadinya perpecahan dan konflik internal serta terjadi banyak peperangan diantara mereka.
2.      Faktor external
·         Munculnya kekuatan ustmani di turki yang nantinya akan mengakhiri pemerintan dinasti mamalik.
·         Kegagalan mereka membndung serangan orang-orang portugis yang saat itu telah sampai di laut tengah dan laut merah.
·         Ditemukanya tanjung harapan oleh eropa tahun 1498 M, yang menyebabkan jalur perdagangan asia eropa lewat mesir menurun fungsinya sehingga mengganggu perekonomian negara.





Bendera Mamluk Mesir
Mamluk pada awalnya adalah para budak di Kekhalifahan Abbasiyah. Sejak tahun 850 M, para khalifah Abbasiyah mengambil dan membawa para pemuda non-Muslim sebagai budak dan mendidik mereka menjadi tentara Muslim Sunni dalam pasukan budak. Para budak dalam pasukan Mamluk ini semakin lama jumlahnya semakin banyak.
Pada tahun 1144 M, seorang jenderal Mamluk bernama Imaduddin Zengi menaklukan Edessa, salah satu negara yang didirikan oleh orang Eropa setelah Perang Salib Pertama. Dia dibunuh oleh budaknya sendiri tidak lama setela itu, ketika dia ketahuan meminum anggur. Ketika pasukan Salib datang kembali untuk merebut lagi Edessa, putra Zengi, Nuruddin, berhasil menghalau mereka. Setelah itu Nuruddin mendirikan dinastinya sendiri dengan menaklukan Damaskus dari penguasa Muslim lokal.
Pada tahun 1100-an M, orang Mamluk lainnya bekerja kepada para sultan Ayyubiyah di Mesir dan Suriah, namun sedikit demi sedikit mereka mengambil kekuasaan dari para sultan itu. Pada tahun 1244 M, orang Mamluk menaklukan Yerusalem dari pasukan Salib. Pada tahun 1245 M raja Louis IX dari Prancis melancarkan Perang Salib Ketujuh untuk merebutnya kembali, namun dia malah ditangkap oleh Mamluk. Pada tahun 1250 M Syajar al-Durr, ibu dari sultan Ayyubiyah terakhir, membunuh putranya dan berkuasa sendiri. Dia mencetak uang dan membuat dekrit. Dia juga mengakhiri Perang Salib Ketujuh melalui negosiasi dan membiarkan Louis pergi. Syajar al-Durr dengan segera harus menikahi pemimpin Mamluk, Aybak, supaya tetap berkuasa, namun dia terus memerintah dan pada tahun 1257 dia membunuh Aybak. Setelah itu dia ditangkap dan dihukum mati. Ini membuat Mamluk dapat menguasai Mesir dan Suriah.
Wilayah terluas Kesultanan Mamluk Mesir
Dinasti Mamluk yang berkuasa pada masa ini disebut Bahri. Mereka kebanyakan berasal dari keluarga Turk dan Mongol. Mereka memerintah Mesir dan Suriah, dan kadangkala Jazirah Arab, hingga tahun 1382 M.
Ketika Mongol menyerbu Suriah pada tahun 1260 M, pasukan Mamluk berhasil mengalahkan mereka di Ain Jalut, dan mendesak pasukan Mongol mundur kembali ke Persia. Inilah pertama kalinya pasukan Mongol dikalahkan dalam suatu pertempuran besar. Pemimpin Mamluk dalam pertempuran tersebut, Baibars, kemudian menjadi sultan Mamluk seusai pertempuran.
Baibars dan pasukan Mamluknya mengalahkan pasukan Salib terakhir pada tahun 1263 M. Ketika itu terjadi pertempuran besar di Antiokhia, dan pada akhirnya 16000 tentara Kristen terbunuh sedangkan ribuan penduduk Antiokhia dijadikan budak.
S
Sejak tahun 1293 hingga 1340 M, sultan Al-Nasir berkuasa cukup lama, 47 tahun. Pada masa ini Mamluk amat kuat, dan istananya kaya dengan emas dan segala macam kemewahan. Namun periode kajayaan ini harus berakhir ketika wabah penyakit pes, yang disebut Muat Hitam, menimpa Kairo pada tahun 1347 M dan membunuh banyak penduduknya.
Setelah tahun 1382 M, kelompok Mamluk lainnya berkuasa dan mendirikan dinasti yang disebut Burj. Mereka kebanyakan merupakan orang Circassia. Tidak banyak terjadi peperangan pada masa dinasti Burj, namun mereka tetap merupakan pasukan yang tangguh, contohnya pada tahun 1426 M, Mamluk menaklukan pulau Siprus, pada tahun 1440 M mereka menyerang Rhodes meskipun gagal menguasainya.
Pada akhirnya kekuasaan orang Mamluk ditaklukan oleh Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1517M

Dinasti Mamluk di Mesir


A.      Sejarah Terbentuknya Dinasti Mamluk


Sebutan Mamluk bermakna hamba sahaya. Hal ini disebabkan para panglima yang memegang kekuasaan ketentaraan dewasa itu berasal dari hamba sahaya yang dibeli lalu diasuh semenjak kecil dan dilatih, terdiri atas berbagai keturunan kebangsaan. Mereka menjadi pejuang-pejuang Islam yang perkasa.


Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian didik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, Al-Malik Al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada penguasa ini mereka mendapat hak-hak  istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material.


Ketika Al-Malik Al-Salih meninggal (1249 M), anaknya Turansyah naik tahta sebagai sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh  Turansyah. Istri Al-Malik Al-Salih, Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik. Kepemimpinan Syajaruh Al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajaruh Al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan Syar’I (formal) di samping dirinya bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.


Kaum Mamluk berkuasa di Mesir sampai tahun 1517 M. merekalah yang membebaskan Mesir dan Suria dari peperangan Salib dan juga membendung serangan-serangan kaum Mongol di bawah pimpinan Hulagu dan Timur Lenk, sehingga Mesir terlepas dari penghancuran-hancuran seperti yang terjadi di dunia Islam lain.




B.       Kerajaan Mamluk di Mesir


Kerajaan Mamluk di Mesir sebenarnya terbagi menjadi dua periode, yang berdasarkan daerah asalnya. Yakni golongan pertama adalah Mamluk Bahari/ Bahriah yang berkuasa mulai tahun 648 – 792 H/ 1250 – 1389 M. yang mereka berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan), Mongol dan Kurdi. Golongan kedua adalah Mamluk Burji/ Barjiyah yang berkuasa mulai tahun 792 – 923 H/ 1389 – 1517 M. mereka berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukasus.


1.      Mamluk Bahri (648 – 792 H/ 1250 - 1389 M)


Mamluk Bahri mereka melaksanakan kudeta bermarkas di kota Benteng terletak pada sebuah pulau di sungai Nil di depan kota Kairo. Saingan mereka dalam ketentaraan masa itu adalah tentara berasal dari suku Kurdi.


Sultan-sultan Mamluk Bahri yang terkenal adalah Quruz, Baybars, Qalawun, dan Nasir Muhammad bin Qalawun adalah Sultan Qutuz (Qathaz) (657 H./ 1258 M.) dengan bantuan panglima perangnya,  Baybars berhasil mematahkan serbuan bangsa Mongol ke Palestina dalam peperangan Ain Jalut pada tanggal 3 September 1260. Kemenangan ini merupakan balasan terhadap bangsa Mongol yang sebelumnya menghancurkan Baghdad sebagai pusat khilafah Islam tahun 1258 H. Setelah kemenangan ini, nilai tambah terhadap dinasti Mamluk adalah bersatunya kembali Mesir dan Syam di bawah naungan Sultan Mamluk setelah mengalami perpecahan pada masa sultan-sultan keturunan Salahuddin Al-Ayyubi.


Tidak lama setelah itu, Qutuz meninggal dunia. Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas yang diangkat oleh pasukannya menjadi sultan. Ia adalah sultan terbesar dan termasyur diantara 47 sultan Mamluk. Ia pula dipandang sebagai pembangun dinasti Mamluk. Baybars mampu berkuasa selama 17 tahun (657 H – 676 H/ 1260 M – 1277 M). Kejayaan yang diraih pada masa Baybars adalah memporak-porandakan tentara salib disepanjang laut tengah, Assasin di pegunungan Siria, Cyrenia. Terlebih lagi prestasi Baybars adalah menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol.


Pemerintahan Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiah. Tidak begitu banyak yang berarti kerajaan Mamluk di bawah pimpinan Bani Bibaris adalah Sultan Al-Mansur Qalawun yang telah menyumbangkan jasanya dalam pengembangan administrasi pemerintah, perluasaan hubungan luar negeri untuk memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan Internasional.





Sultan Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Qalawun adalah putra pengganti Qalawun, yakni Nashir Muhammad (696 H/ 1296 M). Sultan memegang tampuk pemerintahan selama tiga kali dan mengalami dua kali turun tahta.


Berakhirnya Mamluk Bahri disebabkan oleh Sultan Shalih Haji bin Sya’ban (1381 – 1309) yang masih kecil dan hanya memerintah selama dua tahun. Setelah itu, diganti oleh sultan lain sampai akhirnya Sultan Barquq menguasai dan mengakhiri Dinasti Mamluk Bahri.





2.      Mamluk Burji (792-923 H./1389-1517 M.)


Setelah berhasil mengulingkan sultan terakhir dari Mamluk Bahri sultan Barquq mulai berkuasa yang diawali dengan mulainya masa pemerintahan Mamluk Burji.





Sesungguhnya tidak ada perbedaan pemerintahan Mamluk Bahri dan Burji, baik dari segi status para sultan yang dimerdekakan ataupun dari segi system pemerintahan yang oligarki. Hal-hal yang membedakan kedua pemerintahan tersebut adalah suksesi pemerintahan Mamluk Bahri lebih banyak terjadi dengan turun-temurun, sedangkan pada masa Mamluk Burji suksesi lebih banyak terjadi karena perang saudara dan huru-hara. Pertentangan ini disebabkan sistem pendidikan bagi para Mamluk tidak ketat, dan mereka diperbolehkan untuk tinggal di luar pusat-pusat latihan bersama rakyat biasa.


Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh Sultan Al-Nashir Faraj (801 H/ 1399 M – 808 H/ 1405 M) putera Sultan Barquq. Pada masa itu tampaknya Timur Lenk mengulang kembali sejarah keberingasan pasukan Mongol pada zaman Hulagu Khan ketika menguasai wilayah-wilayah tetangganya yang muslim. Pasukan Mamluk pun menyiapkan diri untuk menghadang serangan Timur Lenk tersebut. Pada tahun 1401, Aleppo dapat dikuasai oleh pasukan Timur Lenk dan disusul dengan Damaskus yang menyerah setelah tentara Mamluk dapat dikalahkan. Kota Damaskus dibumihanguskan, baik sekolah maupun mesjid dibakar.





Sementara itu, dua Sultan Mamluk Burji, yakni Al-Asyraf Baibai (825 H/ 1422 M – 841 H/ 1437 M) dan Al-Zahir Khusyqadam (865 H/ 1461 M – 872 H/ 1467 M) masih harus terus mempertahankan wilayahnya dari serangan pasukan Salib di Kepulauan Cypus dan Rhodos (Laut Aegea, sekarang milik Yunani). Kedua ekspedisi militer ini berhasil menahan kekuatan kaum Nasrani dan dengan demikian, pasukan Mamluk kembali membuktikan keunggulannnya untuk dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.


Banyak dari sultan-sultan Mamluk naik tahta pada usia muda. Hal ini menjadi salah satu faktor melemahnya dinasti Mamluk. Dan juga terjadi penyerangan pasukan Turki Usmani terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal bakal permusuhan antara dinasti Mamluk dan Turki Usmani.





Sultan terakhir dinasti Mamluk Burji adalah Al-Asyraf Tumanbai. Ia adalah pejuang yang gigih. Namun pada saat itu dia tidak memperoleh dukungan dari golongan Mamluk sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani yang pada akhirnya Tumanbai ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani dan kemudian digantung disalah satu gerbang di kota Kairo. Sejak itulah berakhirlah pemerintahan dinasti Mamluk dan dimulainya masa penguasai Turki Utsmani.




C.      Peradaban Pada Masa Dinasti Mamluk





Dalam bidang ekonomi, Dinasti Mamluk membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui perluasaan jalur perdagangan yang dirilis oleh Dinasti Fatimiah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Di samping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamluk sangat membantu pengembangan perekonomiannya. Dalam bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol.


Oleh karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun.





Dibidang astronomi, dikenal nama Nashir Al-Din Al-Tusi, di bidang matematika, Abu Al-Faraj, Al-Ibry, di bidang kedokteran, Abu Al-Hasan Al-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia Abd Al-Mun’im Al-Dimyati, seorang dokter hewan, dan Al-Razi, perintis psikoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal dengan nama Salah Al-Din Ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan tersohor nama Ibn Taimiyah, seorang pemikir reformis dalam Islam Al-Suyuthi yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Ibn Hajar Al-Asqalani dalam ilmu hadis, dan lain-lain. Di bidang arsitektur, banyak arsitek dikirim ke Mesir untuk membangun sekolah, mesjid, rumah sakit, museum, perpustakaan, vila, kubah, dan menara mesjid.


Dalam bidang pemerintahan, kemenagan dinasti Mamluk atas Mongol di ‘Ayn Jalut menimbulkan harapan baru bagi daerah sekitar sehingga mereka meminta perlindungan, menyatakan kesetian kepada dinasti ini sehingga wilayah dinasti ini bertambah luas.







D.      Berakhirnya Dinasti Mamluk





Setelah memiliki kemajuan-kemajuan diberbagai bidang, yang tercapai berkat kepribadian dan wibawa sultan yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat dan stabilitas negara yang aman dari gangguan.





Namun faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti Mamluk sedikit demi mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak-budak dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji, yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, solidaritas antarsesama militer menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya di kalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negara tidak stabil. Di samping itu, ditemukannya Tanjung Harapan oleh Eropa melalui Mesir menurun fungsinya. Kondisi ini diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit.





Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi Mamalik, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran menentukan di luar kota Kairo tahun 1517 M. Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani sebagai salah satu provinsinya.








Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Mamluk






A.    Asal Usul Dinasti Mamluk





Kata “mamluk” adalah bentuk tunggal dari kata “mamalik” yang berarti budak.Dinasti Mamluk sendiri memang didirikan oleh para budak.Pada awalnya mereka adalah orang-orang yang direkrut oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya.Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat.Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, yaitu al-Malik as-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya.Pada masa penguasa ini, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material. Mereka terdiri dari dua kelompok yaitu Mamluk Bahri dan Mamluk Buruj atau Burji yang datang kemudian.Dinamakan Mamluk Bahri karena tempat tinggal mereka di Pulau ar-Raudah yang terletak di laut Arab, bahr bentangan delta sungai Nil.Sementara dinamakan Mamluk Burji karena mereka menempati benteng-benteng Arab, burj di Kairo. Kaum Bahri berasal dari Qipchaq, Rusia Selatan, yang berdarah campuran antara Mongol dan Kurdi, sedangkan Burji adalah orang-orang Circassia dari Caucasus. Dalam pada itu, peta pemerintahan dinasti Mamluk dalam perjalanannya kemudian banyak dikatakan oleh para sejarawan sebagai bentuk penguasaan yang carut marut karena terbagi menjadi dua kekuasaan besar.






Cikal bakal dinasti ini berawal dari seorang mantan budak bernama Syajar ad-Durr, yang kemudian dijadikan sebagai istri oleh al-Malik as-Salih (1249 M) sebagai penguasa dinasti Ayyubiyah. Setelah al-Malik as-Salih wafat, berbagai informasi mengatakan bahwa Syajar ad-Durr kemudian menyandang gelar “sultanah” atau berkedudukan sebagai sultan perempuan selama hampir delapan puluh hari. Pada masa itu ia juga tercatat sebagai satu-satunya penguasa wanita muslim di kawasan Afrika Utara dan Asia Barat, namanya juga diabadikan dalam kepingan mata uang dan disebutkan pada setiap sholat Jum’at. Ia memutuskan untuk menikah lagi dengan Izzuddin Aybak, Sultan Mamluk pertama (1250-1257 M) yang kemudian justru terbunuh oleh Syajar al-Durr sendiri.Hal ini merupakan awal fondasi kekuasaan dinasti Mamluk.






B.     Wilayah Kekuasaan Dinasti Mamluk






Dinasti Mamluk yang berkuasa pada masa ini disebut Bahri.Mereka kebanyakan berasal dari keluarga Turk dan Mongol. Mereka memerintah Mesir dan Suriah, dan kadangkala Jazirah Arab, hingga tahun 1382 M.Ketika Mongol menyerbu Suriah pada tahun 1260 M, pasukan Mamluk berhasil mengalahkan mereka di Ain Jalut, dan mendesak pasukan Mongol mundur kembali ke Persia. Inilah pertama kalinya pasukan Mongol dikalahkan dalam suatu pertempuran besar.Pemimpin Mamluk dalam pertempuran tersebut, Baibars, kemudian menjadi sultan Mamluk seusai pertempuran.






Baibars dan pasukan Mamluknya mengalahkan pasukan Salib terakhir pada tahun 1263 M. Ketika itu terjadi pertempuran besar di Antiokhia, dan pada akhirnya 16000 tentara Kristen terbunuh sedangkan ribuan penduduk Antiokhia dijadikan budak.






C.    Karya-karya pada Dinasti Mamluk





a.      Bidang Ekonomi






Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamluk membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Itali melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fatimiyyah di Mesir  sebelumnya.




Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan pengangkutan dan komunikasi antara kota, baik laut mahupun darat. Keteguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan ekonominya.






b.      Pembangunan






Dinasti Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang pembangunan.Banyak juru bina dibawa ke Mesir untuk membangunkan sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah.Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah, hospital, musium, perpustakaan, villa-villa, kubah, dan menara masjid.






c.       Ilmu Pengetahuan






Di dalam ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuan-ilmuan asal Baghdad dari serangan tentera Mongol. Kerana itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, perubatan,astronomi, matematik, dan il-mu agama.Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir Al-Din Al-tusi. Di bidang perubatan pula, Abu Hasan `Ali Al-Nafis. Sedangkan, dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Ibn Taimiyah, Al-Sayuthi, dan Ibn Hajar Al-`Asqalani.






d.      Militer






Pemerintahan dinasti ini dilantik dari pengaruhnya dalam  ketenteraan. Para Mamluk yang dididik haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung kebijaksanaan pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan diangkat di antara pemimpin tentera yang terbaik, yang paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk menghimpun kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang di wilayah Mesir, mereka berhasil menciptakan ikatan yang kuat berdasarkan daerah asal mereka. 






Dinasti Mamalik juga menghasilkan buku mengenai ilmu ketenteraan.Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu.Perbahasan yang sering dibahas adalah mengenai selok-belok yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.Pada lingkungan ketenteraan Dinasti ini, menghasilkan banyak karya tentang ketenteraan, khususnya keahlian menunggang kuda.






e.       Budaya Politik






Daulah Mamalik atau Dinasti Mamluk membawa warna baru dalam sejarah politik Islam.Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun(1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun temurun.Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha(1295- 1297 M).Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir.Kedudukan amir menjadi sangat penting.Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan.






D.    Sistem Pemerintahan






Bentuk pemerintahan oligarki militer adalah suatu bentuk pemerintahan yang menerapkan kepemimpinan berdasarkan kekuatan dan pengaruh, bukan melalui garis keturunan.Sistim pemerintahan oligarki militer ini merupakan kreatifitas tokoh-tokoh militer Mamluk yang belum pernah berlaku sebelumnya dalam perkembangan politik di pemerintahan Islam. Jika dibandingkan dengan sistim pemerintahan yang dijalankan sebelumnya, yaitu Sistim Monarki dan Sistim Aristokrasi atau pemerintahan para bangsawan, maka sistim pemerintahan Oligarki Militer dapat dikatakan lebih demokratis. Sistim Oligarki Militer lebih mementingkan kecakapan, kecerdasan, dan keahlian dalam peperangan.Sultan yang lemah bisa saja disingkirkan atau diturunkan dari kursi jabatannya oleh seorang Mamlu>k yang lebih kuat dan memiliki pengaruh besar di tengah-tengah masyarakat. Kelebihan lain dari sistim oligarki militer ini adalah tidak adanya istilah senioritas yang berhak atas juniornya untuk menduduki jabatan sultan, melainkan lebih berdasarkan keahlian dan kepiawaian seorang Mamluk tersebut.






E.     Tokoh-tokoh yang berpengaruh






Di awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz, Baybars dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya.Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan sumpah setia kepada penguasa Mamalik.






Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia.Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260- 1277 M).Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.Sejarah daulah ini hanya berlangsung sampai tahun 1517 M, ketika dikalahkan oleh Bani Utsmani, Daulah ini dibagi menjadi dua periode :





1.      Periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M.





2.      Periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh Bani Utsmani tahun 1517 .






F.     Runtuhnya Dinasti Mamluk






Kemajuan-kemajuan dinasti Mamalik ini tercapai berkat keperibadian dan wibawa Sultan yang tinggi, marubah sesama ketenteraan yang kuat dan kestabilan negara yang aman dari gangguan.Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya  hamba-hamba dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji, yang pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, maruah antara  tentera menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa.






Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan.Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya dikalangan penguasa menyebabkan cukai dinaikkan.Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan ekonomi Negara tidak stabil.Maka, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tentangan  bagi Mamalik, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran  di luar kota Cairo pada tahun 1517 M. Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani sebagai salah satu wilayahnya.Mamluk pada awalnya adalah para budak di Kekhalifahan Abbasiyah. Sejak tahun 850 M, para khalifah Abbasiyah mengambil dan membawa para pemuda non-Muslim sebagai budak dan mendidik mereka menjadi tentara Muslim Sunni dalam pasukan budak.Para budak dalam pasukan Mamluk ini semakin lama jumlahnya semakin banyak.






Pada tahun 1144 M, seorang jenderal Mamluk bernama Imaduddin Zengi menaklukan Edessa, salah satu negara yang didirikan oleh orang Eropa setelah Perang Salib Pertama.Dia dibunuh oleh budaknya sendiri tidak lama setela itu, ketika dia ketahuan meminum anggur.Ketika pasukan Salib datang kembali untuk merebut lagi Edessa, putra Zengi, Nuruddin, berhasil menghalau mereka.Setelah itu Nuruddin mendirikan dinastinya sendiri dengan menaklukan Damaskus dari penguasa Muslim lokal.






Pada tahun 1100-an M, orang Mamluk lainnya bekerja kepada para sultan Ayyubiyah di Mesir dan Suriah, namun sedikit demi sedikit mereka mengambil kekuasaan dari para sultan itu.Pada tahun 1244 M, orang Mamluk menaklukan Yerusalem dari pasukan Salib.Pada tahun 1245 M raja Louis IX dari Prancis melancarkan Perang Salib Ketujuh untuk merebutnya kembali, namun dia malah ditangkap oleh Mamluk.Pada tahun 1250 M Syajar al-Durr, ibu dari sultan Ayyubiyah terakhir, membunuh putranya dan berkuasa sendiri.Dia mencetak uang dan membuat dekrit.Dia juga mengakhiri Perang Salib Ketujuh melalui negosiasi dan membiarkan Louis pergi.Syajar al-Durr dengan segera harus menikahi pemimpin Mamluk, Aybak, supaya tetap berkuasa, namun dia terus memerintah dan pada tahun 1257 dia membunuh Aybak.Setelah itu dia ditangkap dan dihukum mati.Ini membuat Mamluk dapat menguasai Mesir dan Suriah.


SUMBER:








PERADABAN ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN MAMLUK/MAMALIK DI MESIR


  1. Asal Usul Dinasti Mamluk di Mesir.
Kata Mamluk adalah bentuk mufrad dari kata Mamalik dan Mamlukun yang berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja agar menjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal dari ibu bapak yang merdeka, bukan dari budak atau hamba sahaya. Berbeda dengan ‘abd, yang dilahirkan oleh ibu bapak yang juga berstatus sebagai hamba yang kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk biasanya berkulit putih, sedangkan ‘abd berkulit hitam.  Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, yaitu golongan budak yang dimiliki para sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayyub. Para Mamluk Dinasti Ayyubiyah ini berasal dari Asia Kecil, Persia, Turkistan dan Asia Tengah. Mereka terdiri dari suku-suku bangsa Turki, Rusia, Kurdi, Syracuse dan bagian kecil dari bangsa Eropa.
Dinasti Mamluk didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Para Mamluk ini ditempatkan pada kelompok  tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, Al-Malik Al-Shaleh, mereka dijadikan tentara dan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa ini mereka mendapatkan hak-hak istimewa, baik dalam imbalan materil maupun dalam hal ketentaraan.
Kerajaan Mamluk dibagi menjadi dua periode berdasarkan daerah asalnya. Golongan pertama disebut dengan Mamluk bahri. Golongan pertama ini berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan), Mongol, dan Kurdi. Mereka ditempatkan di Pulau Raudhah di Sungai Nil. Di sinilah mereka menjalani latihan militer dan pelajaran keagamaan. Karena penempatan mereka inilah mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (budak lalut/air).
Golongan kedua dinamakan Mamluk Burji, yang berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukakus. Golongan kedua inilah yang berhasil bertahan untuk berkuasa pada Dinasti Mamluk.

  1. Mamluk Bahri (648-792 H/ 1250-1389 M)
Nama Mamluk Bahri dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik Shaleh Najmuddin Ayyub kepada para Mamluk, tempat ini berada di sebuah pulau di tepi Sungai Nil, yaitu Pulau Raudhah. Pulau ini dilengkapi dengan senjata, pusat pendidikan, dan latihan militer. Sejak itu para Mamluk ini dikenal denga sebutan Al-Mamalik Al-Bahriyyah (para budak lautan).
Salah satu yang merupakan keunikan dari sejarah pemerintahan Dinasti Mamluk ini adalah adanya ambisi untuk menjadi Sultan dari seorang Mamluk wanita yang bernama Syajar Ad-Dur. Dia adalah isteri Sultan Dinasti Ayyubiyah, Al-Shaleh Najmuddin Ayyub. Syajar Ad-Dur mengambil alih kekuasaansetelah suaminya meninggal dunia dalam pertempuran melawan pasukan Louis IX di Dimyath, Mesir. Putra mahkota Turansyah ketika itu sedang berada di Syam. Untuk menjaga agar semangat pasukan Islam, sang istri menyembunyikan berita kematian suaminya. Setelah Turansyah tiba di Mesir untuk berkuasa, ia dibunuh oleh pengikut Syajar Ad-Dur. Kepemimpinan Syajar Ad-Dur ini berlangsung selama 80 hari.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa setelah Al-Malik Shaleh meninggal (1249 M), anaknya Turansyah naik tahta sebagai Sultan. Golongan mamalik merasa terancam karena turansyah lebih dekat dengan tentara asal Kurdi. Akhirnya, pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Setelah kejadian ini Syajar Ad-Dur yang juga berasal dari kaum Mamluk mengambil alih kekuasaan.Kekuasaannya berlangsung lebih kurang selama tiga bulan.
Kekuasaan Syajar Ad-Dur ini berakhir dengan adanya teguran dari Khalifah Abbasiyah di Baghdad, bahwa yang memerintah itu seharusnya adalah seorang pria dan bukan wanita.Syajar tidak sanggup menolak perintah khalifah tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan sultan pengganti dirinya yang bernama Izzuddin Aybak agar dapat memerintah di belakang layar. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajar Ad-Dur dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai sultan syar’i (formalitas) di samping dirinya sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, akhirnya Aybak juga mambunuh Muasa. Ini merupakan akhir dari Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan Dinasti Mamalik.
Aybak resmi menjadi sultan pertama Dinasti Mamluk Bahri. Ia berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri ke Syiria, karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hamper seluruh dunia Islam. Kedu tentara bertemu di Ain Jalut pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan ini membuat Mamalik menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa Syiria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamalik.
Perang ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam dan merupakan kemenangan pertama kaum muslimin atas orang-orang Mongolia. Mereka berhasil menghancurkan mitos yang mengatakan bahwa tentara Mongol tidak pernah terkalahkan.
 Pusat kekhalifahan Islam akhirnya berada di Kairo setelah Baghdad luluh lantak oleh tentara Mongol. Setelah Qutuz digulingkan oleh Baybars, kerajaan mamluk makin bertambah kuat. Bahkan, Baybars mampu berkuasa selama tujuh belas tahun (657 H/1260 M- 676 H/ 1277 M) karena mendapat dukungan militer, dan tidak ada lagi Mamluk senior selai Baybars. Kejayaan yang diraih pada masa Baybars adalah memporak-porandakan tentara Salib di sepanjang Laut Tengah dan Pegunungan Syiria. Ia juga menaklukkan daerah Nubia (Sudan) dan sepanjang pantai Laut Merah. Prestasi Baybars yang lain adalah menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.Baybar juga meminta legalitas dari khalifah atas kekuasaannya, untuk mendapatkan simpati rakyat Mesir sebagaimana Dinasti Ayyubiyah.
Prestasi Baybars dalam bidang agama, ia adalah sultan Mesir pertama yang mengangkat empat orang hakim yang mewakili empat mazhab, ia juga mengatur keberangkatan haji secara sistematis dan permanen. Ia juga dikenal sebagai sultan yang shaleh dalam soal agama dan sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah.
Di bidang diplomatik, Baybars menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang bershabat dan tidak membahayakan kekuasaannya. Ia memperbaharui hubungan Mesir dengan Konstantinopel, serta membuka hubungan Mesir dengan Sisilia. Selain itu ia juga menjalin ikatan perdamaian dan hubungan baik dengan Barke (Baraka) yang merupakan keponakan dari Hulagu Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di Golden Horde dan Kipchak (wilayah di bagian Barat kerajaan Mongol).
Di bidang perekonomian dan perdagangan juga mengalami kemajuan pesat yang membawa kepada kemakmuran. Jalur perdagangan yang sudah dibangun sejak Dinasti Fathimiyah diperluas dengan membuka hubungan dagang dengan Italia dan Perancis. Kota Kairo menjadi kota penting dan strategis sebagai jalur perdagangan Asia Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat, dan menjadi lebih penting setelah jatuhnya Baghdad. Baybars dan beberapa sultan setelahnya memberikan kebebasan kepada petani untuk memasarkan hasil tani mereka. Hal ini mendorong mereka untuk meningkatkan hasil pertaniannya, sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi Mesir. Bidang perhubungan darat dan laut juga menjadi lancer dengan membuat terusan-terusan, pelabuhan, dan meng hubungkan Kairo dan damaskus dengan layanan pos cepat. Pos cepat ini hanya memakan waktu empat hari dengan menggunakan beberapa ekor kuda yang tersedia pada setiap stasiun di sepanjang jalan. Selain pos dengan menggunakan kuda, juga ada pos cepat menggunakan burung merpati yang sudah ada sejak zaman Fathimiyah.
Pada masa ini, ilmu pengetahuan juga mengalami kemajuan pesat. Hal ini disebabkan jatuhnya Baghdad yang mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan melarikan diri ke Mesir. Dengan demikian Mesir berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, melanjutkan perjuangan kota-kota Islam lainnya setelah dihancurkan oleh orang-orang Mongol. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berkembang ketika itu adalah sejarah, kedokteran, matematika, astronomi, dan ilmu agama.
Di bidang sejarah tercatat nama-nama beberapa pakar, antara lain Ibnu Khalikan, Ibnu Khaldun (penulis kitab al-‘Ibar), Abu Al-Fida’, Ibn Tagri Bardi Atabaki, Al-Maqrizi yang terkenal sebagai seorang penulis sejarah kedokteran.
Bidang ilmu kedokteran juga mengalami kemajuan dengan adanya penemuan-penemuan baru. Abu Hasan \Ali Nafis (w.1288) seorang kepala rumah sakit Kairo menemukan susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, tiga abad lebih dahulu dari Servetus (orang Portugis). Selain itu, juga terdapat tokoh-tokoh lain, seperti Nasiruddin At-Tusi (1201-1274) seorang ahli observatorium, dan Abu Faraj Tabari (1226-1286 M), ahli matematika.
Di bidang seni arsitektur juga berkembang dengan baik. Para sultan berlomba mendirikan bangunan-bangunan monumental yang berseni tinggi. Bermunculanlah bangunan sekolah-sekolah, masjid-masjid yang indah dan megah. Bangunan-bangunan tersebut ada yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini, seperti masjid Rifa’I dan masjid Sultan Hasan di Kairo. Mesjid ini sempat dikunjungi presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, ketika kunjungannya ke Mesir. Kita juga masih bisa saksikan salah satu bekas istana Mamalik di Maidan Abbasiyah Kairo, Mesir.
Pemerintahan Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiyah. Diawali oleh Az-Zhahier Bibaris. Tapi tidak begitu banyak yang berarti kerajaan Mamluk di bawah kekuasaan Bani Bibaris. Di antara sultan Bani Bibarisiyah adalah Al-Mansur Qalawun (678 H-689 H/ 1280-1290 M) yang telah menyumbangkan jasanya dalam pengembangan administrasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri untuk memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional. Sultan Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Qalawun adalah putra pengganti Qalawun, yaitu Nashir Muhammad (696 H/1296 M).
Masa setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk Bahri dipimpin oleh Mamluk keturunan Muhammad hingga Sembilan sultan. Sultan terakhir dari Dinasti Mamluk berasal dari Bani Sya’baniyah, Al-Shalih Hajj Assyraf bin Sya’ban sekitar tahun 791 H/1388 M. Ia digulingkan oleh sultan Barquq yang menjadi cikal bakal sultan pertama pada pemerintahan Mamluk Burji.
Di antara peristiwa penting pada masa ini (pasca Qalawun) adalah sebagai berikut:
  1. pada tahun 680 H/1281 M, Manshur Qalawun berhasil menghancurkan pasukan Tartar dengan sangat telak.
  2. pada tahun 702 H/1312 M, An-Nashir Muhammad bin Qalawun berhasil menaklukkan kepulauan Arwad dan mengusir orang-orang Salibis dari sana.
  3. pada tahun yang sama pasukan Tartar juga dikalahkan dengan sangat telak pada perang Syaqhat di dekat Damaskus, ikut dalam perang ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Secara turun-temurun, para sultan Mamluk Bahri seperti terlihat pada tabel berikut ini.
No
Nama
Masa Pemerintahan
Akhir Pemerintahan
1
Syajarat Durr
648 H/1250 M
Dibunuh
2
Izzuddin Aybak
648 H/1250 M
Dibunuh
3
Nuruddin ‘Ali bin Aybak
655 H/1257 M
Dicopot
4
Saifuddin Qutuz
657 H/1258 M
Dibunuh
5
Zhahir Bibaris
658 H/1259 M
Wafat
6
Sa’id Barkah bin Bibaris
676 H/1277 M
Dicopot
7
‘Adil Badruddin bin Bibaris
689 H/1290 M
Dicopot
8
Manshur Qalawun
693 H/1294 M
Wafat
9
Asyraq Khalil bin Qalawun
694 H/1294 M
Dibunuh
10
‘Adil Katabagha
698 H/1298 M
-
11
Manshur Lajin
708 H/1208 M
Dibunuh
12
Nashir Muhammad bin Qalawun
709 H/1309 M
Diganti
13
Mudzafar Bibaris Abi Syakir
741 H/1340 M
Dibunuh
14
Nashir Muahmmad bin Qalawun
742 H/1341 M
Wafat
15
Manshur Abu Bakar bin Muhammad
742 H/1341 M
Dicopot
16
Asyraf Kazak bin Muhammad
743 H/1342 M
Dicopot
17
Nashir Ahmad bin Muhammad
746 H/1345 M
Dicopot
18
Shalih Ismail bin Muhammad
747 H/1346 M
Wafat
19
Kamil Sya’ban bin Muhammad
748 H/1347 M
Dibunuh
20
Muzhafar Amir Hajj bin Muhammad
752 H/1351 M
Dibunuh
21
Nashir Hasan bin Muhammad
755 H/1354 M
Dicopot
22
Shalih bin Muhammad
762 H/1360 M
Dicopot
23
Nashir Hasan bin Muhammad
764 H/1362 M
Dibunuh
24
Manshur Muhammad bin Amir Hajj
778 H/1376 M
Dicopot
25
Asyraf Sya’ban bin Hasan
783 H/1381 M
Dibunuh
26
Manshur ‘Ali bin Sya’ban
791 H/1388 M
Wafat
27
Shalih Haj bin Asyraf Sya’ban
1389M-1390 M
Dicopot







  1. Mamluk Burji (792-923 H./ 1389-1517 M.)
Masa pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya sultan Barquq (784-801 H/1382-1399 M) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk Bahri, Shalih Hajj bin Asyraf Sya’ban. Jika Baybars berhasil mengusir Hulagu Khan yang mau menyerang Mesir, maka Barquq berhasil menahan Timur Lenk dengan tentaranya untuk tidak memasuki wilayah Mesir tahun 1517, sehingga Mesir selamat dari serangan Timur Lenk dan tentaranya yang kejam itu. Sesungguhnya tidak ada perbedaan yang mendasar pada pemerintahan Mamluk Bahri dan Mamluk Burji, baik dari status para sultan yang dimerdekakan ataupun dari segi sistem pemerintahan.
Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh sultan Al-Nashir Faraj (801-808 H/1399-1405 M), putra sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu Jengis Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan.
Banyak dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. Hal ini menjadi salah satu faktor melemahnya dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu disibukkan dengan gejolak dan pertentangan yang terjadi.Dana kesultanan lebih banyak dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara pemasukan semakin menipis, sehingga pendidikan tidak begitu terperhatikan. Tekanan dari luar wilayah Mamluk pun datang beruntun, karena Mamluk Burji tidak mengutamakan persatuan dan banyak yang meminta bantuan luar. Sebagai contoh pada masa sultan Asyraf Qaitbay (872-901 H), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir Maluk di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan di Selatan Mesir. Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan dari pasukan Turki Utsmani terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal bakal permusuhan antara Dinasti Mamluk dan tentara Turki Utsmani.
Begitulah seterusnya para sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik dari dalam maupun dari pihak luar seperti tentara Turki Utsmani, dan Portugis yang melarang dan mengusik jalur perdagangan di Laut Tengah, hingga tewasnya sultan Qanshus Al-Guri ketika berperang melawan Turki Utsmani pada tahun 922 H/1516 M. Sejak itu Dinasti Mamluk berada di bawah bayang-bayang tentara Turki Utsmani. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan Mamluk Burji tidak bisa membuat kemajuan seperti yang telah dicapai oleh Dinasti mamluk Bahri.
Sultan terakhir Dinasti Mamluk Burji adalah Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang yang gigih, namun pada saat itu ia tidak mendapatkan dukungan dari golongan Mamluk, sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani yang telah berhasil menguasai khalifah Abbasiyah, Al-Mutawakkil. Akhirnya Tumanbai ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan kemudian digantung di salah satu gerbang kota Kairo, Bab Al-Zuwailah pada tahun 923 H/1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk
Para Sultan Dinasti Mamluk Burji dapat dilihat pada table berikut:
No
Nama Sultan
Masa
Pemerintahan
Akhir pemerintahan
1
     Az-Zhahir Barquq
      792 H/1389 M
          Wafat
2
     An-Nashir Farj bin Barquq
      801 H/1398 M
         Dicopot
3
 Al-Manshur Abdul Aziz bin Barquq
      Tiga bulan
         Dicopot
4
    An-Nashir Farj (kedua kali)
     808 H/1405 M
         Dibunuh
5
    Al-Muayyid Syaikh 
        815 H/1412 M
         Wafat
6
 Al-Muzaffar Ahmad Ibn Al-Muayyid
     Beberapa bulan
       Dicopot
7
     Az-Zhair Thutar
     Beberapa Bulan
        Wafat
8
 Ash-Shalih Muhammad bin Thutar
     Beberapa Bulan
       Dicopot
9
    Al-Asyraf Barsibai 
       825 H/1421 M
        Wafat
10
    Al-Aziz Yusuf bin Barsibai
     Beberapa bulan
       Dicopot
11
    Az-Zhahir Jaqman
      842 H/1438
        Wafat
12
    Al-Manshur Utsman bin Jaqman
     Beberapa bulan
        Dicopot
13
    Al-Asyraf Inal
     857 H/1453 M
       Wafat
14
    Al-Muayyid Ahmad bin Inal
     Beberapa bulan
        Dicopot
15
    Az-Zhahir Kasyqadam
     865 H/1460 M
        Wafat
16
     Az-Zhahit Balba
     Dua Bulan
        Dicopot
17
     AZ-Zhahir Tamrigha
     Dua Bulan
        Dicopot
18
     Khairbeik
      Satu Malam
        Dicopot
19
     Al-Asyraf Qaytabai
     872 H/1467 M
       Wafat
20
 An-Nashir Muhammad bin Qaytabi
     901 H/1495 M
        Dicopot
21
     Qanshuh
     902 H/1495 M
       Dibunuh
22
   An-Nashir Muhammad (dua kali)
     903 H/1497 M
       Dibunuh
23
    Az-Zhahir Qanshuh
      904 H/1498 M
        Dicopot
24
    Janbalah
     905 H/1499 M
        Dibunuh
25
    Al-‘Adil Tumanbai I
    Beberapa bulan
       Dibunuh
26
    Al-Asyraf Qanshuh Al-Ghauri
    906 H/1500 M
        Dibunuh
27
    Tumanbai II
   922-923 H/1516-1517 M
       Dibunuh

  1. Runtuhnya Dinasti Mamluk (Burji)
Kehancuran pemerintahan Mamluk, baik Bahri maupun Burji pada dasarnya berasal dari internal istana sendiri. Meskipun faktor luar cukup memberikan pengaruh terhadap kehancuran Mamluk sebagai faktor eksternal.
Gaya hidup yang tinggi diperlihatkan oleh sultan Nashir selama ia memerintah. Misalnya, ketika Nashir mengadakan pesta perkawinan anaknya, ia menyajikan 18.000 irisan roti, menyemblih 20.000 ekor ternak, dan menyalakan 3.000 batang lilin untuk menerangi istananya. Selain itu, Nashir suka mengeluarkan uang untuk kesenangann pribadinya, seperti kesenangannya berolah raga kuda. Ia sanggup mengeluarkan 30.000 Dinar demi seekor kuda yang ia senangi. Gaya hidup yang tinggi pada masa Nshir dibebankan kepada rakyat, sehingga rakyat harus membayar pajak yang lebih tingggi. Akibatnya hasil produksi rakyat menurun. Hal ini menjadi salah satu sebab runtuhnya Dinasti Mamluk.
Secara internal, sebagai temuan Ibn Al-Taghri Birdi yang dikutip K.Hitti menjelaskan bahwa: “Faktor kehancuran Mamluk Burji tampak terlihat dari para sultan dan pegawainya yang berprilaku buruk, seperti tipu daya, pembunuhan, dan pembantaian. Sebagian sultan melakukan tindakan kejam, curang, dan kebanyakan dari mereka tidak beradab.” Begitu pula dalam tulisan Suyuthi, bahwa: “Hanya sultan Barquq dari begitu banyak sultan yang mempunyai ayah seorang Muslim.”
Korupsi dan monopoli ekonomi dilakukan oleh para sultan dalam mengelola pembangunan. Seperti sultan Barsibai, sebelum harga naik, ia memonopoli persediaan rempah yang ada, kemudian menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. Dia juga memonopoli produksi gula, dan melangkah lebih jauh dengan melarang tanaman tebu selama satu periode dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang sangat bear baginya.
Secara eksternal, kalangan Mamluk Burji lebih tidak peduli dengan urusan luar negerinya, mereka lebih tertarik untuk mengurusi persoalan domestic dalam negeri. Kondisi ini terbaca oleh musuh-musuh lamanya, seperti tentara Mongol yang berkeinginan untuk merebut kembali kekuasaan Dinasti Mamluk, ditambah dengan pasukan Utsmani yang memperparah kehancuran Mamluk Burji.




Dinasti Mamluk

A.  Asal-usul Dinasti Mamluk
Secara etimologi asal kata Mamluk artinya budak, sedangkan bentuk jama’ dari kata Mamluk adalah Mamalik.Dinasti Mamluk atau Mamalik pada dasarnya memang didirikan oleh para budak.Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh para penguasa Dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya.Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat.Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, Al-Malik Al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya.Pada masa penguasa ini, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dari karir ketentaran maupun dalam imbalan-imbalan material.Pada umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan laut Kaspia.Di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan meliter dan keagamaan.Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (laut).Saingan mereka pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.
Ketika Al-Malik Al-Salih meninggal pada tahun 1249 M, anaknya Turansyah, naik tahta sebagai Sultan.Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka.Pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri Al-Malik Al-Salih, Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik. Kepemimpinan Syajarah Al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan.Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap terus dapat berkuasa dibelakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah Al-Durr dengan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan “syar’I” (formal) di samping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak.Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dari kekuasaan Dinasti Mamluk.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M).  Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, yaitu Qutuz.Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri ke Syiria, karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir.Di awal tahun 1260 M, tentara Mesir terancam serangan bangsa Mongol, yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut dan pada tanggal 13 september 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan tentara Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umt Islam disekitarnya.Penguasa-penguasa di Syiria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamalik.
Tidak lama setelah itu, Qutuz meninggal dunnia. Baybars, seorang pemimpin meliter yang tangguh dan cerdas, diangkt oleh pasukannya menjadi Sultan pada tahun 1260–1277 M. Ia adalah Sultan terbesar dan termasyhur diantara 47 Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamluk atau Mamalik.[1]
B.  Sumbangsih Para Arsitek Muslim Terhadap Dinasti Mamluk
Ketika Khalifah al-Zahir dari Dinasti Mamluk ingin membangun sebuah masjid besar di Kota Kairo. Lalu, ia mengumpulkan arsitek dan ahli rekayasa bangunan terbaiknya. Antara lain, Ataybek Fans Eddine Aqtay dan Assahib Fakhr Eddine, untuk membahas proyek ini. Mereka ditugaskan mencari lokasi terbaik, mendesain bentuk bangunan, menentukan bahan bangunan, dan mengawasi pekerja.Para arsitek itu juga dikirim ke beberapa negara Islam untuk studi banding.Ketika proyek pembangunan dimulai, secara rutin khalifah meninjau langsung ke lokasi dan memantau perkembangan. Para penguasa dan masyarakat
Muslim memandang bidang konstruksi sebagai sesuatu yang penting.Hadirnya karya-karya bangunan dengan arsitektur indah serta kokoh, seperti jalan, jembatan, masjid, ataupun kanal, mempertegas keunggulan umat Islam dalam khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad pertengahan.
Khalifah al-Mamun ibnu Musa senantiasa mengarahkan para arsiteknya untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.Ini merupakan bentuk perhatiannya terhadap perkembangan bidang teknik sipil.Dia ingin agar setiap bangunan memenuhi unsur-unsur tertentu, seperti kuat, kokoh, juga berdesain indah.
Dunia Islam mengenal sederet arsitek ternama.Ibn Khaldun salah satunya.Beragam karya bidang teknik sipil merupakan kontribusinyayang tersohor di seluruh dunia Islam.Tokoh lainnya adalah al-Kindi.Ia juga terkenal sebagai ahli ilmu alam. Begitu pula, al-Razi yang populer sebagai ahli rekayasa bangunan dan ahli kimia. Adapula nama Mimar Sinan. seorang arsitek di zaman Turki Usmani. Muncul pula nama al-Biruni dalam bidang tersebut. Selain itu, namanya selama ini melambung melalui bidang lainnya, yaitu astronomi dan fisika.Sejumlah ilmuwan lainnya, seperti al-Jazari mengkhususkan diri dalam bidang rekayasa.Namun, menurut Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Mill, sebagian besar dan mereka tak banyak tercatat namanya.
Saat mengerjakan sebuah proyek pembangunan, ada kalanya para arsitek saling bertukar pandangan.Sedangkan untuk mengerjakanproyek yang begitu besar, seperti pembangunan Kota Baghdad di masa Abbasiyah, dibentuklah sebuah komite untuk menjalankan proyek itu.Tugas komite ialah mendesain sekaligus mengawasi seluruh pengerjaan proyek pembangunan. Menurut al-Hassan dalam Islamic Technology An Illustrated History, mereka juga bertindak sebagai kontraktor dan dapat menugaskan beberapa subkontraktor untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih spesifik.[2]
C.  Faktor-faktor Yang Menunjang Kemajuan Dinasti Mamluk
Dinasti Mamluk membawa sejarah baru dalam sejarh politik Islam. Pemerintahan Dinasti ini bersifat oligarki meliter, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun (1280-1290 M ) menerapkan pergantian Sultan secara turun temurun. Anak Qalawun hanya berkuasa empat Tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha ( 1295-1297 M ). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir.Kedudukan amir menjadi sangat penting.Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena mereka merupakan kandidat Sultan.Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam berbagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian dan ilmu pengetahuan dan lain-sebagainya.
1.    Bidang Pemerintahan
Diantara bidang pemerintahan, kemenangan Dinasti Mamluk atas tentara Mongol di Ayn Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerh sekitarnya.Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negri., Baybars mengangkat kelompok meliter sebagai elit politik. Di samping itu untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, Al-Mustanshir sebagai khalifah.Dengan demikian, kholifah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulago di Baghdad berhasil dipertahankan oleh Dinasti ini dengan Kairo sebagai pusatnya.Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah Assasin di pegunungan Syiria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
2.    Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamluk membuka hubungan dengan Prancis dan Italia melalui perluasan jaur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya.Jatuhnya Bagdad membuat Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa.Di samping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportsi dan komoniksi antar kota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamluk sangat membntu perkembangan perekonomiannya.
3.    Bidang Ilmu Pengetahuan
Di bidang ilmu pengetahun, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuan-ilmuan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol.Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika dan ilmu agama.  Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir Al-Din A-l-Tusi. Di bidang Matematika Abu Al-Faraj Al-Ibriy.Dalam bidang kedoktern; Abu Al-Hasan Ali Al-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abd Mun’im Al-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Al-Razi, perintis psikoterapi. Dalam bidang opthalmologi di kenal nama Al-Din Ibn Yusuf, sedangkan dalam bidang Ilmu keagamaan, tersohor nama Ibn Taimiyah, seorang pemikir reformis dalam Islam, Al-Sayuti yang menguasai banyak ilmu kegamaan, Ibn Hajar Al-Asqalani dalam ilmu hadis dan lain-lain.[3]

4.    Ketentaraan
Pemerintahan dinasti ini dilantik dari pengaruhnya dalam  ketentaraan. Para tentara dinasti Mamluk yang dididik haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung kebijaksanaan pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan diangkat di antara pemimpin tentera yang terbaik, yang paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk menghimpun kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang di wilayah Mesir, mereka berhasil menciptakan ikatan yang kuat berdasarkan daerah asal mereka.
Dinasti Mamalik juga menghasilkan buku mengenai ilmu ketenteraan.Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu.Perbahasan yang sering dibahas adalah mengenai selok-belok yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.Pada lingkungan ketenteraan Dinasti ini, menghasilkan banyak karya tentang ketenteraan, khususnya keahlian menunggang kuda.
5.    Budaya Politik
Landasan yang dipakai untuk menilai fitrah politik para Mamalik adalah dengan mempergunakan kaca mata yang Islamik, yakni keberadaan manusia di bumi ini bertujuan untuk  beribadat kepada Allah.[4]
6.    Layanan Pos Dinasti Mamluk
Layanan pos di era kejayaan Islam tak hanya sekadar sebagai pengantar pesan. Dinasti Mamluk yang berkuasa di Mesir pada 1250 M hingga 1517 M juga menjadikan pos sebagai alat pertahanan. Guna mencegah invasi pasukan tentara Mongol di bawah komando Hulagu Khan pada medio abad ke-13 M, para insinyur Mamluk membangun menara pengawas di sepanjang rute pos Irak hingga Mesir.
Di atas menara pengawas itu, selama 24 jam penuh para penjaga telah menyiapkan tanda-tanda bahaya. Jika bahaya mengancam di siang hari, petugas akan membakar kayu basah yang dapat mengepulkan asap hitam. Sedangkan di malam hari, petugas akan membakar kayu kering. Upaya itu ternyata tak sepenuhnya berhasil.Tentara Mongol mampu menembus Baghdad dan memorak-porandakan metropolis intelektual itu.Meski begitu, peringatan awal yang ditempatkan di sepanjang rute pos itu juga berhasil mencegah masuknya tentara Mongol ke Kairo, Mesir.
Hanya dalam waktu delapan jam, berita pasukan Mongol akan menyerbu Kairo sudah diperoleh pasukan tentara Muslim. Itu berarti, sama dengan waktu yang diperlukan untuk menerima telegram dari Baghdad ke Kairo di era modern. Berkat informasi berantai dari menara pengawas itu, pasukan Mamluk mampu memukul mundur tentara Mongol yang akan menginvasi Kairo. Menurut Paul Lunde, layanan pos melalui jalur darat pada era kekuasaan Dinasti Mamluk juga sempat terhenti ketika pasukan Tentara Salib memblokir rute pos. Meski begitu, penguasa Dinasti Mamluk tak kehabisan akal.
Sejak saat itu, Dinasti Mamluk mulai menggunakan merpati pos. Dengan menggunakan burung merpati sebagai pengantar pesan, pasukan Tentara Salib tak dapat mencegah masuknya pesan dari Kairo ke Irak. Merpati pos mampu mengantarkan surat dari Kairo ke Baghdad dalam waktu dua hari, tutur Lunde. Sejak itu, peradaban Barat juga mulai meniru layanan pos dengan merpati seperti yang digunakan penguasa Dinasti Mamluk.
Lunde menuturkan, pada 1300 M Dinasti Mamluk memiliki tak kurang dari 1.900 merpati pos. Burung merpati itu sudah sangat terlatih dan teruji mampu mengirimkan pesan ketempat tujuan. Seorang tentara Jerman bernama Johan Schiltberger menuturkan kehebatan pasukan merpati pos yang dimiliki penguasa Dinasti Mamluk. Sultan Mamluk mengirim surat dengan merpati, sebab dia memiliki banyak musuh. Dinasti Mamluk memang bukan yang pertama menggunakan merpati pos. Penggunaan merpati untuk mengirimkan pesan kali pertama diterapkan peradaban Mesir kuno pada 2900 SM.
Pada masa kekuasaan Dinasti Mamluk, merpati pos juga berfungsi untuk mengirimkan pesanan pos parcel.Al-kisah, penguasa Mamluk sangat puas dengan kiriman buah ceri dari Lebanon yang dikirimkan ke Kairo dengan burung merpati.Setiap burung merpati membawa satu biji buah ceri yang dibungkus dengan kain sutra.Pada masa itu, sepasang burung merpati pos harganya mencapai 1.000 keping emas.Layanan merpati pos ala Dinasti Mamluk itu tercatat sebagai sistem komunikasi yang tercepat di abad pertengahan.[5]
Dinasti Mamluk juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah..bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini diantarnya adalah, rumah sakit, museum, perpustakaan, vila-vila, kubah, dan menr masjid.
Kemjuan-kemajuan itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa sultan yang tinggi, solidaritas meliter yang sangat kuat dan stabilitas negara yang amam dari gangguan.Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti Mamluk sedidikit demi sedikit mengalami kemunduran.
D.  Faktor Yang Mempengaruhi Kemuduran Dinasti Mamluk
Semenjak masuknya budak-budak dari Srikasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji, yang pertama kalinya dibawa oleh Qawalun, solidaritas antara sesama meliter menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan.Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya dikalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan.Akibatnya semangat kerja rakyat menurun dan perekonomin negara tidak stabil. Di samping itu, ditemukannya  Tanjung Harapan oleh Eropa tahun 1498 M, menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa melalui mesir menurun fungsinya. Kondisi ini diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit.[6]
E.  Analissis Pembahasan
Pada masa Dinasti Mamluk ada beberapa poin penting yang dapat dijadikan kebanggaan bagi Dinasti Mamluk sendiri, yaitu ketika mengalami masa kemajuaan, yaitu : dalam bidang pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan, ketentaraan, budaya politik dan layanan pos. kemajuaan tersebut diperoleh karana pada masa itu sistem yang digunakan dalam pemerintahan tersebut adalah sistem oligarki meliter, sistem tersebut banyak mendatangkan kemajuan seperti yang telah disebutkan di atas.
Bicara soal kemajuan Dinasti Mamluk, tidak lepas pula kita bicara masalah kemundurannya karna tidak selamnya posisi Dinasti Mamluk berada pada masa keemasan akan tetapi terkadang secara  perlahan akan mengalami kehancuran. Problemnya adalah sejak Qawalun membawa budak-budak dari Srikasia atau yang dikenal dengan Mamluk Burji, solidaritas antar meliter menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa, karena Mamluk Burji tidak suka menuntut ilmu pengetahuan, dan kemewahan serta kebiasaan berfoya-foya dikalangan penguasa Mamluk Burji menyebabkan pajak dinaikkan. Imbasnya semangat keraja rakyat menurun dan perekonomin negara juga tidak stabil.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar